KOMPAS.com - Badan amal pembangunan internasional Christian Aid mendesak negara-negara maju untuk segera mengurangi emisi karbon mereka guna membendung dampak perubahan iklim yang terus meningkat.
Salah satu dampak yang dikhawatirkan ini adalah ancaman yang makin besar terhadap produksi pisang.
Analisis baru yang dirilis oleh Christian Aid menyebut para petani melaporkan bahwa meningkatnya suhu dan hama karena iklim telah merusak tanaman mereka sehingga membahayakan masa depan pisang.
Mengutip Independent, Senin (12/5/2025) laporan menggambarkan secara gamblang bagaimana perubahan iklim dapat menghancurkan wilayah-wilayah penghasil pisang.
Baca juga: FAO: Ada 6.000 Tanaman Pangan, Mirisnya Kita Tergantung pada 9 Jenis
Misalnya, hampir dua pertiga wilayah yang paling cocok untuk budidaya pisang di Amerika Latin dan Karibia dapat hilang pada 2080. Padahal wilayah tersebut menghasilkan sekitar 80 persen ekspor pisang global. Potensi gangguan signifikan terhadap pasar pun bisa terjadi.
Pisang tumbuh dalam kisaran suhu antara 15-35 derajat C tetapi juga sangat sensitif terhadap kekurangan air, yang berarti cuaca yang semakin ekstrem memengaruhi kemampuan tanaman untuk berfotosintesis.
Penyakit seperti fusarium tropical race 4 juga muncul sebagai ancaman yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, yang menyebabkan hilangnya seluruh lahan pertanian di seluruh Amerika Latin.
Berkaitan dengan temuan tersebut, Christian Aid mendesak negara-negara maju untuk segera mengurangi emisi karbon mereka guna membendung dampak perubahan iklim yang semakin besar.
Christian Aid juga menyerukan pendanaan iklim internasional untuk mendukung petani pisang dan masyarakat pertanian agar dapat beradaptasi dengan perubahan iklim.
“Pisang bukan hanya buah favorit di dunia, tetapi juga merupakan makanan pokok bagi jutaan orang," kata Osai Ojigho, direktur kebijakan dan kampanye Christian Aid.
Terganggunya produksi pisang juga bakal mengganggu kehidupan dan mata pencaharian orang-orang.
Konsumen dan bisnis juga didesak untuk memilih pisang yang disertifikasi sebagai Fairtrade, yang memastikan petani dibayar lebih untuk hasil panen mereka.
Baca juga: Kekeringan dan Gelombang Panas Bikin Tanaman Sulit Serap Karbon
“Tanpa harga yang adil, petani pisang tidak akan mampu memenuhi kebutuhan," ungkap Anna Pierides, manajer sumber berkelanjutan senior Yayasan Fairtrade untuk pisang.
Holly Woodward-Davey, koordinator proyek di Banana Link, sebuah organisasi yang bekerja di seluruh rantai pasok pisang menambahkan perlu perubahan mendasar dalam sistem produksi pangan industri, khususnya dalam konteks rantai pasok pisang.
Ia menekankan pula bahwa krisis iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati menuntut adanya inovasi dan pengurangan ketergantungan pada bahan kimia berbahaya yang saat ini menjadi ciri khas produksi pangan skala besar.
“Pemerintah harus terus mengambil tindakan tegas untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melarang bahan kimia paling beracun sambil berinvestasi dalam transisi menuju sistem pangan yang adil, stabil, dan sehat,” katanya.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya