KOMPAS.com - Peningkatan karbon dioksida (CO2) di atmosfer membuat tanaman pangan menjadi lebih berkalori, kurang bergizi, dan berpotensi lebih beracun.
Jika tidak ada intervensi, hal tersebut dapat menyebabkan malnutrisi, bahwa pada kelompok populasi yang saat ini memiliki cukup makanan.
Demikian hasil temuan dari peneliti Universitas Leiden yang dipublikasikan di Global Change Biology.
Melansir Phys, Jumat (14/11/2025), berdasarkan penelitian tersebut, peningkatan CO2 di udara mengurangi kualitas nutrisi tanaman. Misalnya, tanaman pangan akan mengandung lebih sedikit seng, zat besi, dan protein.
Nutrisi dalam tanaman pangan ini menurun rata-rata 4,4 persen, tetapi beberapa di antaranya menurun hingga 38 persen.
Baca juga: FAO: Ada 6.000 Tanaman Pangan, Mirisnya Kita Tergantung pada 9 Jenis
Pada saat yang sama, jumlah kalori tanaman pangan itu meningkat yang dapat berkontribusi pada obesitas.
Konsentrasi zat berbahaya seperti merkuri dan timbal juga mungkin meningkat, meskipun diperlukan lebih banyak data untuk menyelidiki hal ini.
Dari berbagai tanaman pangan, padi dan gandum menunjukkan penurunan nutrisi penting yang signifikan seiring dengan meningkatkan kadar CO2.
Penurunan nilai gizi ini dapat berdampak signifikan terhadap kesehatan manusia, meski tersedia cukup makanan tetapi dapat berkontribusi pula pada malnutrisi.
Studi ini pun menjadi sebuah peringatan.
"Penelitian kami menekankan bahwa ketahanan pangan juga berarti ketahanan nutrisi. Kita perlu lebih memperhatikan hal itu," ungkap Ilmuwan lingkungan Sterre ter Haar mengomentari hasil penelitiannya.
Dalam studinya, para peneliti menganalisis dan membandingkan data tanaman dari berbagai studi. Dalam studi-studi ini, para peneliti menanam tanaman pada berbagai tingkat CO2.
Meskipun banyak data tersedia, perbedaan konsentrasi CO2 yang digunakan membuat studi-studi tersebut sulit untuk dibandingkan.
Namun, para peneliti Leiden menemukan bahwa efek kadar CO2 yang mereka teliti terhadap pertumbuhan tanaman bersifat linear: jika kadar CO2 berlipat ganda, efeknya terhadap nutrisi juga berlipat ganda.
Baca juga: Masalah Baru, Cara Usang: Resep Orde Baru Dinilai Tak Akan Atasi Krisis Pangan
Hal ini memungkinkan para peneliti untuk melakukan pengukuran dasar yang memungkinkan mereka membandingkan data. Mereka mengamati total 43 tanaman, termasuk padi, kentang, tomat, dan gandum.
Pertanyaannya seberapa realistiskah skenario tanaman pangan ini bakal menjadi lebih berkalori, kurang bergizi, dan lebih beracun?
Ter Haar menjelaskan kadar CO2 untuk pengukuran dasar adalah 350 bagian per juta (ppm) dan peneliti mengamati apa yang terjadi pada 550 ppm.
"Saat ini kita hidup pada 425 ppm, jadi kita sudah setengah jalan dalam model tersebut," katanya.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pola makan kita sudah kurang bergizi dibandingkan beberapa dekade yang lalu sehingga mungkin perlu menyesuaikan pola makan kita di masa mendatang.
Para peneliti Leiden berharap studi ini akan menginspirasi penelitian lebih lanjut tentang dampak CO2 tidak hanya pada tanaman lain, tetapi juga tentang apakah perubahan iklim memengaruhi makanan kita dan bagaimana kita dapat membantu tanaman untuk beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Baca juga: COP30: Perlindungan Masyarakat Adat, Jawaban Nyata untuk Krisis Iklim
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya