JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Rehabilitasi Mangrove Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Ristianto Pribadi, mencatat bahwa 84.000 hektare mangrove telah direhabilitasi selama lima tahun terakhir.
Sementara, pemerintah menargetkan rehabilitasi mangrove sebesar 600.000 hektare hingga 2024. Ristianto pun mengakui, sektor kehutanan memang belum menjadi program prioritas pemerintah.
“Bahkan tahun ini kami dapat APBN-nya karena penghematan segala macam tinggal 100 hektare (yang direhabilitasi),” ujar Ristianto dalam acara Mobilizing the Mangrove Breaktrough in Indonesia di Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).
Baca juga: Berkat Keterlibatan Aktif Masyarakat, Laju Kerusakan Mangrove di Desa Ini Turun 96 Persen
Oleh sebab itu, menurut dia, pendanaan dari pihak lain termasuk melalui corporate social responsibility (CSR) dibutuhkan untuk menghidupkan kembali ekosistem mangrove. Kerja sama itu harus terlembaga dan teroganisir dengan baik.
“Skema investment saya, daripada punya duit Rp 6 miliar untuk nanem 300 hektare, pendekatannya adalah bagaimana Rp 6 miliar ini untuk sustainable mangrove management,” jelas dia.
Ristianto menyampaikan, 23 persen mangrove dari seluruh dunia tumbuh di Indonesia. Sejauh ini Kemenhut menargetkan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan skema 3 M yakni mempertahankan2,6 juta hektare lahan di dalam kawasan hutan.
Kemudian, meningkatkan 120.000 hektare mangrove sedang maupun mangrove jarang, serta memulihkan lebih dari 300.000 mangrove yang hilang.
Baca juga: Restorasi Lahan Mangrove dan Gambut Dinilai Jadi Solusi Iklim yang Minim “Budget”
“Pekerjaannya mulai dari merencanakan sampai ke pengendalian,” imbuh Ristianto.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni menargetkan penanaman bibit mangrove untuk menutupi luasan 1.500 hektare pada 2025.
Tahun ini Kemenhut berfokus pada empat provinsi yaitu Kalimantan Utara, Riau, Sumatera Utara, dan Kepulauan Riau.
Raja Juli mengatakan, selain mengatasi abrasi, mangrove dapat meningkatkan keanekaragaman hayati, menyerap karbon, dan memiliki peluang ekonomi.
"Tentu wisata akan menimbulkan stimulasi ekonomi yang baik bagi masyarakat lokal, karena hutan terutama mangrove tidak boleh dilihat dari jauh saja, bahwa indah hijau tapi justru menghasilkan bagi masyarakat lokal," ujarnya.
Baca juga: Cegah Abrasi, Restorasi Mangrove di Demak Segera Dilakukan
Raja Juli meyakini, wisata mangrove tidak akan merusak ekosistemnya. Sebab masyarakat lokal yang melindungi sejak awal mengelola langsung dan mendapat manfaat ekonomi dari sana.
"Kalau masyarakat lokalnya tidak diberikan penghasilan dari hutan pasti bisnisnya akan balik lagi dari menanam ke menebang, saya kira akan ketemu logikanya antara ekowisata dan menjaga lingkungan," papar Raja Juli.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya