JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan ekosistem mangrove dan gambut di Kalimantan Barat menjadi salah satu kunci untuk memangkas emisi karbon.
Langkah ini sejalan dengan upaya mitigasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang menjadi tantangan di daerah tersebut. Hanif turut mencatat, pengelolaan kawasan gambut di 800 desa se-Indonesia masih membutuhkan perhatian khusus.
“Kawasan gambut di Kalimantan Barat mencakup sekitar 2,4 juta hektar, memegang peranan besar dalam menyerap karbon dioksida," ujar Hanif dalam keterangannya, Selasa (20/5/2025).
Baca juga: Mangrove Rusak, Populasi Udang Galah di Curiak Menurun
"Oleh karena itu, pengelolaan gambut dan mangrove yang berkelanjutan sangat vital untuk mendukung pencapaian target pengurangan emisi karbon Indonesia," imbuh dia.
Menurut Hanif, desa juga harus didorong untuk segera mendapatkan sertifikat penyerapan emisi karbon guna meningkatkan nilai ekonomi bagi masyarakat setempat.
Dia lantas menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat, sektor swasta, serta akademisi untuk menjaga kelestarian mangrove dan gambut.
"Sektor swasta, terutama sektor perkebunan kelapa sawit khususnya yang beroperasi di daerah gambut diharapkan turut serta dalam mendukung program ini. Salah satunya melalui sertifikasi penyerapan karbon yang bernilai ekonomi," tutur Hanif.
Baca juga: 3.207 Hektare Lahan Gambut dan Tanah Mineral Kebakaran hingga April 2025
Dia lantas meminta masyarakat berperan aktif dalam pemulihan maupun perawatan ekosistem gambut dan mangrove, melalui program Desa Mandiri Peduli Gambut.
“Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian alam, sekaligus mengurangi dampak kebakaran hutan dan lahan,” jelas dia.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Rehabilitasi Mangrove Kementerian Kehutanan, Ristianto Pribadi, menyebutkan bahwa 84.000 hektare mangrove telah direhabilitasi selama lima tahun terakhir.
Sementara, pemerintah menargetkan rehabilitasi mangrove mencapai 600.000 hektare hingga 2024. Ristianto mengakui, sektor kehutanan belum menjadi program prioritas pemerintah.
“Bahkan tahun ini kami dapat APBN-nya karena penghematan segala macam tinggal 100 hektare (yang direhabilitasi),” kata Ristianto dalam acara Mobilizing the Mangrove Breaktrough in Indonesia di Jakarta Pusat, Rabu (16/4/2025).
Dia berpandangan, pendanaan dari pihak lain termasuk melalui corporate social responsibility (CSR) dibutuhkan untuk menghidupkan kembali ekosistem mangrove. Kerja sama itu pun harus terlembaga dan teroganisir dengan baik.
Baca juga: Mangrove Rumah bagi 700 Miliar Satwa Komersial, Kerusakannya Picu Krisis
“Skema investment saya, daripada punya duit Rp 6 miliar untuk nanem 300 hektare, pendekatannya adalah bagaimana Rp 6 miliar ini untuk sustainable mangrove management,” papar Ristianto.
Sejauh ini Kemenhut menargetkan rehabilitasi ekosistem mangrove dengan skema 3 M yakni mempertahankan 2,6 juta hektare lahan di dalam kawasan hutan.
Kemudian, meningkatkan 120.000 hektare mangrove sedang maupun mangrove jarang, serta memulihkan lebih dari 300.000 mangrove yang hilang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya