KOMPAS.com - Studi yang dilakukan peneliti London School of Economics dan Institute of Polytechnique de Paris menemukan, laki-laki menghasilkan emisi yang jauh lebih banyak daripada perempuan.
Bahkan setelah disesuaikan dengan pendapatan, jenis pekerjaan, dan jumlah anggota rumah tangga, kesenjangan sebesar 18 persen tetap ada.
Hal tersebut terungkap setelah peneliti mempelajari lebih dari 15.000 orang untuk menganalisis bagaimana gender membentuk apa yang kita makan, bagaimana kita bergerak, dan seberapa banyak kita mencemari lingkungan.
Mengutip Independent, Senin (19/5/2025) penyebab terbesar di balik emisi yang jauh lebih tinggi itu adalah pilihan laki-laki dalam hal makanan dan transportasi, dua sektor yang paling berpolusi.
Baca juga: Briket Kelapa Dorong Perubahan: Dapur Bersih, Beban Perempuan Ringan
Menurut studi pilihan laki-laki untuk mengonsumsi daging merah dan menggunakan mobil menghasilkan emisi karbon 26 persen lebih tinggi daripada perempuan.
Para peneliti menemukan bahwa kedua pilihan gaya hidup ini saja menjelaskan hampir semua kesenjangan yang tersisa setelah memperhitungkan perbedaan biologis dan sosial ekonomi.
Daging merah, misalnya, hanya menyumbang 13 persen dari jejak makanan rata-rata tetapi menyumbang 70 persen dari perbedaan emisi antara laki-laki dan perempuan.
Mobil bertanggung jawab atas seluruh kesenjangan emisi transportasi, di mana laki-laki lebih cenderung mengemudi sendiri dan menggunakan kendaraan yang lebih berpolusi.
Sementara itu, pada laki-laki dan perempuan lajang, di mana faktor-faktor seperti peran rumah tangga atau pengasuhan anak tidak berperan, kesenjangan emisi terkait makanan lebih lebar daripada yang berpasangan sedangkan kesenjangan transportasi lebih kecil.
Lebih lanjut, studi ini pun menunjukkan adanya hubungan budaya yang sudah berlangsung lama antara maskulinitas dan barang-barang beremisi tinggi.
Baca juga: Perempuan, Masyarakat Adat, dan Pemuda Jadi Bagian dari Iklim
Studi juga dapat membantu menjelaskan tidak hanya pola konsumsi, tetapi juga kesenjangan kepedulian terhadap iklim yang semakin besar antara laki-laki dan perempuan.
Studi baru ini juga menantang gagasan bahwa pendapatan menjelaskan siapa yang paling banyak mencemari lingkungan.
Faktanya, kesenjangan emisi antara laki-laki dan perempuan setara dengan kesenjangan antara kelompok berpenghasilan tinggi dan berpenghasilan rendah di sektor yang sama.
Sementara laki-laki cenderung mengeluarkan lebih banyak emisi, studi menunjukkan bahwa perempuan lebih mungkin menderita konsekuensi dari kerusakan iklim, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah di mana mereka memiliki lebih sedikit akses ke sumber daya, hak atas tanah yang terbatas, atau sedikit kekuatan pengambilan keputusan selama krisis.
Menurut PBB, perempuan dan anak-anak memiliki kemungkinan 14 kali lebih besar untuk meninggal selama bencana terkait iklim.
Mereka juga merupakan sekitar 70 persen dari orang-orang yang mengungsi akibat bencana tersebut karena faktor-faktor seperti peran sebagai pengasuh, mobilitas yang lebih rendah, dan akses yang terbatas ke sumber daya.
Baca juga: Kilang Methanol Hijau Pertama di Dunia Beroperasi, Siap Kurangi Emisi Pelayaran
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya