Editor
JAKARTA, KOMPAS.com — IPB University menekankan pentingnya peningkatan kemampuan dan kemandirian petani sebagai kunci mendorong produktivitas lahan dan keberlanjutan pertanian.
Upaya tersebut dilakukan melalui pelatihan pembuatan pupuk hayati dan teknik budidaya agroforestri bagi petani di Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Pelatihan yang dilaksanakan Direktorat Pengembangan Masyarakat Agromaritim (DPMA) IPB University pada 13–14 Desember 2025 itu berlangsung di Kampung Halimun, Desa Jayamekar, Kecamatan Pakenjeng.
Baca juga: Ini Teknologi yang Bikin Rendang Buatan IPB Tahan 2 Tahun
Kegiatan ini diikuti 50 petani agroforestri dari 13 desa di lima kecamatan, yakni Pakenjeng, Bungbulang, Banjarwangi, Cikelet, dan Cikajang.
Ketua Pelaksana Pelatihan, Indri Sophian mengatakan pelatihan ini dirancang untuk memperkuat pengetahuan dan keterampilan petani agar mampu mengelola lahan secara lebih produktif dan efisien.
“Kegiatan ini diikuti perwakilan petani mitra dari berbagai desa agar pengetahuan yang diperoleh bisa ditularkan kembali di wilayah masing-masing,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (13/12/2025).
Direktur DPMA IPB University Handian Purwawangsa menegaskan bahwa peningkatan kapasitas petani menjadi fondasi utama transformasi pertanian. Menurutnya, petani perlu dibekali kemampuan teknis agar tidak terus bergantung pada pupuk kimia.
“Pelatihan ini bertujuan meningkatkan kemampuan petani membuat pupuk hayati secara mandiri. Dengan begitu, ketergantungan terhadap pupuk kimia bisa dikurangi, biaya produksi ditekan, dan kesuburan tanah tetap terjaga,” kata Handian.
Selain pupuk hayati, petani juga dibekali teknik budidaya komoditas agroforestri unggulan seperti durian, alpukat, dan kopi. IPB menilai peningkatan keterampilan budidaya akan berdampak langsung pada produktivitas dan pendapatan petani.
Dalam sesi materi, ahli pertanian berbasis bioteknologi menekankan bahwa hasil optimal tidak selalu membutuhkan biaya tinggi. Petani didorong memanfaatkan bahan-bahan lokal untuk membuat pupuk hayati yang dapat digunakan pada fase vegetatif maupun generatif tanaman.
Baca juga: Pakar IPB: Peta Risiko Banjir Aceh Ada Sejak 2020, Kenapa Kebijakan Masih Abaikan Sains?
“Produksi maksimal tidak harus bergantung pada pupuk kimia mahal. Bahan di sekitar desa bisa dimanfaatkan untuk membuat pupuk hayati yang efektif,” ujar Andreas, salah satu narasumber pelatihan.
Pelatihan ditutup dengan diskusi strategi pengelolaan agroforestri yang berorientasi pada peningkatan ekonomi petani sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Program ini akan dilanjutkan dengan pendampingan di desa-desa melalui pemantauan supervisor lapangan untuk memastikan penerapan pengetahuan berjalan optimal.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya