JAKARTA, KOMPAS.com - Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyampaikan, mereka belum mendapat laporan resmi terkait dugaan anggotanya melakukan kegiatan merusak lingkungan yang berakibat banjir bandang di Sumatera.
RSPO akan menginvestigasi anggotanya dan berkonsultasi dengan berbagai pihak jika ada yang melaporkan hal tersebut.
Baca juga:
"Kami belum ada laporan yang diterima, tetapi coba saya cek dulu ya, apakah memang ada. Tapi, intinya sebenarnya itu kan kompleks ya kasus banjir bandang, bukan hanya melibatkan sawit dan itu banyak pihak juga," ujar Assurance Director RSPO, Aryo Gustomo di Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Menurut Aryo, perusahaan perkebunan sawit yang telah mengantongi sertifikasi RSPO semestinya tidak akan melakukan kegiatan pembukaan hutan.
Larangan memperluas lahan perkebunan sawit dengan membuka hutan telah menjadi salah satu syarat keanggotaan RSPO. Jika melanggar persyaratan tersebut, RSPO dapat melayangkan sanksi, termasuk mencabut status keanggotaan perusahaan perkebunan sawit tersebut.
"(Penyebab banjir bandang) Itu belum dipastikan anggota RSPO. Sementara ini dari media-media ataupun laporan resmi itu belum ada yang masuk ke kami, yang menyatakan itu anggota RSPO," tutur Aryo.
Ia menambahkan, tidak semua perusahaan perkebunan sawit menjadi anggota RSPO. Dengan demikian, memang masih banyak perusahaan tidak mengantongi sertifikat yang menuntutnya menerapkan standar pengelolaan perkebunan sawit keberlanjutan ini.
"Tidak semua kebun sawit di Indonesia itu anggota RSPO. Hanya sebagian saja," ucapnya.
Baca juga:
RSPO menegaskan belum menerima laporan resmi soal dugaan anggotanya terkait banjir bandang di Sumatera, serta siap investigasi dugaan pelanggaran.Isu deforestasi akibat perluasan perkebunan sawit, kata dia, memang senantiasa berulang dari tahun ke tahun.
RSPO mengusung konsep planet, people, and prosperity dalam menerapkan prinsip environmental, social, and governance (ESG) di perusahaan perkebunan sawit.
Sebagai informasi, RSPO disebut telah melarang perluasan perkebunan sawit ke area hutan sejak hadir tahun 2005 lalu. Bahkan, RSPO melarang perusahaan perkebunan sawit anggotanya untuk membuka lahan nilai konservasi tingginya (high conservation value/HCV).
"Makanya, kami di RSPO memberikan suatu strict regulation (aturan ketat) atau requirements (persyaratan) yang mana para anggota harus mengikuti aturan tersebut," ujar Aryo.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya