Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Potensi Indonesia Produksi Baterai dari Nikel Dalam Negeri

Kompas.com - 07/04/2025, 18:47 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep), Bisman Bakhtiar, menilai bahwa Indonesia berpotensi memproduksi baterai khususnya untuk electronic vehicle (EV) atau kendaraan listrik dari bahan baku nikel dalam negeri.

Kendati demikian, dia berpandangan harus ada inovasi baru untuk menyaingi produk baterai EV non-nikel yang saat ini dijual di pasaran. Pasalnya industri baterai makin berkembang seiring dengan kecanggihan teknologi.

"Sebenarnya nikel sebagai bahan baku utama baterai masih sangat prospektif dan potensial. Karena ke depan itu trennya kan EV, mobil listrik. Setiap mobil listrik dipastikan membutuhkan baterai," ujar Bisman saat dihubungi, Senin (7/4/2025).

"Pada perkembangannya, teknologi semakin berkembang semakin maju, maka masih dimungkinkan nikel itu masih menjadi bahan baku utama baterai yang punya nilai ekonomis," imbuh dia.

Baca juga: Smelter Emas Freeport di Gresik Akan Produksi 50-60 Ton Emas Per Tahun, Percepat Hilirisasi Mineral Indonesia

Bisman menyebutkan, sejauh ini belum ada baterai yang diproduksi sendiri di Indonesia. Indonesia baru memproduksi berbagai turunan nikel melalui proses hilirisasi antara lain feronikel, nickel pig iron, ni matte, mixed hydroxide precipitate, mixed sulphide precipitate, dan stainless steel.

"Belum (produksi baterai), karena investasi dari misalkan beberapa investor enggak jadi masuk di Indonesia. Jadi sementara ini produk nikel kita hanya sampai ke misalkan ni, feronikel, atau hanya produk pasca smelter. Baterai dalam skala kecil sudah ada, tetapi belum signifikan," tutur Bisman.

Adapun beberapa perusahaan sempat tertarik berinvestasi pada industri nikel di Indonesia namun rencana itu gagal dilakukan. Selain investor, tantangan lainnya ialah teknologi yang paling efisien untuk memproduksi baterai.

Baca juga: Celios Usulkan 16 Langkah Penguatan Hilirisasi Tembaga dan Bauksit

"Tantangan berikutnya yang paling penting adalah ekosistem industri EV, mobil listrik.Industri hulunya misalkan sampai nikel, baja dan sebagainya, terus industri hilirnya sampai mobil listrik, dan itu diproduksi di dalam negeri misalkan itu menjadi luar biasa," papar Bisman.

Diberitakan sebelumnya, program hilirisasi nikel menjadi salah satu fokus utama dalam strategi pembangunan ekonomi nasional yang digagas Presiden ketujuh RI, Joko Widodo, lalu dilanjutkan di era Presiden Prabowo Subianto.

Melalui kebijakan tersebut pemerintah menitikberatkan pada peningkatan nilai tambah sumber daya alam melalui proses pemurnian atau peleburan, alih-alih mengandalkan ekspor bahan baku mentah.

Baca juga: Transisi Energi: 3 Rekomendasi untuk Hilirisasi Nikel Berkelanjutan

Prabowo juga telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional yang diketuai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, sesuai Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 1 Tahun 2025.

Pemerintah akan mendorong 28 komoditas untuk program hilirisasi terutama di sektor perikanan, kehutanan, pertanian, minyak, gas, mineral, dan batu bara.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau