Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Pertiga Emisi Global Ternyata Ulah 10 Persen Orang Terkaya!

Kompas.com, 10 Mei 2025, 14:32 WIB
Monika Novena,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Studi terbaru yang diterbitkan di Nature Climate Change mengungkap fakta mencengangkan: dua pertiga pemanasan global sejak 1990 disebabkan oleh aktivitas dan gaya hidup 10 persen orang terkaya di dunia.

Ini adalah studi pertama yang secara kuantitatif mengaitkan kekayaan pribadi yang terkonsentrasi dengan peningkatan kejadian iklim ekstrem di dunia nyata.

“Kami menghubungkan jejak karbon individu terkaya secara langsung dengan dampak iklim di dunia nyata. Ini adalah pergeseran dari penghitungan karbon menuju akuntabilitas iklim,” kata Sarah Schoengart, ilmuwan ETH Zurich, dikutip dari Science Alert (10/5/2025)

Penelitian ini menggabungkan data ekonomi dan simulasi iklim untuk menunjukkan bagaimana emisi dari kelompok pendapatan tertinggi berkontribusi pada meningkatnya frekuensi dan intensitas bencana iklim seperti gelombang panas, banjir, dan kekeringan.

Para peneliti menekankan bahwa jejak karbon orang kaya bukan hanya berasal dari gaya hidup konsumtif mereka, tetapi juga dari cara mereka menginvestasikan uangnya. Investasi dalam sektor-sektor intensif karbon turut memperbesar kontribusi mereka terhadap emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Energi Bersih Melonjak, tetapi Emisi Karbon Capai Titik Tertinggi

“Upaya mengatasi perubahan iklim akan kurang efektif jika tidak secara khusus menargetkan dan meminta pertanggungjawaban dari kelompok masyarakat terkaya yang memiliki kontribusi emisi terbesar,” kata Carl-Friedrich Schleussner dari International Institute for Applied Systems Analysis.

Salah satu kebijakan yang dinilai lebih adil dan efektif adalah pajak progresif atas kekayaan dan investasi berbasis karbon, dibandingkan pajak karbon biasa yang justru bisa membebani masyarakat berpendapatan rendah.

Meskipun sejumlah negara telah mendorong pajak terhadap super kaya dan korporasi besar, implementasinya berjalan lambat. Tahun lalu, Brasil selaku tuan rumah G20 mengusulkan pajak dua persen atas kekayaan bersih individu dengan aset di atas 1 miliar dolar AS. Namun, tindak lanjut konkret belum terlihat.

Pada 2021, hampir 140 negara sepakat untuk bergerak menuju pajak perusahaan global minimum 15 persen, tetapi pembicaraannya mandek di tengah jalan.

Menurut Forbes, hampir sepertiga miliarder dunia berasal dari Amerika Serikat. Sementara itu, data Oxfam menunjukkan bahwa 1 persen orang terkaya telah mengumpulkan kekayaan baru senilai 42 triliun dolar AS selama 10 tahun terakhir—lebih besar dari gabungan kekayaan 95 persen orang termiskin di dunia.

Baca juga: IMF: AI Dorong Pertumbuhan Ekonomi, Biaya Emisi Karbon Bisa Dikelola

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
SBTi Rilis Peta Jalan untuk Industri Kimia Global
Pemerintah
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Bukan Murka Alam: Melacak Jejak Ecological Tech Crime di Balik Tenggelamnya Sumatra
Pemerintah
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Agroforestri Sawit: Jalan Tengah di Tengah Ancaman Banjir dan Krisis Ekosistem
Pemerintah
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Survei FTSE Russell: Risiko Iklim Jadi Kekhawatiran Mayoritas Investor
Swasta
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Tuntaskan Program KMG-SMK, BNET Academy Dorong Penguatan Kompetensi Guru Vokasi
Swasta
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Harapan Baru, Peneliti Temukan Cara Hutan Tropis Beradaptasi dengan Iklim
Pemerintah
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
Jutaan Hektare Lahan Sawit di Sumatera Berada di Wilayah yang Tak Layak untuk Monokultur
LSM/Figur
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Industri Olahraga Global Bisa Jadi Penggerak Konservasi Satwa Liar
Swasta
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
FAO: Perluasan Lahan Pertanian Tidak Lagi Memungkinkan
Pemerintah
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Banjir Sumatera Disebabkan Kerusakan Hutan, Anggota DPR Ini Minta HGU Ditiadakan
Pemerintah
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
Pupuk Indonesia: Jangan Pertentangkan antara Pupuk Organik dan Kimia
BUMN
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
PLN Kelebihan Pasokan, Proyek WtE Dikhawatirkan Hanya Bakar Uang
LSM/Figur
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Ekonomi Hijau Diprediksi Capai 7 Triliun Dolar AS per Tahun pada 2030
Pemerintah
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Skema Return dan Reuse Disebut Bisa Kurangi Polusi Plastik dalam 15 Tahun
Pemerintah
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
Ketika Anak-anak Muda Mulai Berinisiatif untuk Lestarikan Lingkungan...
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau