Dari hasil pendataan CODRS, YKAN dan para pemangku kepentingan tengah menyiapkan pendekatan TURF-reserve (Territorial Use Rights for Fishing), sebuah model pengelolaan perikanan berbasis wilayah tangkap dan hak kelola masyarakat.
Menurut Glaudy, model ini memberi ruang bagi nelayan untuk ikut menentukan tata kelola wilayah tangkapnya sendiri.
“Dengan begitu, tumbuh rasa tanggung jawab dan kepemilikan terhadap sumber daya laut. Ini yang membuat konservasi menjadi hidup dan relevan di tingkat lokal,” ujarnya.
Melalui kemitraan ini, diharapkan pengelolaan perikanan di Laut Sawu dapat menjadi contoh model integrasi antara ekologi, ekonomi, dan sosial di mana kelestarian laut berjalan seiring dengan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: KKP Ungkap Pendapatan Sektor Perikanan Indonesia Capai Rp116 Triliun
Laut Sawu dikenal sebagai salah satu kawasan terumbu karang paling resilien di dunia dan merupakan habitat penting bagi ikan kakap dan kerapu di Wilayah Pengelolaan Perikanan 573. Namun, tekanan akibat aktivitas penangkapan ikan yang meningkat menjadi tantangan serius.
Melalui pendekatan ilmiah-partisipatif seperti CODRS dan TURF-reserve, nelayan kini tidak hanya menjadi pengguna laut, tetapi juga penjaga masa depan ekosistemnya.
“Konservasi tidak bisa berjalan tanpa partisipasi masyarakat. Laut adalah sumber kehidupan, dan menjaga laut berarti menjaga masa depan bersama,” ujar Glaudy menutup sesi audiensi.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya