JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya memperkuat tata kelola perikanan berkelanjutan terus dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu, Nusa Tenggara Timur.
Melalui pendekatan yang menggabungkan data ilmiah dan kearifan lokal nelayan, para pemangku kepentingan ingin laut tetap lestari tanpa mengorbankan mata pencaharian masyarakat pesisir.
Langkah ini diwujudkan melalui audiensi Pendataan Perikanan Melalui Crew Operated Data Recording System (CODRS) dan Inisiasi Territorial Use Rights for Fishing (TURF)-reserve” yang digelar di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Jumat (17/10/2025).
Baca juga: Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak
Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi NTT, dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN).
Kepala BKKPN Kupang, Imam Fauzi, mengatakan pendataan berbasis ilmiah menjadi dasar penting dalam pengambilan kebijakan konservasi laut yang efektif.
“Pendataan hasil tangkapan yang dilakukan bersama nelayan memberi gambaran terkini tentang kondisi pemanfaatan sumber daya ikan di Laut Sawu. Ini menjadi pijakan bagi kebijakan pengelolaan yang tepat sasaran dan berkelanjutan,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Menurut Imam, pendekatan ini juga menjadi jembatan antara kegiatan perikanan dan konservasi.
“Keduanya tidak bisa dipisahkan. Keseimbangan ekosistem laut justru bergantung pada sinergi antara keduanya,” tambahnya.
Senada dengan itu, Plh Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT Abdul Wahid, menyebut keterlibatan masyarakat pesisir adalah kunci pengelolaan perikanan yang berkelanjutan.
“Nelayan tidak hanya penerima kebijakan, tapi bagian dari sistem pengumpulan data dan pengelolaan. Ini penting agar kebijakan yang dibuat benar-benar berbasis bukti dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.
YKAN melalui program perikanan berkelanjutan memperkuat penerapan metode Crew Operated Data Recording System (CODRS) di Sumba.
Metode ini memungkinkan nelayan mencatat hasil tangkapannya secara langsung menggunakan foto dan data ukuran ikan di atas kapal. Data tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui kondisi stok ikan di wilayah tangkap.
“Sejak dikembangkan pada 2014, CODRS telah membuktikan bahwa nelayan bisa menjadi bagian dari sistem pendataan ilmiah yang andal,” jelas Glaudy Perdanahardja, Senior Manajer Perikanan Berkelanjutan YKAN.
Baca juga: 29 Izin untuk Budidaya Udang, Usaha Perikanan Terkendala Regulasi
“Dengan memahami data hasil tangkapan mereka sendiri, nelayan menjadi lebih sadar akan pentingnya menjaga keberlanjutan laut,” lanjutnya.
Selain menghasilkan data akurat, pendekatan ini juga memberi dampak sosial positif. Nelayan yang dilibatkan dalam pengumpulan data merasa memiliki tanggung jawab lebih besar terhadap laut tempat mereka bergantung.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya