KOMPAS.com - Para ilmuwan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap populasi orangutan Tapanuli pasca Siklon Senyar yang melanda Sumatra.
Citra satelit yang dianalisis oleh para peneliti, dikombinasikan dengan laporan dari penduduk setempat, menunjukkan bahwa banjir yang menelan hampir 1.000 orang tersebut mungkin juga memiliki konsekuensi bencana bagi satwa liar di wilayah Batang Toru, Sumatera Utara, salah satunya orangutan Tapanuli.
Orangutan Tapanuli adalah spesies yang secara resmi diakui sebagai spesies terpisah dari orangutan Sumatera dan Kalimantan pada 2017.
Para konservasionis memperkirakan bahwa kurang dari 800 individu tersisa di alam liar, menjadikannya spesies kera besar paling langka di Bumi.
Baca juga: Pergerakan Manusia Melampaui Total Migrasi Satwa Liar, Apa Dampaknya?
Menurut laporan dari situs berita BBC, orangutan-orangutan ini belum terlihat di beberapa bagian wilayah yang terkena dampak sejak siklon tersebut.
Banjir mematikan ini pun digambarkan oleh ilmuwan sebagai 'gangguan tingkat kepunahan' bagi spesies tersebut karena skala kerusakan habitat dan status populasi yang sudah rapuh sebelumnya.
Gangguan tingkat kepunahan sendiri merupakan istilah yang menunjukkan bahwa para ilmuwan percaya bahwa peristiwa ini tidak hanya merugikan, tetapi berpotensi memusnahkan sebagian besar, atau seluruh, populasi spesies yang rentan.
Para ilmuwan memperingatkan bahwa hilangnya seekor orangutan saja dapat berdampak buruk bagi prospek kelangsungan hidup spesies tersebut.
Melansir Down to Earth, Jumat (12/12/2025) para ilmuwan fokus pada Blok Barat, habitat orangutan Tapanuli yang paling padat penduduknya dari tiga habitat yang diketahui. Sebelum bencana, daerah tersebut merupakan rumah bagi sekitar 581 individu.
Namun, analisis citra satelit menunjukkan tanah longsor dan aliran lumpur yang sangat masif dan menghancurkan di pegunungan Sumatera, secara efektif menghilangkan habitat dan segala sesuatu di jalur mereka.
Erik Meijaard, seorang konservasionis orangutan senior, pun mengatakan bahwa antara 6 persen dan 11 persen orangutan di daerah tersebut kemungkinan tewas akibat banjir.
Ia memperingatkan bahwa angka kematian orangutan dewasa di atas 1 persen per tahun dapat mendorong spesies tersebut menuju kepunahan, terlepas dari ukuran populasi yang tersisa.
Populasi orangutan Tapanuli yang sangat kecil dan jangkauan habitat yang terbatas membuat mereka sangat rentan terhadap peristiwa cuaca ekstrem.
Baca juga: Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
Penemuan bangkai gajah Sumatera di Aceh semakin menekankan skala kehancuran yang luas dan mematikan dari banjir pasca-siklon, terutama bagi spesies yang sudah berada di ambang kepunahan.
Sumatera juga merupakan rumah bagi harimau Sumatera, gajah, dan badak, yang semuanya terancam punah.
Namun, para ilmuwan mengatakan bahwa orangutan dan primata lainnya, termasuk owa, sangat berisiko karena sebagian besar hutan pegunungan di Tapanuli mengalami tanah longsor besar-besaran selama curah hujan ekstrem yang dipicu oleh Siklon Senyar.
David Gaveau, seorang ahli penginderaan jauh dan pendiri perusahaan rintisan konservasi The Tree Map, mengatakan kepada AFP bahwa ia belum pernah melihat kerusakan dalam skala sebesar ini selama lebih dari 20 tahun memantau deforestasi di Indonesia menggunakan data satelit.
“Kerusakan ini berarti orangutan Tapanuli yang tersisa akan semakin rentan, dengan sumber makanan dan tempat berlindung yang kini telah hanyut,” katanya, menambahkan bahwa lebih dari 9 persen habitat Blok Barat kemungkinan telah hilang.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya