Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Transisi Energi Barang Siapa Sih? IESR Minta Presiden Tunjuk Komandonya

Kompas.com, 6 Oktober 2025, 16:38 WIB
Manda Firmansyah,
Yunanto Wiji Utomo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa meminta Presiden Prabowo Subianto menunjuk pelaksana transisi energi di Indonesia.

"Yang perlu dilakukan oleh Presiden itu adalah mengintruksikan siapa sih yang akan melaksanakan ini? Saya melihat hari ini masih belum terlalu jelas," ujar Fabby dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (6/10/2025).

Menurut Fabby, saat ini terdapat tiga kementerian plus Danatara yang terlibat dalam urusan transisi energi. Pertama, Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) karena transisi energi berkaitan dengan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).

Baca juga: UE Cetak Sejarah, Energi Surya Kini Sumber Listrik Utama

Kedua, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Secara teknis, Kementerian ESDM semestinya pelaksana transisi energi. Kementerian ESDM juga diperintahkan menyiapkan target pembangunan energi terbarukan.

Ketiga, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek). Keempat, Danantara.

"Nah, dengan kondisi yang seperti ini itu enggak jelas. Barangnya siapa sih yang pegang tanggung jawab?. Kalau nanti dicek, monitoring, evaluasi, learning, siapa yang harus tanggung jawab kalau dia tidak tercapai," tutur Fabby.

Ia menyarankan Prabowo mengeluarkan Keputusan Presiden untuk program pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berkapasitas 100 Gigawatt (GW).

"Jadi, Presiden bilang, saya mau bangun 100 GW dalam waktu lima tahun, kami mengasumsikan dalam waktu lima tahun. Ini akan dilaksanakan oleh Satgas, misalnya. Satgas Percepatan Pembangunan PLTS. (Lalu,) Menunjuk siapa Ketua Satgas-nya, ini harus jelas arena di satu sisi ada pemangku ekonomi ya, yang saat ini dia mengkoordinasi sektor ESDM, sektor industri, dan keuangan, yang nanti ada hubungannya dengan pendanaan dan pembiayaan proyek ini," ucapnya.

Baca juga: Inovasi Hemat Energi di Armada Kapal, Pertamina International Shipping Raih Lestari Awards

Sebaiknya, kata dia, perlu pelibatan banyak Kementerian Koordinator untuk mengurus transisi energi. Ini mengingat nantinya akan ada kementerian/lembaga yang terdampak transisi energi.

"Belum nanti ada Kementerian Ketenagakerjaan, harus melihat workforce (tenaga kerja) untuk (menanggapi) transisi energi. Belum nanti harus melibatkan pemerintah daerah (Pemda). Jadi, Presiden buatlah semacam Satgas Hilirisasi. Di situ dipilih bisa saja bukan salah satu Menteri Koordinator, tapi dilipih orang luar yang jadi kepala Satgas. Atau, otorita khusus kalau pemerintah serius. Bisa kok, tapi perlu ada tim," ujar Fabby.

Perencanaan untuk program pembangunan PLTS berkapasitas 100 GW perlu segera disusun. Mulai dari di mana lokasi pembangunan PLTS, penyiapan sumber daya manusia (SDM), rantai pasoknya, skema pembiayaannya, strategi pengelolaannya, hingga koordinasi dengan permintaan dari KDMP.

Selama enam bulan ke depan, kata dia, bisa digunakan untuk membahas penginstitusian dan perencanaan awal untuk mencapai pembangunan PLTS berkapasitas 100 GW.

"Ini krusial untuk dilakukan dalam satu bulan ke depan dan rekomendasi kami, yang harus diperhatikan adalah regulasi-regulasi karena di Indonesia ini kalau tidak ada dasar hukum, enggak jalan. Makanya, (pembangunan) PLTS berkapasitas 100 GW harus masuk RUKN (rencana umum ketenagalistrikan nasional) dan RUPTL (rencana usaha penyediaan tenaga listrik) supaya jalan. Kalau enggak ada dasar hukumnya repot, nanti kalau mau dilaksanakan, akan ditanya oleh aparat penegak hukum, kamu dasarnya apa," tutur Fabby.

Baca juga: Eropa Jadi Pasar Paling Menarik untuk Investasi Energi Terbarukan

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Pemerintah
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
LSM/Figur
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Pemerintah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
LSM/Figur
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Pemerintah
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau