Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lancarkan Ekspor Nikel, Pemerintah Harus Lakukan Lobi ke AS

Kompas.com, 7 April 2025, 19:17 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, mengatakan pemerintah perlu melakukan lobi-lobi politik perdagangan nikel.

Hal ini menyusul keputusan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menaikkan tarif impor kepada negara lain termasuk Indonesia.

"Pertama, pemerintah harus menegosiasi ulang tentang tarif itu (impor). Lobi-lobi politik perdagangan, itu yang utama. Antisipasi kedua bagi para pelaku usaha adalah mencari alternatif lain, negara-negara yang menjadi tujuan ekspor nikel Indonesia," kata Bisman saat dihubungi, Senin (7/4/2025).

Baca juga: Sektor Perikanan RI Bakal Kena Imbas Kenaikan Tarif Impor AS

Negara lain yang bisa disasar pemerintah untuk mengekspor nikel antara lain China, India, maupun negara Eropa. Dengan begitu, nilai ekspor nikel tak seanjlok bila dijual ke pasar Amerika Serikat.

"Saya kira masih besar kebutuhan-kebutuhan nikel di luar Amerika karena Indonesia kan terbesar produksi nikel di dunia," jelas Bisman.

Dia tak memungkiri, perang dagang Trump sangat berpengaruh terhadap ekspor nikel Indonesia. Pasalnya, AS merupakah salah satu negara industri yang menjadi sasaran produk tambang tersebut.

"Kalau misalkan tarifnya itu nanti impornya Amerika dari Indonesia tinggi, barang-barang Indonesia menjadi mahal di Amerika dan itu tidak kompetitif. Akhirnya industri di Amerika akan mencoba mencari alternatif barang-barang lokal," jelas Bisman.

Baca juga: Ekspor Nikel Indonesia Terancam akibat Perang Dagang Trump

"Kalau misalkan untuk menjadi kompetitif resikonya kan harus menurunkan harga," imbuh dia.

Perang dagang Trump juga berimbas pada pengurangan vokume ekspor nikel. Maka dari itu, pemerintah perlu memfasilitasi untuk melakukan negosiasi soal tarif impor tersebut.

Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto akan mengutus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto untuk ke Washington DC, Amerika Serikat. Ia menugaskan Airlangga untuk menegosiasikan tarif impor sebesar 32 persen yang diumumkan oleh Donald Trump.

"Kami terus hubungan, negosiasi. Saya akan kirim Pak Airlangga ke Washington. Kita sudah punya kontak dengan tokoh-tokoh di Washington. Kami akan diskusi. Kita akan negosiasi," ujar Prabowo seperti dikutip dari Kompas.id.

Prabowo mengakui bahwa industri padat karya seperti garmen, sepatu, tekstil, dan furnitur akan menjadi yang paling terdampak. Namun, dia mengatakan bahwa pemerintah akan mencari jalan keluar. Salah satunya dengan mencari pasar baru di luar AS.

Baca juga: AS Naikkan Tarif Impor, Bagaimana Dampaknya ke Industri Hijau?

"Kami akan cari jalan keluar, kita harus berani mencari pasar baru. Kami ini terlalu manja juga, sih," ujar Prabowo.

Ia menyebut, Indonesia harus dapat menjadi negara yang berdiri di atas kaki sendiri.

"Tidak (beretorika), saya dari dulu memperjuangkan, saya sudah sadar, saya sudah mengerti bahwa suatu saat, nobody is going to help us, tidak ada yang akan bantu kita, kecuali diri kita sendiri," tutur dia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar 'Langkah Membumi Ecoground 2025'
Dorong Gaya Hidup Berkelanjutan, Blibli Tiket Action Gelar "Langkah Membumi Ecoground 2025"
Swasta
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
PGE Manfaatkan Panas Bumi untuk Keringkan Kopi hingga Budi Daya Ikan di Gunung
BUMN
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
PBB Ungkap 2025 Jadi Salah Satu dari Tiga Tahun Terpanas Global
Pemerintah
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
Celios: RI Harus Tuntut Utang Pendanaan Iklim Dalam COP30 ke Negara Maju
LSM/Figur
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Kapasitas Tanah Serap Karbon Turun Drastis di 2024
Pemerintah
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
TFFF Resmi Diluncurkan di COP30, Bisakah Lindungi Hutan Tropis Dunia?
Pemerintah
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
COP30: Target Iklim 1,5 Derajat C yang Tak Tercapai adalah Kegagalan Moral
Pemerintah
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
Trend Asia Nilai PLTSa Bukan EBT, Bukan Opsi Tepat Transisi Energi
LSM/Figur
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
4.000 Hektare Lahan di TN Kerinci Seblat Dirambah, Sebagiannya untuk Sawit
Pemerintah
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Muara Laboh Diperluas, Australia Suntik Rp 240 Miliar untuk Geothermal
Pemerintah
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Bisa Suplai Listrik Stabil, Panas Bumi Lebih Tahan Krisis Iklim Ketimbang EBT Lain
Swasta
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
BCA Ajak Penenun Kain Gunakan Pewarna Alami untuk Bidik Pasar Ekspor
Swasta
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Investasi Energi Terbarukan Capai Rp 21,64 Triliun, REC Dinilai Bisa Percepat Balik Modal
Pemerintah
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
PLTP Kamojang Hasilkan 1.326 GWh Listrik, Tekan Emisi 1,22 Juta Ton per Tahun
BUMN
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
Pertamina EP Cepu Dorong Desa Sidorejo Jadi Sentra Pertanian Organik Blora
BUMN
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau