JAKARTA, KOMPAS.com - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat produk investasi berbasis Environmental Social Governance (ESG) melonjak dalam satu dekade terakhir.
Kepala Divisi Peraturan dan Layanan Perusahaan Tercatat BEI, Teuku Fahmi Ariandar mengatakan, asset under management (AUM) produk investasi yang semula Rp 36 miliar pada 2015 menjadi Rp 7 triliun per September 2025, atau naik hingga 194 kali lipat.
Baca juga:
"Peningkatan ini memperlihatkan respons positif dari pelaku pasar dan menunjukkan meningkatnya referensi dari investor terhadap instrumen investasi yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan," kata Teuku dalam Green Economic Outlook 2026 di Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Selain nilai investasi, jumlah produk investasi berbasis ESG seperti Exchange Traded Fund dan Reksa Dana meningkat pesat, dari semula hanya satu produk menjadi 26 produk.
Manajer investasi yang menerbitkan produk keberlanjutan turut naik dari satu menjadi 15 entitas.
Menurut Teuku, peningkatan itu menandakan permintaan yang makin besar terhadap instrumen keuangan tematik, termasuk indeks berbasis keberlanjutan. Emiten yang tergabung dalam indeks ESG pun menunjukkan perbaikan kualitas.
Sementara itu, hampir 90 persen perusahaan, khususnya di sektor teknologi, telah menyampaikan laporan keberlanjutan per Juni 2025.
"Tentu kami juga terus melakukan pengembangan dalam form laporan tersebut agar bisa menjadi lebih transparan dan bisa diperbandingkan dengan laporan keberlanjutan dari kapital market yang lain," tutur Teuku.
"IDX (BEI) terus berusaha untuk memperkuat perannya dalam mendorong investasi keberlanjutan melalui berbagai inisiatif secara terstruktur dan berkesinambungan sebagai upaya untuk menarik lebih banyak lagi kapital inflow ke pasar modal Indonesia," tambah dia.
Baca juga:
Menurut BEI, nilai produk investasi yang berbasis ESG naik dari Rp 36 miliar pada 2015 menjadi Rp 7 triliun per September 2025.Di samping itu, BEI mengembangkan indeks ESG global dan domestik, edukasi terkait aspek keberlanjutan, serta bekerja sama dengan perusahaan lain dalam menyusun rekomendasi standar, seperti Task Force on Climate-Related Financial Disclosures (TCFD).
"Selain itu juga dalam waktu dekat kita nanti akan melihat ada diluncurkannya Green Equity Designation hingga pengembangan platform baru yang berkait dengan keberlanjutan dan mekanisme perdagangan karbon," jelas Teuku.
Saat ini, perusahaan ataupun emiten dapat mengkur, mengamati, serta melaporkan indikator keberlanjutan melalui ESG Matrix Reporting. Platform ini akan menjadi fokus utama investor global.
Teuku memastikan ESG Matrix Reporting disusun dengan mengadopsi regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diselaraskan dengan standar ASEAN Exchanges.
"Kini perusahaan tercatat dan emiten dituntut untuk melaporkan tujuh matriks lingkungan, 12 matriks sosial, dan sembilan matriks tata kelola. Pengungkapan ini mencakup pelaporan emisi gas rumah kaca hingga berbagai indikator operasional mencerminkan tanggung jawab sosial dan tata kelola," papar dia.
Terakhir, BEI turut menyediakan ESG Disclosure Guidance untuk membantu perusahaan memahami dan melaporkan indikator ESG secara akurat.
Baca juga:
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya