Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan

Kompas.com, 13 Desember 2025, 13:56 WIB
Zintan Prihatini,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Juru Kampanye Kaoem Telapak, Ziadatunnisa, mengungkapkan masifnya ekspansi perkebunan sawit menyebabkan masyarakat adat sulit menjalankan tradisi seperti ritual maupun upacara adat sehingga pengetahun lokal ini terancam hilang.

Riset Kaoem Telapak terkait kebun sawit di Sumatera, Kalimantan, dan Papua menujukkan, ekspansi industri tersebut memicu banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terutama masyarakat adat.

“Salah satu poin penting yang kami awasi adalah perizinan, karena sering kali operasi sawit berjalan tanpa adanya izin, seperti di Riau. Kerusakan alam akibat ekspansi sawit berdampak langsung pada perempuan adat," ungkap Zia dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).

Di sisi lain, kekerasan berbasis gender terus meningkat. Berbdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Komnas Perempuan, 35.533 kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi pada 2024, meningkat 2,4 persen dibandingkan 2023.

Baca juga: Masyarakat Adat Jaga Ekosistem, tapi Hanya Terima 2,9 Persen Pendanaan Iklim

Selain itu, 290 kasus femisida terjadi. Akan tetapi. lanjut Zia, statistik tersebut belum mencatat kekerasan ekologis yang dialami perempuan akibat perampasan tanah dan kerusakan lingkungan.

Koordinator Nasional Famm Indonesia, Ija Syahruni, menilai bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak berdiri sendiri melainkan terhubung dengan arah pembangunan negara yang semakin bergantung pada industri yang menggerus hutan.

Menurut dia, negara memegang tanggung jawab utama untuk menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan kerusakan ekologis yang mengancam masa depan generasi.

“Pada penutupan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan 2025 ini, kami menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak dapat diakhiri tanpa menghentikan kerusakan lingkungan dan menghormati hak-hak masyarakat adat," papar Ija.

Dari data Kementerian Kehutanan, deforestasi mencapai 175.4000 hektare (ha). Sementara, Kaoem Telapak melaporkan hilangnya 3 juta ha hutan akibat ekspansi sawit dalam dua dekade terakhir.

Baca juga: Perkebunan Sawit Tak Bisa Gantikan Hutan untuk Serap Karbon dan Cegah Banjir

Meski tren 10 tahun menunjukkan penurunan deforestasi, nyatanya lonjakan dalam beberapa tahun terakhir menegaskan proyek-proyek ekstraktif tetap menjadi pendorong utama hilangnya hutan maupun peningkatan kerentanan ekologis.

Pihaknya menyatakan, hilirisasi dan proyek strategis nasional (PSN) turut memperburuk ketidakadilan gender, mulai dari hilangnya akses lahan yang memiskinkan perempuan dan memperbesar beban kerja, hingga krisis kesehatan akibat polusi industri yang meningkatkan penyakit pada ibu, bayi, anak, serta menambah kerja reproduktif perempuan.

“Perempuan di wilayah adat dan komunitas lokal selama ini menjaga keutuhan ruang hidup berupa alam dan hutan yang lestari. Karena itu, ketika membicarakan hubungan alam dan 16 HAKTP, pertanyaannya adalah bagaimana perempuan dapat terus bergantung pada alam jika ruang hidupnya diambil alih oleh negara maupun korporasi besar,” tutur Olvy Tumbelaka selaku Pengurus Kaoem Telapak.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
ULM dan Unmul Berkolaborasi Berdayakan Warga Desa Penggalaman lewat Program Kosabangsa
Pemerintah
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
PLTS 1 MW per Desa Bisa Buka Akses Energi Murah, tapi Berpotensi Terganjal Dana
LSM/Figur
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
Bulu Babi di Spanyol Terancam Punah akibat Penyakit Misterius
LSM/Figur
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
Studi Iklim 2024 Direvisi, tapi Prediksi Dampak Ekonomi Global Tetap Parah
LSM/Figur
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Kemenhut Hentikan Sementara Pengangkutan Kayu di Sumatera, Cegah Peredaran Ilegal
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau