Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IPB Dorong Terwujudnya Sistem Pangan Berkelanjutan untuk Hindari Konflik Global

Kompas.com, 22 Agustus 2025, 21:23 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

BOGOR, KOMPAS.com - Pangan diprediksi bakal menjadi salah satu sumber konflik politik dan militer di masa depan. Karena itu, Indonesia harus memastikan diri berada di jalur yang tepat dalam membangun sistem pangan yang berkelanjutan.

Hal itu ditegaskan Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan Syauqi Beik, di sela kegiatan Summer Course FEM IPB ke-8, Jumat (22/8/2025).

“Permasalahan pangan merupakan persoalan kedaulatan negara. Artinya, kita harus bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri, tidak bergantung kepada asing, sehingga punya kemampuan menjaga kedaulatan di bidang pangan,” ujar Irfan.

Baca juga: Reformasi Sistem Pangan Dunia Bisa Selamatkan Lahan Seluas 43 Juta Km Persegi

Menurut Irfan, sistem pangan berkelanjutan bukan hanya solusi menghadapi krisis iklim, melainkan juga kunci bagi keberlangsungan hidup suatu bangsa.

“(Pangan) ini adalah urat nadinya dan hidup matinya suatu negara. Tidak ada negara yang bisa survive kalau sistem pangannya tidak kuat,” ucapnya.

Melalui Summer Course, FEM IPB mendorong diskusi global sekaligus memperkuat kesepahaman antar generasi muda berbagai negara mengenai isu pangan.

Program yang menghadirkan peserta internasional ini menjadi bagian dari upaya internasionalisasi IPB, sekaligus diplomasi generasi muda atau Youth to Youth Diplomacy.

“Harapan saya, kegiatan ini bisa terus dilanjutkan dengan topik-topik yang relevan, terutama dalam mengembangkan ketahanan pangan dan kegiatan produktif yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus menjaga keseimbangan ekologis,” kata Irfan.

Baca juga: Reformasi Sistem Pangan Dunia Bisa Selamatkan Lahan Seluas 43 Juta Km Persegi

Summer Course merupakan agenda FEM IPB yang paling banyak diikuti peserta asing dan bahkan melahirkan program lanjutan, seperti KKN Tematik Internasional bersama Rajabhat University Thailand.

Selain itu, FEM IPB juga aktif mendorong kolaborasi regional. Pada 2024, FEM bersama 11 universitas dari 8 negara ASEAN membentuk ASEAN University Network for Sustainable Food System untuk memperkuat kerja sama dalam membangun sistem pangan berkelanjutan.

"Ini kan menjadi satu agenda yang memperkuat apa yang sudah kami desain begitu," tutur Irfan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau