KOMPAS.com - Sebuah perusahaan asal China mengembangkan prototipe baterai nuklir yang berukuran mini dan memiliki masa pakai yang panjang, dinamakan Zhulong-1.
Baterai tersebut dikembangkan oleh Wuxi Beita Pharmatech Co Ltd yang berbasis di Provinsi Jiangsu. Perusahaan tersebut bekerja sama dengan Northwest Normal University.
Baterai nuklir mengubah energi peluruhan radioaktif menjadi listrik. Mekanisme tersebut sangat berbeda dengan cara kerja baterai kimia konvensional.
Baca juga: Kendaraan Listrik Makin Bertambah, Limbah Baterai Jadi Isu Penting 5 Tahun ke Depan
Zhang Guanghui dari Northwest Normal University mengatakan, inovasi baterai nuklir tersebut terletak pada penggunaan C-14, sebuah isotop radioaktif dengan waktu peluruhan 5.730 tahun.
Komponen tersebut dipasangkan dengan semikonduktor silikon karbida (SiC) untuk menghasilkan daya, sebagaimana dilansir Xinhua, Rabu (12/3/2025).
Saat C-14 meluruh, ia memancarkan partikel beta yang berinteraksi dengan semikonduktor, menghasilkan aliran elektron yang stabil.
Dalam demonstrasi yang dilakukan di laboratorium Wuxi Beita, baterai nuklir tersebut mengalirkan daya listrik ke lampu LED dan menyala sempurna selama hampir empat bulan.
Para peneliti selanjutnya memvalidasi kegunaannya dengan mengintegrasikan baterai dengan chip Bluetooth yang berhasil mengirimkan dan menerima sinyal nirkabel.
Baca juga: Pertama di Indonesia, PLTS dengan Baterai dalam Kontainer Dibangun di Jambi
Baterai tersebut juga dapat beroperasi secara stabil dalam rentang suhu minus 100 derajat celsius hingga 200 derajat celsius.
Di lingkungan ekstrem seperti laut dalam, Antartika, dan ruang angkasa, baterai ini dapat berfungsi sebagai penympan dan penyuplai daya berkelanjutan bebas perawatan.
Baterai ini juga diklaim dapat memungkinkan wahana antariksa antarbintang beroperasi secara konsisten.
Kepadatan energinya 10 kali lebih tinggi daripada baterai lithium-ion komersial dan tingkat degradasi kurang dari 5 persen selama masa pakai yang dirancang selama 50 tahun.
Baterai nuklir diproyeksikan untuk aplikasi di sejumlah sektor seperti perawatan kesehatan, internet of things (IoT), dan eksplorasi ruang angkasa.
Baca juga: Wujudkan Ekonomi Sirkular, Daur Ulang Baterai Kendaraan Listrik Diperlukan
Cai Dinglong, pemimpin proyek baterai tersebut, menyampaikan teknologi tersebut diberi nama Zhulong bukan karena tanpa alasan.
Dalam mitologi China, Zhulong merupakan nama dari dewa naga yang berwarna merah. Dewa naga tersebut melambangkan cahaya dan energi abadi.
Dinglong menuturkan, penamaan Zhulong kepada baterai sangat pas karena mencerminkan pasokan energi yang tahan lama.
Tim peneliti saat ini tengah mengembangkan model generasi kedua, Zhulong-2. Cai berujar upaya pengembangan baterai tersebut akan difokuskan pada pengurangan biaya produksi dan penyusutan ukuran.
"Zhulong-2 diharapkan akan diluncurkan pada akhir tahun ini atau awal tahun depan, dengan ukuran hanya sebesar koin," tutur Chai.
Baca juga: 45 Persen Bahan Baku Baterai Dunia dari Indonesia, tapi Diolah di China
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya