KOMPAS.com - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyampaikan baru 21 provinsi yang melaporkan inventarisasi gas rumah kaca (GRK) tahun 2024 untuk dilakukan evaluasi, padahal pelaporan menjadi kunci pencapaian target emisi nasional.
"Ketepatan waktu dan kelengkapan laporan GRK mencerminkan komitmen daerah dalam menghadapi perubahan iklim. Data yang akurat dari daerah menjadi dasar penting bagi pemerintah pusat dalam merumuskan kebijakan pengendalian emisi secara nasional," kata Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV) KLH Mitta Ratna Djuwita dalam pernyataannya di Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Dia menjelaskan sebagai bentuk penguatan tata kelola, KLH/BPLH melalui Direktorat Inventarisasi GRK dan MPV saat ini melakukan review pelaporan penyelenggaraan inventarisasi GRK Provinsi Tahun 2024, yang telah berjalan secara bertahap sejak awal Agustus 2025.
Hingga September 2025, sebanyak 21 provinsi telah menyampaikan laporan inventarisasi GRK kepada kementerian untuk dilakukan evaluasi.
Inventarisasi GRK, kata dia, bertujuan menyediakan informasi berkala mengenai tingkat, status, serta kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK, termasuk simpanan karbon. Data itu juga menjadi dasar dalam menghitung capaian penurunan emisi dari berbagai program pengendalian perubahan iklim yang dilaksanakan pemerintah pusat maupun daerah.
Baca juga: Dari New York ke Jakarta, Apa Kata Pakar soal Bus Listrik dan Emisi Gas Rumah Kaca?
Pelaksanaan inventarisasi GRK memiliki dasar hukum kuat yakni Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi GRK dalam Pembangunan Nasional. Ketentuan ini diperjelas melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.12 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dalam Penanganan Perubahan Iklim.
Sebagai tindak lanjut laporan dari pemerintah provinsi, KLH berkewajiban melakukan review mencakup evaluasi kelengkapan data, kesesuaian metodologi, serta validitas perhitungan emisi dan serapan yang dilaporkan.
Mitta mengingatkan pentingnya ketaatan terhadap tata waktu pelaporan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, pelaku usaha wajib menyampaikan laporan. kepada bupati/wali kota paling lambat bulan Maret. Bupati/wali kota kemudian menyampaikan laporan kepada gubernur pada bulan yang sama, sedangkan gubernur melaporkannya kepada Menteri LH/Kepala BPLH melalui Deputi Bidang Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon paling lambat bulan Juni.
Selanjutnya, Menteri LH akan menyampaikan laporan kepada presiden melalui kementerian koordinator terkait paling sedikit sekali dalam setahun pada tahun berikutnya.
"Kepatuhan pada tenggat waktu menunjukkan keseriusan daerah dalam melaksanakan kewajiban pengendalian emisi. Semakin cepat dan akurat data yang masuk, semakin efektif pula langkah mitigasi yang bisa kita ambil bersama," kata Mitta seperti dikutip Antara.
Baca juga: MIND ID Ungkap 4 Strategi Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya