JAKARTA, KOMPAS.com - WWF Indonesia menilai bahwa kebijakan Deforestation and Conversion Free (DFC) perlu diterapkan, untuk pengelolaan komoditas berkelanjutan dan ramah lingkungan di Indonesia.
Direktur Climate Market and Transformation WWF Indonesia, Irfan Bakhtiar, menjelaskan, DFC adalah konsep dalam manajemen rantai pasok dan tata kelola pasar.
Tujuannya, memastikan bahan baku tidak berasal dari unit produksi yang mengubah ekosistem.
"Konsep ini telah diadopsi oleh negara tujuan ekspor, distributor, maupun konsumen yang menerapkan kebijakan keberlanjutan," ujar Irfan dalam acara yang digelar di Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025).
Dia menyebut, hal itu sejalan dengan upaya tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Terlebih, kini pemerintah telah membentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025, yang disusul Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 36 Tahun 2025.
Menurut Irfan, penerbitan SK Menhut menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit.
Baca juga: RS di Jerman Pakai Anestesi Berkelanjutan, Kurangi C02 Hingga 80 Persen
"Kami berharap, langkah penertiban kelapa sawit di kawasan hutan juga diikuti dengan penyelesaian yang selaras kaidah keberlanjutan dan aturan yang ada," ungkap Irfan.
"Misalnya saja, penerapan sanksi, pemulihan fungsi kawasan melalui strategi Jangka Benah dan langkah-langkah restorasi lainnya,” imbuh dia.
Dalam sektor perkebunan, pihaknya pun mendukung pengembangan model kelapa sawit berkelanjutan melalui pendampingan serta pelatihan kepada petani.
Kelompok tani Kabupaten Sintang berhasil mendapatkan sertifikasi RSPO. Irfan mencatat, ada 458 petani yang terhimpun dalam Koperasi Rimba Harapan. Mereka mengelola 1.033 hektare lahan kelapa sawit dengan kapasitas produksi 19.764 ton tandan buah segar per tahun.
Kedua koperasi yang didampingi oleh WWF Indonesia juga menggunakan aplikasi Hamurni dalam mencatat informasi rantai pasok, legalitas, serta geolokasi.
Aplikasi itu bisa melacak kelapa sawit sampai diterima pabrik untuk diolah menjadi minyak kelapa sawit mentah.
Irfan menyampaikan, aplikasi Hamurni turut membantu petani dalam pencatatan setiap transaksi penjualan secara digital dan transparan.
"Kami berharap, seluruh program berkelanjutan dapat diimplementasikan secara optimal melalui dukungan kuat dan koordinasi efektif antar pemangku kepentingan,” tutur Irfan.
Baca juga: Atasi Fragmentasi Informasi, Pertanian Berkelanjutan Butuh Pendekatan Digital
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya