KOMPAS.com - Sejumlah platform media sosial (medsos), terutama TikTok, diramaikan oleh tren komedi yang mengangkat kesenjangan sosial.
Tren tersebut biasanya memunculkan percakapan singkat yang secara tidak langsung menunjukkan perbedaan kesenjangan sosial.
Percakapan bernada sindiran tentang isu kesenjangan sosial itu dianggap mencerminkan kondisi ketimpangan kehidupan di Indonesia saat ini.
Baca juga: Penyalahgunaan AI Berisiko Perparah Kesenjangan Gender
Lantas, bagaimana kondisi di Indonesia? Kesenjangan di masyarakat biasanya dipotret dalam gini ratio atau koefisien gini yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Koefisien gini adalah ukuran statistik yang digunakan untuk mengukur tingkat ketimpangan tingkat ketimpangan pendapatan secara menyeluruh di suatu populasi.
Nilai dari Koefisien gini adalah 0 hingga 1. Nilai 0 menunjukkan kesetaraan sempurna, artinya semua orang memiliki pendapatan yang sama.
Sedangkan nilai 1 menunjukkan ketimpangan sempurna. Artinya satu orang memiliki seluruh pendapatan sementara yang lain tidak ada sama sekali.
Baca juga: Studi Global: Ada Kesenjangan dalam Kemajuan Menuju SDGs
Menurut data BPS, koefisien gini di Indonesia pada September 2024 mengalami peningkatan bila dibandingkan Maret 2024.
Pada Maret 2024, koefisien gini di Indonesia adalah 0,379. Pada September 2024, angkanya naik menjadi 0,381.
Kenaikan koefisien gini tersebut mengindikasikan bahwa kelompok masyarakat kaya menjadi semakin kaya. Sedangkan kelompok masyarakat miskin menjadi semakin miskin.
Di sisi lain, produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebetulnya cukup besar. Menurut data BPS tahun 2024, PDB per kapita mencapai Rp 78,6 juta atau 4.960,3 dollar AS per tahun.
PDB tersebut membuat Indonesia sebetulnya dikategorikan sebagai negara berpendapatan menengah ke atas.
Baca juga: Transisi Kendaraan Listrik Tak Boleh Tinggalkan Kesenjangan Ekonomi
Dua Statistisi BPS dalam artikelnya di Antara, Lili Retnosari dan Tsuraya Mumtaz, menuliskan, kondisi tersebut mencerminkan bahwa meskipun ekonomi tumbuh, hasilnya tidak terdistribusi secara merata.
"Pertumbuhan yang ada tampaknya lebih berpihak pada mereka yang sudah mapan, sementara masyarakat berpenghasilan rendah masih berjuang untuk sekadar bertahan hidup," tulis Lili dan Tsuraya dikutip dari Antara, 8 Maret 2025.
Kesenjangan terjadi karena laju pengeluaran kelompok terkaya lebih tinggi dibandingkan kelompok masyarakat menengah ke bawah.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya