Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perusahaan Tambang Nikel Mulai Tergerak Implementasikan "Sustainable Mining"

Kompas.com - 07/05/2025, 19:36 WIB
Bambang P. Jatmiko

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik global dan tuntutan pasar internasional terhadap praktik bisnis berkelanjutan, perusahaan-perusahaan di Indonesia, terutama di sektor pertambangan, didorong untuk memperkuat komitmen terhadap praktik sustainability.

Peneliti Senior The Prakarsa Setyo Budiantoro mengatakan, konflik dagang antara Amerika Serikat dan China justru membuka peluang bagi Indonesia untuk mengambil peran lebih besar di pasar global.

Hal ini dengan catatan, bahwa perusahaan harus mampu memenuhi standar keberlanjutan yang semakin ketat, terutama dari kawasan Eropa.

Baca juga: RI harus Selesaikan Isu Sustainability Agar Produk Nikel Tembus Pasar Negara Maju

“Kalau produk kita tidak sustainable, kita akan terinklusi dari pasar. Kita nggak bisa masuk. Jadi ini bukan hanya soal etika, tapi juga soal daya saing,” ujarnya pekan lalu.

Ia menambahkan, penerapan standar internasional seperti UN Global Compact, IRMA (Initiative for Responsible Mining Assurance), dan pelaporan keberlanjutan melalui OJK maupun Bursa Efek Indonesia, harus menjadi perhatian serius bagi pelaku usaha.

Di sektor pertambangan, proses dari hulu ke hilir—mulai dari eksplorasi, produksi, transportasi, hingga pengelolaan limbah—harus memenuhi standar “responsible mining”.

Setyo mengakui bahwa penerapan praktik keberlanjutan di sektor tambang masih menghadapi tantangan besar. Meski begitu, beberapa perusahaan mulai menapaki jalur yang sejalan dengan implementasi sustainability.

Harita Group dan Vale Indonesia

Berdasarkan catatan, sejumlah perusahaan tambang di Indonesia sudah bersedia diaudit oleh IRMA yaitu Harita Nickel dan Vale Indonesia. Di tambang Harita Nickel, audit dilakukan tidak hanya pada penambangannya, tapi juga pada smelter dan refinery.

Sebagaimana diketahui, dibandingkan dengan standar keberlanjutan lain, IRMA termasuk yang paling sulit ditempuh, paling ketat, serta melalui tahapan panjang dan rigid. Apalagi, anggota Dewan di IRMA termasuk lembaga-lembaga masyarakat sipil yang paling kritis di dunia.

Baca juga: Menilik Potensi Indonesia Produksi Baterai dari Nikel Dalam Negeri

Karena itu, langkah ini dinilai sebagai upaya konkret untuk menjawab tudingan “dirty nickel” terhadap produk nikel Indonesia di pasar global. Sebagaimana diketahui, isu pencemaran air yang dikaitkan dengan operasi tambang nikel beberapa kali muncul. Misalnya, laporan Walhi Sulsel terkait dugaan pencemaran tambang Vale di Kolaka, Sulawesi Tenggara.

Lebih lanjut, Setyo mencontohkan implementasi sustainability juga tampak pada perusahaan di sektor pertanian juga seperti Green Giant Pineapple dan Daya Selaras. Ini menjadi sinyal positif tumbuhnya kesadaran pada aspek sustainability di Indonesia.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau