Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesehatan Ibu Hamil Terancam akibat Krisis Iklim

Kompas.com, 14 Mei 2025, 14:10 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Studi Climate Central mengemukakan, paparan cuaca ekstrem yang dipicu krisis iklim mengancam kesehatan ibu hamil di seluruh dunia.

Studi berjudul Climate Change Increasing Pregnancy Risks Around The World Due to Extreme Heat itu menyebut, paparan suhu tinggi selama kehamilan berkaitan dengan komplikasi hipertensi, diabetes gestasional, morbiditas ibu, rawat inap, kelahiran mati, hingga bayi prematur.

Menurut Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central, Kristina Dahl, suhu panas ekstrem dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan.

“Perubahan iklim memperbanyak hari dengan panas ekstrem dan mempersempit peluang kehamilan sehat, terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas," ujar Kristina dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025).

Baca juga: Krisis Iklim di Afrika, 200 Juta Orang Terancam Kelaparan

"Jika kita tidak menghentikan pembakaran bahan bakar fosil, dampaknya terhadap ibu dan bayi akan terus memburuk," imbuh dia.

Mengacu laporan tersebut, seluruh negara yang dianalisis termasuk Indonesia mengalami peningkatan jumlah hari dengan panas ekstrem yang berisiko bagi kehamilan karena pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas.

Hari dengan panas ekstrem ini terjadi saat suhu maksimum melebihi ambang batas dari suhu historis lokal, yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.

Peneliti mencatat Batam mengalami rata-rata tahunan 46 dari 47 hari dengan panas ekstrem yang berisiko terhadap kehamilan karena krisis iklim.

Baca juga: Picu Krisis Iklim, Metana dari Sampah Harus Segera Diatasi

Lampung, Bogor, Bekasi, Cilacap, dan Depok juga mencatat rata-rata lebih dari 90 persen peningkatan jumlah hari dengan suhu tinggi akibat krisis iklim. Sedangkan Jakarta mengalami peningkatan 79 persen hari dengan panas ekstrem, yakni 19 dari 24 hari.

Dalam lima tahun terakhir, perubahan iklim telah melipatgandakan jumlah hari dengan suhu tinggi yang berisiko selama kehamilan di hampir 90 persen negara dan 63 persen kota di dunia, dibandingkan kondisi tanpa krisis iklim.

Selama periode tersehut, peningkatan terbesar jumlah hari dengan panas ekstrem terjadi di wilayah berkembang dengan akses layanan kesehatan yang terbatas yakni di Karibia, sebagian Amerika Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara, dan Afrika sub-Sahara. Sehingga lebih berisiko bagi ibu hamil.

Baca juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim dalam Kehidupan Sehari-hari

Wilayah-wilayah itu termasuk daerah paling rentan terdampak krisis iklim.

“Cuaca panas ekstrem kini menjadi salah satu ancaman paling mendesak bagi ibu hamil di seluruh dunia, khususnya di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan," ucap dokter spesialis kesehatan perempuan dan pakar dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, Bruce Bekkar.

Menurut dia, mengurangi emisi bahan bakar fosil penting bagi lingkungan sekaligus melindungi ibu dan bayi yang paling berisiko.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Dekan FEM IPB Terima Penghargaan Dean of the Year pada LEAP 2025
Pemerintah
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
Akademisi UI: Produksi Etanol untuk BBM Tak Ganggu Ketersediaan Pangan
LSM/Figur
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
Kata Walhi, RI dan Brasil Kontraproduktif Atasi Krisis Iklim jika Transisi Energi Andalkan Lahan
LSM/Figur
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
BPBD Gelar Modifikasi Cuaca untuk Cegah Banjir di Jabodetabek
Pemerintah
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
Hari Pahlawan dan Pejuang Lingkungan Kita
LSM/Figur
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
Kunjungan Menteri PKP Tegaskan Komitmen Astra Wujudkan Hunian Layak bagi Warga
BrandzView
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Ambisi Iklim Turun, Dunia Gagal Penuhi Perjanjian Paris
Pemerintah
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Mayoritas Penduduk Negara Berpenghasilan Menengah Rasakan Dampak Krisis Iklim
Pemerintah
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
Kebijakan Iklim Dapat Dukungan, Tapi Disinformasi Picu Keraguan
LSM/Figur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
Dampak Perubahan Iklim: Sudah Telat Selamatkan Kopi, Cokelat, dan Anggur
LSM/Figur
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
KLH: Indonesia Darurat Sampah, Tiap Tahun Ciptakan Bantar Gebang Baru
Pemerintah
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Ecoground 2025: Blibli Tiket Action Tunjukkan Cara Seru Hidup Ramah Lingkungan
Swasta
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
BBM E10 Persen Dinilai Aman untuk Mesin dan Lebih Ramah Lingkungan
Pemerintah
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
AGII Dorong Implementasi Standar Keselamatan di Industri Gas
LSM/Figur
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Tak Niat Atasi Krisis Iklim, Pemerintah Bahas Perdagangan Karbon untuk Cari Cuan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau