JAKARTA, KOMPAS.com - Center of Economic and Law Studies (Celios) menyebutkan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) baru-baru ini dipicu beberapa hal, salah satunya terkait pengelolaan Daya Anagata Nusantara atau Danantara.
Menurut Direktur Celios, Bhima Yudhistria, tata kelola, Revisi Undang-Undang (RUU) BUMN yang dinilai tidak transparan, dan kontroversi mengenai proyek yang dibiayai oleh Danantara menyebabkan kondisi tersebut.
"Danantara itu sebenarnya aneh, karena dia lagi dideketin Uni Emirat Arab buat penjajakan energi terbarukan. Ternyata proyek pertama yang diluncurkan Danantara mau membiayai gasifikasi batu bara," ujar Bhima saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/3/2025).
Hal ini lantas menimbulkan keraguan bagi investor tentang arah maupun komitmen Danantara dalam mendukung transisi energi yang lebih ramah lingkungan.
"Jadi bingung Danantara ini mau terus melanjutkan industri ekstraktif batu bara atau justru digunakan alat investasi untuk mendorong ekonomi berkelanjutan, investasi berkelanjutan," sebut Bhima.
Belum lagi, pengelolaan dana pihak ketiga oleh bank BUMN melalui Danantara yang akhirnya berisiko menambah ketidakpercayaan investor.
Jika program tersebut gagal membayar kewajiban utang atau proyeknya merugi, misalnya, risikonya mengarah ke sektor keuangan maupun dana pihak ketiga.
"Harusnya kan bank BUMN dikecualikan lah dari pengelolaan aset Danantara, karena kalau ada masalah di dalam gagal bayar Danantara misalnya, proyeknya tidak menguntungkan, bisa merembet kepada dana pihak ketiga yang dianggap aset yang dikelola oleh Danantara," jelas Bhima.
Di sisi lain, Bhima turut menyoroti soal RUU TNI yang memicu gejolak harga pasar saham.
Menurut dia, aspek yang menjadi perhatian utama adalah perpanjangan usia pensiun bagi anggota TNI, yang akan berdampak signifikan terhadap kapasitas fiskal negara dalam jangka panjang.
Perpanjangan usia pensiun TNI dianggap berpotensi memengaruhi peningkatan belanja pegawai pemerintah, yang pada gilirannya akan berimbas pada anggaran negara dan utang pemerintah.
Padahal, saat ini pemerintah tengah memberlakukan efisiensi untuk menekan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kedua, concern-nya adalah pada rusaknya meritokrasi di posisi-posisi jabatan sipil. Salah satunya di BUMN, kemudian di kementerian lembaga yang harusnya diisi oleh jabatan sipil," papar Bhima.
Baca juga: IHSG Anjlok, Peluang Besar bagi Investasi EBT
"TNI enggak disiapkan untuk hal-hal yang berkaitan dengan birokrasi pengambilan kebijakan di level sipil. Jadi itu akan mendistorsi model meritokrasi yang ada di BUMN maupun kementerian lembaga, juga membuka celah korupsi, conflict of interest yang besar," imbuh dia.
Klaim Sri Mulyani
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya