Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Studi Ungkap Polusi Cahaya Sebabkan Burung di Perkotaan Kurang Tidur

Kompas.com, 23 Agustus 2025, 20:30 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Penelitian menunjukkan bahwa burung-burung di perkotaan terjaga jauh lebih lama dibandingkan burung-burung di pedesaan. Hal ini menyoroti dampak polusi cahaya terhadap satwa liar.

Dalam studinya, peneliti menggunakan rekaman burung yang dikirim melalui situs web identifikasi dan pemetaan spesies.

Secara keseluruhan, para ilmuwan menganalisis 2,6 juta observasi suara burung saat mulai berkicau di pagi hari dan 1,8 juta observasi suara burung saat berhenti berkicau di malam hari, dari ratusan spesies. Data ini kemudian digabungkan dengan pengukuran polusi cahaya dari citra satelit global.

Penelitian ini kemudian menemukan bahwa polusi cahaya menyebabkan burung berkicau rata-rata 50 menit lebih lama per hari.

Beberapa jenis burung bahkan memulai aktivitasnya satu jam lebih awal dan baru beristirahat satu jam lebih lambat.

Baca juga: Panas Ekstrem Membunuh Burung Tropis, Bikin Populasinya Anjlok

"Kami kaget dengan apa yang kami temukan," ujar Dr Brent Pease, asisten profesor konservasi keanekaragaman hayati di Southern Illinois University Carbondale dikutip dari Guardian, Kamis (21/8/2025).

"Di bawah langit malam yang sangat terang, waktu beraktivitas harian seekor burung bertambah hingga hampir satu jam," paparnya.

Data menunjukkan bahwa polusi cahaya kini memengaruhi 23% permukaan Bumi dan meluas serta meningkat intensitasnya dengan cepat.

Sudah ada bukti yang menunjukkan dampak buruk pada kesehatan manusia dan kekhawatiran bahwa banyak spesies terkena dampaknya. Konsekuensi negatifnya termasuk kematian massal serangga dan terganggunya pola migrasi pada kelelawar dan penyu laut.

“Kita dapat mulai mempelajari pada skala yang belum pernah dilakukan sebelumnya bagaimana burung merespons perilaku terhadap pengaruh manusia,” terang Pease.

Analisis menemukan bahwa, untuk burung di area yang terkena polusi cahaya, waktu aktif harian mereka bertambah rata-rata 50 menit.

Spesies burung yang memiliki mata besar, relatif terhadap ukuran tubuhnya, menunjukkan respons paling kuat terhadap cahaya buatan.

Baca juga: 568 Sarang Diteliti dan Terkuaklah, Banyak Anak Burung Mati Tercekik Plastik

Sementara spesies bermata kecil seperti burung pipit tidak menunjukkan respons sebanyak itu.

Dampak hari yang lebih panjang sendiri bagi burung belum jelas.

"Kita tahu bahwa kurang tidur tidak baik bagi manusia, tetapi burung berbeda. Mereka telah mengembangkan strategi yang menarik untuk mengatasi kurang tidur selama periode migrasi," kata Pease.

Kendati demikian gangguan terhadap pola perilaku alami adalah hal yang mengkhawatirkan.

Meskipun demikian, ada juga bukti pada beberapa spesies bahwa pencahayaan buatan dapat meningkatkan waktu mencari makan dan kawin serta meningkatkan tingkat kelangsungan hidup anak burung yang baru belajar terbang.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
Kebakaran, Banjir, dan Panas Ekstrem Warnai 2025 akibat Krisis Iklim
LSM/Figur
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
Perdagangan Ikan Global Berpotensi Sebarkan Bahan Kimia Berbahaya, Apa Itu?
LSM/Figur
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
Katak Langka Dilaporkan Menghilang di India, Diduga Korban Fotografi Tak Bertanggungjawab
LSM/Figur
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
Belajar dari Banjir Sumatera, Daerah Harus Siap Hadapi Siklon Tropis Saat Nataru 2026
LSM/Figur
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
KUR UMKM Korban Banjir Sumatera Akan Diputihkan, tapi Ada Syaratnya
Pemerintah
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Kementerian UMKM Sebut Produk China Lebih Disukai Dibanding Produk Indonesia, Ini Sebabnya
Pemerintah
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
Walhi Sebut Banjir Sumatera Bencana yang Direncanakan, Soroti Izin Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
Perubahan Iklim Berpotensi Mengancam Kupu-kupu dan Tanaman
LSM/Figur
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Sepanjang 2025, Bencana Iklim Sebabkan Kerugian hingga Rp 1.800 Triliun
Pemerintah
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
Industri Finansial Dituding Berkontribusi terhadap Bencana di Sumatera
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau