Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DBD Masih Jadi PR di Indonesia, Nyamuk Dengue Perlu Dikendalikan

Kompas.com - 14/05/2024, 09:00 WIB
Faqihah Muharroroh Itsnaini,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Demam berdarah dengue (DBD) merupakan salah satu permasalahan kesehatan dunia. Khususnya di negara-negara tropis dengan aedes aegypti sebagai vektor (hewan penular). 

Spesies ini populer karena selain dengue, juga membawa beberapa penyakit lain seperti chikungunya, yellow fever, dan zika.

Professor School of Life Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) Intan Ahmad mengungkapkan penyakit DBD di Indonesia pertama kali ditemukan pada 1968 di pulau Jawa.

Baca juga: Kemenkes: Perubahan Iklim Sebabkan Kasus DBD Naik di RI

Ia menyebut situasi kasus DBD di Indonesia dari tahun 1968 hingga 2024 mengalami fluktuasi. Namun, kasus kematiannya termasuk cukup tinggi. 

"Situasi hingga saat ini masih fluktuatif, meski sudah dilakukan pengendalian vektor dengan berbagai cara atau metode," ujar Ahmad saat Webinar Nasional Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis bertajuk “Perkembangan Terkini Pengendalian Vektor Dengue di Indonesia”, Rabu (8/5/2024).

Meski berbagai upaya pengendalian sudah dilakukan, tetapi populasi nyamuk tetap tinggi dan dengue tetap menjadi masalah yang serius. 

Sejak 1970, beberapa metode pengendalian telah dilakukan, antara lain insektisida yakni fogging, ULV, residual, larvasida. Lalu, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) hingga menguras, menutup, dan mengubur (3M). Namun, kasus DBD masih tinggi karena sejumlah faktor. 

Baca juga: Ada 60.296 Kasus DBD dan 455 Kematian, Ini 5 Wilayah Tertinggi

"Kita dikaruniai tinggal di daerah tropis. Sehingga iklim lembap dan banyak hujan, ini amat ideal untuk nyamuk," imbuh Ahmad. 

Tantangan lain, termasuk banyaknya pulau sehingga sulit diberantas. Lalu urbanisasi, waste management kurang baik, kepadatan permukiman, banyak air tergenang, hingga kurangnya kepedulian dan partisipasi masyarakat. 

Pengendalian dengue

Sementara itu, Peneliti Ahli Muda, Kelompok Riset Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis pada Manusia Pusat Riset Kesehatan Masyarakat dan Gizi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Beni Ernawan menyebut ada dua cara mengendalikan dengue.

Pertama adalah desain vaksin atau obat. Kemudian kedua, dengan pengendalian vektor atau nyamuk.

Baca juga: Waspada DBD Meski Cuaca Panas Akibat Fenomena El Nino

Untuk vaksinasi, saat ini sudah ada beberapa kandidat vaksin, namun masih dalam tahap uji-uji efikasi dan belum digunakan secara luas.

Sehingga, pengendalian vektor atau nyamuk masih merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan.

Beni menyebut, pengendalian dengue mengacu pada stranas pengendalian dengue tahun 2021-2025. Serta, banyak metode yang harus bersinergi mulai dari manajemen survilens, pelibatan masyarakat, manajemen vektor, hingga akses tata laksana denguenya.

‘’Komitmen dari semua stakeholder dan tentunya kami sebagai peneliti harus berkontribusi tentang pengembangan kajian metode yang efektif dalam mengendalikan dengue salah satunya yaitu pengendalian teknik serangga mandul (TSM),’’ beber Beni. 

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Dekarbonisasi Baja dan Logam, Uni Eropa Luncurkan Rencana Aksi

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau