Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dampak Polusi Plastik pada Hewan, Burung Laut Alami Kerusakan Otak

Kompas.com, 15 Maret 2025, 12:03 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Penelitian baru yang dipimpin University of Tasmania di Australia menemukan burung laut yang menelan plastik mengalami kerusakan otak yang mirip dengan penyakit Alzheimer.

Temuan ini menambah bukti tentang dampak buruk polusi plastik pada satwa liar laut.

Dalam studinya, peneliti melakukan analisis terhadap burung puffin muda, burung migran yang melakukan perjalanan antara Pulau Lord Howe di Australia dan Jepang.

Puluhan anak burung yang menghabiskan 90 hari di liang sebelum melakukan perjalanan pertama mereka diperiksa oleh peneliti.

Banyak anak burung yang ternyata secara keliru diberi makan sampah plastik oleh induknya.

Baca juga: Seberapa Besar Kontribusi Sampah Gelas Plastik Industri AMDK terhadap Lingkungan?

Analisis kemudian mengungkapkan bahwa sampah plastik yang menumpuk dalam jumlah besar di perut mereka, menyebabkan masalah kesehatan yang serius pada anak burung laut yang tidak terlihat oleh mata telanjang, termasuk kerusakan lapisan lambung, pecahnya sel, dan neurodegenerasi.

Kerusakan otak tersebut ditemukan peneliti lewat tes darah. Dalam tes tersebut, peneliti menemukan pola protein yang sangat mirip dengan orang yang menderita Alzheimer atau penyakit Parkinson. Burung-burung itu benar-benar menderita karena plastik, terutama pada kesehatan otak saraf mereka.

"Menelan plastik bukan hal yang baru pada burung laut. Kita telah mengetahuinya sejak tahun 1960-an, tetapi banyak penelitian tentang plastik berfokus pada burung yang kurus, kelaparan dan terdampar di pantai," ungkap Alix de Jersey, seorang mahasiswa PhD dari Fakultas Kedokteran University of Tasmania.

"Kami ingin memahami kondisi burung yang telah mengonsumsi plastik tapi tampak sehat," paparnya lagi seperti dikutip dari Guardian, Jumat (14/3/2025).

Baca juga: Sampah Gelas Plastik Jadi Masalah Besar, Saatnya Produsen Ikut Bertanggung Jawab

Burung puffin termasuk spesies burung yang paling terpengaruh oleh polusi plastik.

Penelitian sebelumnya telah menemukan lebih dari 400 potongan plastik pada seekor anak burung puffin, dengan plastik terkadang mencapai 5-10 persen dari berat tubuh total mereka.

Meskipun anak burung dapat memuntahkan sebagian plastik sebelum bermigrasi, para peneliti mengatakan bahwa jumlah tersebut bukan berarti dapat membersihkan semua plastik.

Penelitian sebelumnya juga telah menemukan bahwa kurang dari 60 perusahaan multinasional bertanggung jawab atas lebih dari setengah polusi plastik dunia, dengan enam perusahaan bertanggung jawab atas seperempatnya.

Studi terbaru ini dipublikasikan di jurnal Science Advances.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau