Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia, Pantai Tak Terkelola dan Nelayan Tak Berdaya

Kompas.com - 26/08/2025, 08:15 WIB
Manda Firmansyah,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

"Banyak nelayan ketika datang melaut itu kebingungan untuk menjual ikan, karena para pengepul yang ada banyak yang sudah penuh ikannya. Kalau tahun lalu sampai ada yang dibuang ikan jaket yang harganya 1 kilo itu Rp47.000. Ada 1 ton lebih kalau enggak salah yang dibuang itu," ucapnya.

Pengepul Ikan yang Punya Kuasa

Yang mengolah ikan hasil tangkapan bukanlah nelayan Pulau Masalembu sendiri, melainkan pengepul.

Para pengepul menjual hasil tangkapan nelayan ke Kalimantan sebagai produk ikan pindang dan ikan asin. Para pengepul juga mengolah hasil tangkapan ikan nelayan menjadi campuran tepung ikan untuk dijual ke Muncar, Banyuwangi.

Menurut Haerul, hasil tangkapan nelayan Pulau Masalembu sesungguhnya bisa diolah untuk dijadikan kerupuk, amplang, maupun abon, untuk kemudian dipasarkan ke Sumenep dan Surabaya.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan pelatihan dan pendampingan kepada nelayan terkait pengolahan hasil laut, pengemasan produk, dan strategi pemasaran

"Negara harus punya peran untuk melatih dan mengembangkan kapasitas nelayan, tidak hanya di sektor penangkapan ikan, tapi setelah melakukan penangkapan ikan. Misalnya di kelompok nelayan perempuan di daerah Demak yang produksi bahan makanan dari bahan dasar ikan, dikemas gitu," ujar Haerul.

Selain itu, pengelolaan potensi sektor kelautan dan perikanan di Pulau Masalembu juga terhambat ketiadaan listrik. Kata dia, nelayan di Pulau Masalembu mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk penerangan.

Ketiadaan listrik berdampak pada nelayan, yang kesulitan mengawetkan hasil tangkapan. Nelayan yang menangkap ikan pada sore atau malam hari terpaksa membeli es batu.

Ketiadaan listrik juga menyebabkan nelayan tidak dapat mengolah ikan hasil tangkapannya dan hanya menjualnya keesokan harinya.

Krisis Iklim

Haerul mengatakan, penggunaan PLTS oleh nelayan di Masalembu sebenarnya atas pertimbangan efisiensi biaya, bukan kesadaran untuk mengurangi dampak krisis iklim yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka.

“Kami enggak pernah berpikir bahwa itu ramah lingkungan dan untuk mengurangi soal krisis iklim,” ucapnya.

Menurut Haerul, kebanyakan nelayan di Masalembu tidak memahami dampak krisis iklim. Namun, nelayan di Masalembu merasakan dampak krisis iklim seperti angin datang dari barat, padahal semestinya masih musim angin timur.

"Musim angin timur tiba-tiba hujan, anginnya dari barat beberapa hari lalu, sehingga luput di luar atau di luar prediksi nelayan pada umumnya ya.

Karena kalau nelayan-nelayan yang terdahulu itu bisa menggunakan alam sebagai tanda, misalkan bintang. (Lalu, nelayan pernah terkejut) harusnya ini musim ikan A, tiba-tiba kok lama, tidak ada," tutur Haerul.

 

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dukung Masa Depan Energi Indonesia, Baker Hughes Teken Kontrak 90 Bulan dengan BP
Dukung Masa Depan Energi Indonesia, Baker Hughes Teken Kontrak 90 Bulan dengan BP
Swasta
Kebakaran Lahan di Rinjani, 70 Hektare Lahan Rusak
Kebakaran Lahan di Rinjani, 70 Hektare Lahan Rusak
Pemerintah
Ketegangan Politik Global Seharusnya Picu Transisi Energi, Kenapa Indonesia Masih Impor?
Ketegangan Politik Global Seharusnya Picu Transisi Energi, Kenapa Indonesia Masih Impor?
LSM/Figur
Di 'Segitiga Bermuda-nya' Indonesia, Pantai Tak Terkelola dan Nelayan Tak Berdaya
Di "Segitiga Bermuda-nya" Indonesia, Pantai Tak Terkelola dan Nelayan Tak Berdaya
LSM/Figur
Akademisi: Program Hilirisasi Mineral Tetap Bisa Jaga Kelestarian Alam Indonesia
Akademisi: Program Hilirisasi Mineral Tetap Bisa Jaga Kelestarian Alam Indonesia
BUMN
Otorita Pengelola Pantura Jawa Fokus Bangun Tanggul Laut untuk Jaga Ekosistem Pesisir
Otorita Pengelola Pantura Jawa Fokus Bangun Tanggul Laut untuk Jaga Ekosistem Pesisir
Pemerintah
4 Ha TN Lore Lindu Rusak karena Ditambang, Pelaku terancam 10 Tahun Penjara
4 Ha TN Lore Lindu Rusak karena Ditambang, Pelaku terancam 10 Tahun Penjara
Pemerintah
Kemenhut Pastikan Belum Ada Izin Pemanfaatan Hutan di Pulau Sipora Mentawai
Kemenhut Pastikan Belum Ada Izin Pemanfaatan Hutan di Pulau Sipora Mentawai
Pemerintah
Kebakaran Hutan di Uni Eropa Capai Level Terburuk Sepanjang Sejarah
Kebakaran Hutan di Uni Eropa Capai Level Terburuk Sepanjang Sejarah
Pemerintah
Krisis Iklim Tingkatkan Kasus Kecelakaan di Laut dan Perburuk Kehidupan Nelayan
Krisis Iklim Tingkatkan Kasus Kecelakaan di Laut dan Perburuk Kehidupan Nelayan
LSM/Figur
Demi Capai Target Emisi, China Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Demi Capai Target Emisi, China Bangun PLTS Terbesar di Dunia
Pemerintah
Krisis Iklim Jadi Tantangan Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Sigi
Krisis Iklim Jadi Tantangan Pengembangan Ekonomi Hijau di Kabupaten Sigi
Pemerintah
Perdagangan Karbon Belum Bergairah, Padahal Butuh Rp 4.000 T untuk Pangkas Emisi
Perdagangan Karbon Belum Bergairah, Padahal Butuh Rp 4.000 T untuk Pangkas Emisi
Pemerintah
Survei: Publik di Negara Berkembang Lebih Percaya Ilmuwan Jadi Sumber Informasi Iklim
Survei: Publik di Negara Berkembang Lebih Percaya Ilmuwan Jadi Sumber Informasi Iklim
Pemerintah
Inovasi Baru, Ilmuwan Bikin Alat untuk Perkirakan Dampak Sosial Kekeringan
Inovasi Baru, Ilmuwan Bikin Alat untuk Perkirakan Dampak Sosial Kekeringan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau