Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/04/2025, 17:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Editor

KOMPAS.com - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyebutkan, kerusakan hutan yang terjadi di Pulau Sumbawa mempercepat erosi lahan dan menyebabkan berbagai bencana alam.

"Itu juga yang memicu kerusakan infrastruktur termasuk properti masyarakat dan sawah-sawah," kata Kepala BPBD NTB Ahmadi dalam pernyataan di Mataram, Jumat (4/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.

Ahmadi mengatakan, vegetasi hutan yang berada di kawasan dengan topografi terjal di Pulau Sumbawa saat ini sudah habis akibat aktivitas berladang jagung.

Baca juga: Hutan Lestari, Solusi Alami Turunkan Suhu Bumi

Perluasan ladang jagung di sana dinilai sangat masif, dari lahan datar tepi laut hingga puncak perbukitan karst.

Ketika musim hujan turun, pohon jagung yang berakar serabut tidak mampu menahan dan menyimpan kelimpahan air hujan. 

Kondisi itulah yang membuat bukit rentan longsor dan sungai-sungai meluap merendam banyak pemukiman penduduk.

"Penanganan kerusakan lahan dengan memberikan alternatif solusi pendekatan ekonomi. Sehingga harus ada komoditas yang setara dengan nilai ekonomi jagung," ucap Ahmadi.

Baca juga: Konservasi Vs Rencana Konversi 20 Juta Hektare Hutan

Dia menambahkan, komoditas kompetitor jagung adalah pohon sengon. Tumbuhan bernama latin Albizia chinensis itu dapat melindungi lereng dan memperbaiki kondisi tanah dengan mengikat nitrogen.

Sengon dapat dipanen saat berusia empat tahun dan bisa ditanam tumpang sari dengan jagung. Lahan seluas satu hektare dapat ditanami hingga 400 pohon sengon.

"Satu batang sengon yang besar nilainya Rp 1 juta. Satu hektar bisa tanam 400 pohon sengon yang artinya saat panen bisa Rp 400 juta," kata Ahmadi.

"Kita tidak bisa terlalu melarang orang, kalau sudah ekonomi orang menjadi militansi. Hal terpenting kita memberikan alternatif solusi," imbuhnya.

Baca juga: Kemenhut: TNI di Kawasan Hutan untuk Upaya Kolaborasi

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, pada Desember 2024 sampai Februari 2025, berbagai wilayah di Pulau Sumbawa mengalami bencana alam berupa longsor dan banjir bandang. Kejadian itu merusak jembatan, jalan, sekolah, sawah, dan rumah-rumah penduduk.

Sejak 2012 sampai sekarang, berbagai bencana hidrometeorologi terus terjadi di Pulau Sumbawa sepanjang tahun terutama saat musim hujan. 

Hutan yang rusak tidak hanya menimbulkan banjir dan longsor, tetapi juga menyebabkan kekeringan ekstrem saat musim kemarau akibat tidak ada tutupan vegetasi yang dapat menampung air dalam waktu lama.

Baca juga: Krisis, Vegetasi Hutan DAS Turun Drastis akibat Pembangunan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau