KOMPAS.com- Aktivitas manusia dan perubahan iklim secara bersamaan menyebabkan laguna-laguna pesisir menjadi lebih asin.
Peningkatan salinitas ini kemudian mengubah kehidupan mikroba yang ada di dalamnya serta peran ekologis laguna tersebut dalam ekosistemnya.
Kesimpulan ini didapatkan berdasarkan pada penelitian terbaru dari Universitas Adelaide yang dipublikasikan dalam jurnal Earth-Science Reviews.
Sebagai informasi, laguna pesisir adalah sebuah danau dangkal di dekat laut, dengan sebidang tanah atau pasir yang memisahkannya sebagian besar dari lautan.
Laguna pesisir merupakan ekosistem penting yang menyediakan habitat dan layanan ekosistem, termasuk penyerapan karbon, daur ulang nutrisi, dan mendukung perikanan.
"Dalam kondisi normal, laguna berfungsi sebagai tempat pembibitan ikan dan krustasea, tempat makan yang penting secara internasional bagi burung yang bermigrasi, dan melindungi pantai dari gelombang badai," kata Dr. Chris Keneally, peneliti dari Universitas Adelaide, dikutip dari Phys, Kamis (15/5/2025).
Baca juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim dalam Kehidupan Sehari-hari
"Komposisi mikroba merekalah yang membuat hal ini terjadi, mendaur ulang nutrisi dan mendorong produktivitas tinggi ini, yang memungkinkan beragam tumbuhan dan hewan tumbuh subur," terang Keneally.
Namun musim panas yang panas dan kering yang kita alami dapat sepenuhnya mengubah habitat penting tersebut menjadi lebih asin dan dipenuhi alga, menyebabkan mikroba menjadi kurang beragam dan mikroba yang toleran terhadap garam menjadi lebih dominan.
Akibatnya, proses-proses kunci dalam ekosistem, seperti nitrifikasi, denitrifikasi, dan siklus karbon, menjadi terganggu, yang pada akhirnya mengubah kemampuan laguna dalam menahan nutrisi, mengurai materi organik, dan bahkan meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Kecenderungan peningkatan kadar garam yang ekstrem atau hipersalinitas di laguna-laguna pesisir merupakan fenomena global.
Kondisi tersebut paling sering terjadi di laguna pesisir yang terletak di wilayah kering (arid) dan semi-kering, seperti yang ditemukan di Australia, kawasan Mediterania, dan Teluk Persia.
Bahkan, fenomena hipersalinitas ini mengalami percepatan di Australia selama 40 tahun terakhir.
Peningkatan kadar garam di laguna pesisir dapat disebabkan kombinasi faktor-faktor alami yang diperparah oleh perubahan iklim seperti suhu tinggi, peningkatan penguapan, penurunan curah hujan, dan kenaikan permukaan laut.
Selain itu juga disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti pengalihan air di hulu, urbanisasi dan pembangunan, serta penipisan air tanah.
Dr. Keneally mengatakan kita dapat mengurangi dampak negatif dari aktivitas manusia dan perubahan iklim terhadap laguna pesisir dengan melakukan upaya restorasi aliran air alami.
Baca juga: Curhat Petani Gayo, Produksi Kopi Turun akibat Perubahan Iklim
Ia menjelaskan bahwa dengan mengalokasikan air untuk kebutuhan lingkungan, kita dapat menjaga sirkulasi air di laguna.
Selain itu, limpasan nutrisi yang berlebihan dapat dikurangi melalui beberapa cara, yaitu meningkatkan kualitas fasilitas pengolahan air limbah, membangun kembali lahan basah, dan meningkatkan upaya untuk menahan nutrisi di lahan pertanian di seluruh daerah aliran sungai di seluruh dunia.
"Untuk menahan dampak kekeringan atau kenaikan permukaan laut, kita juga dapat membuka kembali saluran masuk pasang surut yang tertutup untuk meningkatkan pencampuran, atau meningkatkan tutupan vegetasi yang toleran terhadap garam untuk memerangkap sedimen dan memperlambat penguapan." tambah Keneally.
Menangani masalah tingginya kadar garam dan polusi nutrisi di laguna pesisir memberikan manfaat ganda, baik bagi ekosistem laguna itu sendiri maupun bagi kesehatan manusia.
"Kematian ikan merugikan perikanan lokal, ledakan alga dapat menghasilkan racun dan hilangnya lamun dapat melemahkan perlindungan banjir pesisir," kata Dr. Keneally.
sumber https://phys.org/news/2025-05-climate-coastal-lagoons-salty-soup.html
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya