Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1 Miliar Orang Terpapar Asap Kebakaran Hutan Tiap Tahun

Kompas.com, 19 Mei 2025, 16:21 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber Guardian

KOMPAS.com - Studi baru yang dipublikasikan di jurnal Science Advances mengungkapkan asap yang berasal dari kebakaran hutan telah mencemari rumah lebih dari satu miliar orang per tahun selama dua dekade terakhir.

Studi baru menemukan bahwa, bahkan dengan pintu dan jendela yang tertutup, konsentrasi polusi kebakaran hutan yang berada dalam ruangan bisa mencapai hampir tiga kali lebih tinggi daripada hari-hari normal.

Krisis iklim telah meningkatkan risiko kebakaran hutan dengan meningkatkan intensitas gelombang panas dan kekeringan. Hal tersebut menjadikan asap kebakaran sebagai masalah global mendesak yang harus diselesaikan.

Pasalnya, partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh kebakaran hutan itu dapat terbawa jarak hingga ribuan kilometer dan diketahui lebih beracun daripada polusi udara perkotaan.

Sementara polusi kebakaran hutan telah dikaitan dengan kematian dini, penyakit jantung, pernapasan buruk serta kelahiran prematur.

Baca juga: Antisipasi Kebakaran Hutan saat Kemarau, Kemenhut Kerahkan Tim Patroli

Penelitian sebelumnya telah menganalisis paparan asap kebakaran hutan di luar ruangan.

Tetapi pada kenyataannya orang-orang lebih memilih menghabiskan sebagian besar waktu mereka di dalam ruangan, terutama saat mencari perlindungan dari kebakaran hutan.

Analisis studi baru ini pun menjadi studi global pertama mengenai lonjakan polusi kebakaran hutan yang terjadi di dalam ruangan.

“Bahkan ketika pintu dan jendela ditutup, orang-orang yang tetap berada di dalam ruangan masih sangat terpengaruh oleh polusi kebakaran hutan,” kata Dongjia Han, dari Universitas Tsinghua di Beijing.

“Akibatnya, ada kebutuhan mendesak untuk tindakan yang lebih efektif untuk mengurangi paparan partikel kebakaran hutan dalam ruangan,” katanya lagi, dikutip dari Guardian, Senin (19/5/2025).

Dalam studinya, peneliti menggunakan kumpulan data polusi kebakaran hutan berdasarkan pengamatan satelit terhadap kebakaran, untuk memodelkan paparan dalam ruangan di seluruh dunia dari tahun 2003 hingga 2022.

Penelitian ini didasarkan pada analisis sebelumnya tentang polusi kebakaran hutan dalam ruangan di Amerika Utara, Australia, dan Asia Tenggara yang menemukan peningkatan tajam dalam tingkat partikel.

Hasilnya, peneliti menemukan bahwa lebih dari 1 miliar orang per tahun mengalami setidaknya satu hari di mana tingkat partikel dalam ruangan berada di atas batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dengan kebakaran hutan bertanggung jawab atas setidaknya setengah dari polusi tersebut.

Menurut studi pula, paparan terbesar polusi asap kebakaran hutan di dalam ruangan terjadi di Amerika Selatan dan Afrika Tengah, diikuti oleh pantai barat Amerika Utara, Australia barat laut, dan Asia utara dan tenggara.

Polusi asap kebakaran dalam di ruangan ini sebenarnya dapat dikurangi menggunakan pembersih udara dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada kerusakan kesehatan yang disebabkan oleh polusi.

Studi juga memperkirakan berapa banyak yang diperlukan untuk menurunkan tingkat polusi dalam ruangan jauh di bawah pedoman WHO menggunakan pembersih udara.

“Hasil ini menunjukkan bahwa investasi sederhana dalam pembersih udara dapat menghasilkan manfaat ekonomi dan kesehatan yang substansial selama musim kebakaran hutan,” kata para ilmuwan.

Baca juga: Waspada Meningkatnya Kebakaran Hutan dan Lahan

Akan tetapi peneliti mencatat bahwa biaya untuk membeli, memelihara, dan mengoperasikan pembersih akan mencapai ratusan dolar setahun per rumah tangga.

Sehingga orang paling terdampak yang tinggal di negara-negara miskin dan akan membutuhkan bantuan untuk membeli peralatan tersebut. Pasalnya, biaya tahunan pembersih udara lebih besar daripada pendapatan tahunan rata-rata.

“Hal ini memberikan bukti kuat tentang ketidakadilan iklim. Oleh karena itu, dukungan pemerintah diperlukan untuk mempersempit kesenjangan," kata peneliti lagi.

Sementara langkah-langkah lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi paparan antara lain dengan mengenakan masker wajah, merelokasi orang-orang yang rentan jauh dari api, dan membuat bangunan lebih kedap udara.

“Ketika kebakaran hutan terus meningkat karena perubahan iklim, mengurangi paparan asap kebakaran hutan di dalam ruangan telah menjadi masalah global yang mendesak yang melampaui tindakan individu dan membutuhkan solusi yang komprehensif dan didorong oleh kebijakan,” ungkap Yifang Zhu, dari University of California, Los Angeles yang tak terlibat dalam studi ini.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
Tren Global Rendah Emisi, Indonesia Bisa Kalah Saing Jika Tak Segera Pensiunkan PLTU
LSM/Figur
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
JSI Hadirkan Ruang Publik Hijau untuk Kampanye Anti Kekerasan Berbasis Gender
Swasta
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Dampak Panas Ekstrem di Tempat Kerja, Tak Hanya Bikin Produktivitas Turun
Pemerintah
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
BMW Tetapkan Target Iklim Baru untuk 2035
Pemerintah
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
Lebih dari Sekadar Musikal, Jemari Hidupkan Harapan Baru bagi Komunitas Tuli pada Hari Disabilitas Internasional
LSM/Figur
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Material Berkelanjutan Bakal Diterapkan di Hunian Bersubsidi
Pemerintah
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Banjir Sumatera: Alarm Keras Tata Ruang yang Diabaikan
Pemerintah
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Banjir Sumatera, Penyelidikan Hulu DAS Tapanuli Soroti 12 Subyek Hukum
Pemerintah
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Banjir Sumatera, KLH Setop Operasional 3 Perusahaan untuk Sementara
Pemerintah
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
Berkomitmen Sejahterakan Umat, BSI Maslahat Raih 2 Penghargaan Zakat Award 2025
BUMN
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Veronica Tan Bongkar Penyebab Pekerja Migran Masih Rentan TPPO
Pemerintah
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
Mengapa Sumatera Barat Terdampak Siklon Tropis Senyar Meski Jauh? Ini Penjelasan Pakar
LSM/Figur
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Ambisi Indonesia Punya Geopark Terbanyak di Dunia, Bisa Cegah Banjir Terulang
Pemerintah
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Saat Hutan Hilang, SDGs Tak Lagi Relevan
Pemerintah
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
Ekspansi Sawit Picu Banjir Sumatera, Mandatori B50 Perlu Dikaji Ulang
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau