Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 27 Maret 2025, 14:11 WIB
HTRMN,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KLATEN, KOMPAS.com – Siang itu, Jumat (21/2/2025), matahari bersinar terik di Desa Karanglo, Kecamatan Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Seorang petani setempat, Lilik Sri Haryanto, tampak sibuk dengan botol-botol plastik dan alat semprot di sampingnya. Di bawah bayangan pohon rindang, ia mencampur cairan alami untuk membuat pestisida organik.

"Ini pestisida organik buatan sendiri. Bahan-bahannya (saya dapat) dari sekitar sini saja. Semua alami sehingga tidak mencemari air tanah dan sungai," ujarnya sambil menunjukkan cairan hasil ramuannya kepada tim Kompas.com.

Lilik memilih untuk memakai pestisida organik bukan tanpa alasan. Selain aman, ia mengaku bahwa dari segi biaya, penggunaan pestisida organik lebih terjangkau ketimbang kimia.

Baca juga: Cerita Petani Mengembalikan Harmoni antara Tanah, Air, dan Manusia

"Dengan biaya yang lebih rendah, hasil panen tetap stabil bahkan lebih sehat karena bebas residu kimia," jelasnya.

Pada dasarnya, selain menanam padi, petani punya peran dalam menjaga kelestarian air yang menjadi sumber kehidupan tak tergantikan.

Di wilayah Klaten dan Boyolali, Sungai Pusur menjadi nadi bagi kebutuhan air bersih, pertanian, hingga sektor pariwisata. Namun, tanpa disadari, berbagai aktivitas manusia kerap mencemarinya. Tak terkecuali, pertanian dalam bentuk penggunaan pupuk dan pestisida kimia berlebihan.

Lilik merupakan salah satu contoh sukses program Sekolah Lapang Pertanian yang diinisiasi oleh Pusur Institute dan AQUA Klaten. Program ini memberikan edukasi kepada petani mengenai teknik pertanian regeneratif dan cara menjaga ekosistem air di Sungai Pusur.

Baca juga: River Tubing Pusur, Indahnya Kolaborasi Menjaga Sungai

"Dulu saya berpikir kalau semakin banyak air, tanaman akan semakin subur. Setelah ikut Sekolah Lapang Pertanian, saya baru paham bahwa kami (petani) harus bijak dalam menggunakan air. Sekarang, lahan saya tetap subur dengan air yang lebih hemat dan lingkungan tetap terjaga,” ungkapnya.

Kini, Lilik bertindak tidak hanya sebagai peserta tetapi juga menjadi mentor di Sekolah Lapang Pertanian. Ia memberikan pelatihan kepada petani lain mengenai pembuatan pestisida nabati dan teknik pengelolaan air yang bijaksana.

“Melihat petani lain tertarik dan mau belajar dari pengalaman saya, rasanya luar biasa. Senang banget rasanya kalau ada yang datang dan bertanya, 'Mas, bagaimana cara bikin pupuk organik ini?” tuturnya dengan semringah.

Baca juga: Menjaga Kemurnian Sumber Air Jadi Investasi untuk Masa Depan

Perjalanan beralih ke pertanian ramah lingkungan

Perubahan menuju pertanian ramah lingkungan tentu tidak terjadi dalam semalam. Lilik sendiri mengalami berbagai tantangan dalam proses ini.

"Yang paling sulit itu meninggalkan kebiasaan lama. Dulu, saya selalu menggunakan pupuk kimia dan merasa itu cara paling cepat untuk meningkatkan hasil panen," ujarnya.

Namun, setelah melihat hasil nyata di lahan percobaan Sekolah Lapang Pertanian, ia mulai menerapkan teknik baru di lahannya sendiri. Tantangan terbesar adalah meyakinkan keluarganya bahwa metode baru ini memberikan hasil yang sama baiknya, bahkan lebih sehat untuk lingkungan.

Pada akhirnya, perubahan di lahan Lilik tidak hanya dirasakannya sendiri, tetapi juga dilihat oleh petani lain di desanya.

Baca juga: Konsumen Kurang Mengenal Pertanian Regeneratif

"Awalnya, tetangga-tetangga saya ragu. Namun, ketika panen saya tetap bagus meskipun pakai air lebih sedikit, mereka mulai bertanya-tanya dan akhirnya ikut belajar juga," ceritanya.

Dukungan Pusur Institute

Sekolah Lapang Pertanian dari Pusur Institute dan AQUA Klaten sejatinya lebih dari sekadar wadah bagi para petani untuk belajar teknik pertanian regeneratif dan berkelanjutan. Lewat program ini, mereka juga diajarkan cara-cara menjaga kualitas air. Ini mengingat, air menjadi kunci produktivitas sektor tersebut.

Stakeholders Relation Manager AQUA Klaten sekaligus Pengurus Pusur Institute Rama Zakaria menyampaikan, Sekolah Lapang Pertanian tidak hanya memberikan teori, tetapi juga kesempatan praktik langsung di lapangan.

"Petani tidak hanya belajar teori, tetapi juga langsung mencoba di lahan demonstrasi. Ini membantu mereka melihat sendiri hasil dari teknik pertanian ramah lingkungan," jelasnya.

Baca juga: Aqua Perkuat Sinergi dalam Implementasi Ekonomi Sirkular dan Pemanfaatan Material Daur Ulang

Melalui edukasi ini, banyak petani yang awalnya ragu beralih dari penggunaan pupuk kimia berlebihan ke pupuk organik. Mereka juga mulai menerapkan teknik pengairan yang tepat untuk menjaga kualitas air dan meningkatkan produktivitas lahan.

Selain edukasi langsung kepada petani, Pusur Institute juga menginisiasi skema Pembayaran Jasa Lingkungan (PJL). Melalui skema ini, masyarakat di hulu yang menjaga lingkungan mendapat insentif dari pengguna air di hilir.

"Masyarakat di hulu yang menjaga lingkungan mendapat reward dari pengguna air di hilir. Ini menciptakan rasa tanggung jawab bersama dan memperkuat hubungan antara masyarakat," kata Rama.

Insentif tersebut tidak hanya berupa uang, tetapi juga bantuan akses air bersih dan kebutuhan pertanian. Tujuannya adalah memberikan motivasi tambahan bagi petani untuk konsisten menerapkan praktik pertanian regeneratif dan turut menjaga kualitas air di Sungai Pusur.

Baca juga: Kotoran Sapi Jadi Energi, Sungai Tak Lagi Tercemari

Rama menambahkan bahwa skema PJL tidak hanya soal insentif ekonomi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya menjaga lingkungan.

"Kami berharap, generasi muda petani bisa melanjutkan praktik-praktik baik ini, sehingga Sungai Pusur tetap lestari," ujarnya.

Program Sekolah Lapang Pertanian menjadi bukti nyata bahwa edukasi yang tepat mampu membawa perubahan signifikan. Pusur Institute dan AQUA Klaten menunjukkan bahwa menjaga kelestarian air bukan hanya tugas pemerintah atau lembaga swasta tetapi juga tanggung jawab bersama masyarakat.

"Kami ingin memastikan praktik pertanian di wilayah hulu, tengah, dan hilir Sungai Pusur tidak menjadi sumber pencemaran air, tetapi justru menjadi bagian dari solusi konservasi lingkungan," ujar Rama.

Baca juga: Kisah dari Daerah Resapan Air: Berkat Alpukat Martabat Terangkat

Tak sia-sia. Sebab kini, edukasi di Sekolah Lapang Pertanian sukses mengubah pola pikir petani.

"Sekarang, saya tidak hanya bertani untuk hidup tetapi juga memastikan tanah dan air tetap sehat untuk anak cucu saya," ucap Lilik 

 
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Jerman Kucurkan 1,15 Miliar Dollar AS untuk Dana Tropical Forest Forever Facility
Pemerintah
Harga Kredit Karbon Melesat Tinggi Akibat Laju Emisi Teknologi
Harga Kredit Karbon Melesat Tinggi Akibat Laju Emisi Teknologi
Swasta
Harga Vaksin Malaria Turun, Selamatkan 7 Juta Anak Tambahan hingga 2030
Harga Vaksin Malaria Turun, Selamatkan 7 Juta Anak Tambahan hingga 2030
Pemerintah
Belantara Foundation: Mangrove Jadi Penyangga Kehidupan dan Atasi Krisis Iklim
Belantara Foundation: Mangrove Jadi Penyangga Kehidupan dan Atasi Krisis Iklim
Pemerintah
BRIN Ungkap Sulitnya Temukan Rafflesia karena Tumbuh di Wilayah Terpencil
BRIN Ungkap Sulitnya Temukan Rafflesia karena Tumbuh di Wilayah Terpencil
Pemerintah
Rambah Taman Nasional Kutai, Pemuda di Kaltim Terancam 10 Tahun Penjara
Rambah Taman Nasional Kutai, Pemuda di Kaltim Terancam 10 Tahun Penjara
Pemerintah
Greenpeace Kritisi COP30 yang Tak Berkomitmen Kuat Hentikan Energi Fosil
Greenpeace Kritisi COP30 yang Tak Berkomitmen Kuat Hentikan Energi Fosil
LSM/Figur
Peneliti BRIN Temukan Spesies Rafflesia hasseltii di Sumatera Barat
Peneliti BRIN Temukan Spesies Rafflesia hasseltii di Sumatera Barat
Pemerintah
Studi: Sejumlah Kecil Plastik Mematikan Bagi Hewan Laut
Studi: Sejumlah Kecil Plastik Mematikan Bagi Hewan Laut
Pemerintah
Seni Tani, Gerakan Anak Muda di Bandung Sulap Lahan Kosong Jadi Cuan
Seni Tani, Gerakan Anak Muda di Bandung Sulap Lahan Kosong Jadi Cuan
Swasta
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Google Luncurkan Alat untuk Bantu Manufaktur Lebih Hemat Energi
Pemerintah
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Sampah Jadi Energi, Namun Tata Kelola Masih Berantakan
Pemerintah
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
Perguruan Tinggi RI Masih Terlalu Akademik, Model Pendidikan Apa yang Cocok di Tengah Ketidakpastian Global?
LSM/Figur
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Beasiswa Teladan Cetak Lulusan Berpola Pikir Berkelanjutan dan Adaptif Terhadap Ketidakpastian Global
Swasta
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau