Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laporan WMO: Sumber Air Dunia Terancam, Kekeringan dan Banjir Kian Parah

Kompas.com, 25 September 2025, 07:04 WIB
Monika Novena,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Laporan State of Global Water Resources 2024 dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengungkapkan siklus air di planet ini makin tidak berimbang.

Laporan ini juga memberi peringatan tentang cuaca ekstrem yang makin intensif di Asia dan Asia Tenggara, di mana kekeringan, banjir, dan siklon tropis telah mengacaukan ekonomi, sistem pangan, dan kehidupan masyarakat.

Secara global, hanya sekitar sepertiga DAS yang mengalami kondisi hidrologis "normal" tahun lalu, sementara hampir 60 persen berganti-ganti ke kondisi ekstrem.

Sederhananya, dua pertiga sungai di dunia sekarang berganti-ganti antara banjir dan kekeringan, sebuah pertanda siklus air yang makin sulit diprediksi.

"Air menopang masyarakat kita, menggerakkan perekonomian kita, dan menjadi penopang ekosistem kita. Namun, sumber daya air dunia berada di bawah tekanan yang semakin besar, dan pada saat yang sama, bencana terkait air yang lebih ekstrem memiliki dampak yang terus meningkat terhadap kehidupan dan mata pencaharian," kata Celeste Saulo, sekretaris jenderal WMO, melansir Eco Business, Rabu (24/9/2025).

Baca juga: Konsistennya Warga Badui Jaga Kawasan Hutan dan sumber mata air

UN Water memperkirakan bahwa saat ini 3,6 miliar orang telah menghadapi masalah akses air yang tidak memadai setidaknya satu bulan setiap tahun. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 5 miliar pada tahun 2050.

Dunia juga masih jauh dari target untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 6 (SDG 6) yang berkaitan dengan air bersih dan sanitasi pada tahun 2030.

Lebih lanjut, pada tahun 2024, wilayah Asia dan Pasifik adalah wilayah di dunia yang paling banyak dilanda bencana akibat cuaca, iklim, dan bahaya terkait air.

Kekeringan parah bahkan mengganggu produksi dan rantai pasokan tanaman pokok seperti beras, kopi, dan gula.

Pada saat yang sama, curah hujan yang memecahkan rekor dan siklon tropis membawa kehancuran di wilayah ini.

Laporan WMO juga mencatat percepatan pencairan es.

Untuk tahun ketiga berturut-turut, gletser di seluruh dunia mengalami kehilangan massa secara meluas, diperkirakan mencapai 450 gigaton. Jumlah air tersebut cukup untuk mengisi 180 juta kolam renang ukuran Olimpiade.

Hal ini berkontribusi sebesar 1,2 milimeter terhadap kenaikan muka air laut global, yang meningkatkan risiko banjir bagi penduduk pesisir Asia.

Biaya ekonomi akibat kekeringan juga makin meningkat. Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) baru-baru ini memperkirakan bahwa kerugian akibat kekeringan meningkat setiap tahunnya sebesar 3 hingga 7,5 persen.

Pertanian merupakan sektor yang paling terdampak, dengan hasil panen di tahun-tahun yang sangat kering menurun hingga 22 persen.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Krisis Air Bersih, KLH Kirim 10.000 Galon dan Alat Penjernih ke Aceh
Pemerintah
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Ahli Lingkungan Sebut Perubahan Iklim Langgar Hak Asasi Manusia
Pemerintah
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Pasar Inverter Surya Global Diprediksi Turun Selama Dua Tahun ke Depan
Swasta
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Peneliti Ungkap Krisis Iklim Tentukan Nasib Tempat Tinggal Kita
Pemerintah
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah,  Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Kapasitas Produksi Etanol Masih Rendah, Akademisi ITB Soroti Wacana BBM E10
Pemerintah
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Siklon Tropis di Indonesia: Fenomena Langka dan Ancaman Nyata Akhir Tahun
Pemerintah
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Sampah Pemudik Capai 59.000 Ton, KLH Minta Pengelola Rest Area Olah Sendiri
Pemerintah
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Genjot Transisi Energi, Jepang Siapkan Subsidi 1,34 Miliar Dollar AS
Pemerintah
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Kemenhut Bersih-bersih Gelondongan Kayu Terbawa Arus Banjir di Sumatera
Pemerintah
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
Guru Besar UGM: RI Mestinya Pajaki Minuman Berpemanis dan Beri Subsidi Makanan Sehat
LSM/Figur
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Lahan Gambut Dunia jadi Garis Depan Lawan Perubahan Iklim
Pemerintah
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Waspadai Potensi Hujan Lebat Disertai Angin Kencang dan Petir Selama Nataru
Pemerintah
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Cokelat Terancam Punah, Ilmuwan Temukan Alternatifnya
Pemerintah
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Peneliti IPB Kembangkan Rompi Anti Peluru dari Limbah Sawit
Pemerintah
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
Biaya Perawatan Pasien Obesitas dengan Komorbid Membengkak Tiap Tahun
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau