Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesor IPB Ungkap Pemicu Gagalnya Program Food Estate

Kompas.com, 30 April 2025, 14:00 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar IPB University, Dwi Andreas Santosa, mengungkap perjalanan Food Estate selama lebih dari seperempat abad diiringi dengan kegagalan.

Kegagalan itu antara lain Proyek Lahan Gambut (PLG) seluas 1,4 juta hektare pada 1996, Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) seluas 1,23 juta hektare di 2008, Food Estate Bulungan seluas 300.000 hektare pada 2013, Food Estate Ketapang seluas 100.000 hektare tahun 2013, serta Rice Estate seluas 1,2 juta hektare di 2015.

Menurut Andreas, tantangan program Food Estate salah satunya adalah ketergantungan impor beras yang mencapai 2 juta ton per tahun setelah berakhirnya swasembada beras pada 1993.

Baca juga: Peluang Berhasil Kecil, Hati-hati Buka Lahan Baru untuk Food Estate

Di samping itu, alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian yang masif hingga seluas 1 juta hektare juga menjadi tantangan besar.

“Ketidakberhasilan pemerintah dalam memenuhi empat pilar pengembangan lahan pangan juga mendorong kegagalan Food Estate,” ungkap Andreas dalam keterangannya, Rabu (30/4/2025).

Dia menjelaskan bahwa empat pilar pengembangan lahan tersebut meliputi kelayakan tanah dan agroklimat, kelayakan teknologi, kelayakan infrastruktur serta kelayakan sosial maupun ekonomi.

Andreas menyampaikan, penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan Food Estate harus berlandaskan pada data yang sesuai kondisi di lapangan.

Baca juga: Food Estate Merauke Disebut Berisiko Tingkatkan Emisi

Ia lantas mengusulkan agar perluasan lahan pertanian dari lahan-lahan kecil yang belum termanfaatkan. Langkah ini sangat diperlukan karena konversi lahan pertanian ke non pertanian yang cukup besar.

Kedua, pemerintah perlu penetapan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) khusus pengembangan Food Estate.

“Dari berbagai pertimbangan, eks PLG 1 juta hektare yang paling memenuhi untuk tujuan tersebut,” sebut Andreas.

Kemudian, wilayah-wilayah kecil di bekas PLG yang memenuhi kriteria empat pilar pengembangan lahan pertanian skala luas harus dikembangkan sehingga menjadi titik pengembangan area pertanian di sekitarnya.

Potensi Besar

Sementara itu, Guru Besar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Munif Ghulamahdi, menekankan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki potensi untuk mewujudkan Food Estate.

Baca juga: Usai Diskusi dengan Sejumlah Gubernur, Prabowo Optimistis Indonesia Jadi Lumbung Pangan Dunia

Salah satunya terlihat pada ketersediaan lahan pasang surut seluas 20,1 juta hektare dan 9 juta hektare untuk kegiatan pertanian. Potensi ini dibuktikan dengan keberhasilan kolaborasi academic, business, government, and community (ABGC).

Program tersebut, kata Munif, menghasilkan lahan jagung seluas 50 hektare pada 2023 dan 2024. Proyek yang digarap di lahan pasang surut ini, diproyeksikan bisa mencapai 500 hektare luasan lahan jagung pada 2025.

“Pemanfaatan lahan pasang surut dengan penerapan budidaya jenuh air (BJA) yang terintegrasi menjadi salah satu peluang keberhasilan Food Estate di masa depan,” jelas Munif.

Baca juga: Masyarakat Adat Jadi Kunci Kedaulatan Pangan, RUU Mendesak Disahkan

Dekan Fakultas Pertanian IPB University, Suryo, membeberkan pelaksanaan Food Estate memerlukan pendekatan holistik guna meningkatkan peluang keberhasilannya.Selain itu, terdapat faktor lain seperti soil health, teknologi dan sumber daya manusia.

“Food estate merupakan suatu karya yang besar, program ini tidak cukup apabila berdiri sendiri-sendiri,” kata Suryo.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau