JAKARTA, KOMPAS.com - Studi Climate Central mengemukakan, paparan cuaca ekstrem yang dipicu krisis iklim mengancam kesehatan ibu hamil di seluruh dunia.
Studi berjudul Climate Change Increasing Pregnancy Risks Around The World Due to Extreme Heat itu menyebut, paparan suhu tinggi selama kehamilan berkaitan dengan komplikasi hipertensi, diabetes gestasional, morbiditas ibu, rawat inap, kelahiran mati, hingga bayi prematur.
Menurut Wakil Presiden Bidang Sains Climate Central, Kristina Dahl, suhu panas ekstrem dapat meningkatkan risiko komplikasi kehamilan.
“Perubahan iklim memperbanyak hari dengan panas ekstrem dan mempersempit peluang kehamilan sehat, terutama di wilayah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas," ujar Kristina dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025).
Baca juga: Krisis Iklim di Afrika, 200 Juta Orang Terancam Kelaparan
"Jika kita tidak menghentikan pembakaran bahan bakar fosil, dampaknya terhadap ibu dan bayi akan terus memburuk," imbuh dia.
Mengacu laporan tersebut, seluruh negara yang dianalisis termasuk Indonesia mengalami peningkatan jumlah hari dengan panas ekstrem yang berisiko bagi kehamilan karena pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak, dan gas.
Hari dengan panas ekstrem ini terjadi saat suhu maksimum melebihi ambang batas dari suhu historis lokal, yang dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur.
Peneliti mencatat Batam mengalami rata-rata tahunan 46 dari 47 hari dengan panas ekstrem yang berisiko terhadap kehamilan karena krisis iklim.
Baca juga: Picu Krisis Iklim, Metana dari Sampah Harus Segera Diatasi
Lampung, Bogor, Bekasi, Cilacap, dan Depok juga mencatat rata-rata lebih dari 90 persen peningkatan jumlah hari dengan suhu tinggi akibat krisis iklim. Sedangkan Jakarta mengalami peningkatan 79 persen hari dengan panas ekstrem, yakni 19 dari 24 hari.
Dalam lima tahun terakhir, perubahan iklim telah melipatgandakan jumlah hari dengan suhu tinggi yang berisiko selama kehamilan di hampir 90 persen negara dan 63 persen kota di dunia, dibandingkan kondisi tanpa krisis iklim.
Selama periode tersehut, peningkatan terbesar jumlah hari dengan panas ekstrem terjadi di wilayah berkembang dengan akses layanan kesehatan yang terbatas yakni di Karibia, sebagian Amerika Tengah dan Selatan, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara, dan Afrika sub-Sahara. Sehingga lebih berisiko bagi ibu hamil.
Baca juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim dalam Kehidupan Sehari-hari
Wilayah-wilayah itu termasuk daerah paling rentan terdampak krisis iklim.
“Cuaca panas ekstrem kini menjadi salah satu ancaman paling mendesak bagi ibu hamil di seluruh dunia, khususnya di daerah dengan akses terbatas ke layanan kesehatan," ucap dokter spesialis kesehatan perempuan dan pakar dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, Bruce Bekkar.
Menurut dia, mengurangi emisi bahan bakar fosil penting bagi lingkungan sekaligus melindungi ibu dan bayi yang paling berisiko.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya