Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BRIN: Perubahan Iklim Picu Peningkatan Sebaran Penyakit Menular

Kompas.com - 19/05/2025, 19:32 WIB
Zintan Prihatini,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan, perubahan iklim memicu peningkatan berbagai penyakit menular.

Kenaikan suhu udara, melonjaknya intensitas cuaca ekstrem, hingga penurunan kualitas air menjadi faktor meningkatnya kasus tuberkulosis (TB).

Peneliti Pusat Riset Sains Data dan Informasi (PRSDI) BRIN, Dianadewi Riswantini, menjelaskan perubahan iklim berkontribusi terhadap penyebaran TB di Jawa Barat.

“Studi Climate Epidemiology yang kami lakukan bertujuan untuk memahami, merencanakan, dan mencegah berbagai dampak perubahan iklim," ujar Dianadewi dalam keterangannya, Senin (19/5/2025).

Baca juga: Perempuan, Masyarakat Adat, dan Pemuda Jadi Bagian dari Iklim

"Selain itu, hasilnya diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam mengantisipasi risiko kesehatan dan menyusun strategi adaptasi untuk melindungi kesejahteraan masyarakat,” jelas dia.

Menurut Diana, berubahnya ekologi vektor akibat krisis iklim dapat menyebabkan peningkatan penyakit dari nyamuk antara lain malaria, demam berdarah dengue, dan chikungunya. Selain itu, perubahan cuaca ekstrem berpotensi menimbulkan gangguan pernapasan seperti asma ataupun alergi.

"Dampak lain dari perubahan iklim juga menyebabkan penyakit, seperti tifus, kolera, diare, serta gangguan gizi," tutur Diana.

Paparan panas ekstrem juga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke yang berpotensi mengakibatkan kematian. Di samping itu, kondisi lingkungan yang tidak stabil turut memengaruhi kesehatan mental masyarakat.

Baca juga: Kesehatan Ibu Hamil Terancam akibat Krisis Iklim

Dalam riset Potential Risk of New Tuberculosis Cases in West Java, tim peneliti melakukan analisis risiko spasial dan temporal terhadap sebaran kasus TB baru di wilayah tersebut. Penelitian menggunakan data dari 2019-2022 milik BPJS, BPS Jawa Barat, Open Data, serta data iklim dari Copernicus Climate.

Hasilnya menunjukkan, Kabupaten Karawang, Majalengka, serta Kuningan memiliki interaksi spasio-temporal yang kuat terhadap penyebaran TB. Artinya, kasus baru meningkat secara signifikan dalam dimensi ruang dan waktu.

Sementara, wilayah Bogor, Sukabumi, Karawang, dan Bandung secara konsisten menunjukkan tingkat risiko relatif tinggi, dengan nilai risiko berkisar antara 1-15.

Diana menyebut, tim melanjutkan penelitian dengan memetakan faktor yang berpengaruh terhadap kasus TB.

Melalui metode analisis statistik peneliti mengidentifikasi variabel signifikan berupa curah hujan harian, kelembapan udara, kepadatan penduduk, proporsi rumah tangga yang memiliki akses terhadap air bersih dan sanitasi layak, tingkat kemiskinan, serta partisipasi masyarakat dalam angkatan kerja.

Baca juga: Dampak Nyata Perubahan Iklim dalam Kehidupan Sehari-hari

“Dengan pendekatan ini, kami berharap dapat memberikan masukan berbasis data kepada pemerintah daerah, khususnya dalam menetapkan prioritas wilayah intervensi kesehatan dan strategi adaptasi terhadap dampak perubahan iklim,” tambah Diana.

Dia menuturkan, selain tuberkulosis pendekatan serupa relevan untuk mengkaji penyebaran penyakit yang dipengaruhi oleh perubahan iklim seperti demam berdarah, malaria, hingga gangguan pernapasan.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
Harapan Orangutan di Tengah Ancaman Kepunahan: Sains, Politik, Publik
LSM/Figur
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pulau untuk Dijaga, Bukan Dijual: Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan
Pemerintah
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
GAPKI Gandeng IPOSS untuk Perkuat Sawit Indonesia di Tingkat Dunia
Swasta
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Bioteknologi Jagung, Peluang Indonesia Jawab Masalah Ketahan Pangan
Swasta
Peluang 'Green Jobs' di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
Peluang "Green Jobs" di Indonesia Besar, tapi Produktivitas SDM Masih Rendah
LSM/Figur
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
IEA Prediksi Penurunan Permintaan Minyak Global Mulai 2030
Pemerintah
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
PGN Perluas Akses Internet di Lingkungan Kampus Unsri
BUMN
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
Peta Baru Ungkap 195 Juta Hektar Lahan Potensial untuk Perbaikan Hutan
LSM/Figur
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
Mata dari Langit: Bagaimana Penginderaan Jauh Bantu Selamatkan Bumi?
LSM/Figur
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
16 Sistem Penambatan Bakal Dipasang untuk Jaga Terumbu Karang Raja Ampat
Pemerintah
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Picu Kerusakan Lingkungan, 2 Perusahaan Tambang Didenda Rp 47 Miliar
Pemerintah
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Peringati HUT Ke-47, Pasar Modal Indonesia Serahkan Bantuan Ambulans untuk Masyarakat Papua
Swasta
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Satu Prompt ChatGPT Konsumsi Setengah Liter Air Bersih
Swasta
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Pemerintah
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
Menelusuri Jejak Kayu Ilegal lewat Forensik DNA, Harapan Baru dalam Penegakan Hukum Kehutanan
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau