Penulis
KOMPAS.com - Bencana banjir bandang yang melanda Sumatra Utara akhir tahun 2025 membawa dampak tragis bagi populasi satwa liar, termasuk Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis), spesies kera langka di dunia.
Kompas.com menurunkan artikel penemuan satu orangutan Tapanuli yang mati terperangkap di antara tumpukan material banjir di Tapanuli Tengah pada 12 Desember 2025.
Satu Orangutan Tapanuli berjenis kelamin betina, yang ditaksir berusia remaja, ditemukan tim relawan di aliran Sungai Garoga, Desa Pulo Pakkat, Kabupaten Tapanuli Tengah, tersangkut di antara tumpukan kayu dan lumpur yang terbawa arus deras banjir bandang.
Saat ditemukan, ia nyaris hampir tidak terlihat. Hanya bagian kaki dan tangan, yang menyembul di tumpukan kayu dan lumpur.
"Bersama tim, pelan-pelan kami singkirkan tumpukan kayu dan lumpur. Dan kondisi masih utuh, tapi sudah mengalami pembusukan," ujar relawan Federasi Arung Jeram Indonesia (FAJI) Tapanuli Selatan, Decky Chandrawan (12/12/2025).
Temuan ini juga dikonfirmasi Kepala Bidang Konservasi dan Sumber Daya Alam Wilayah III Padangsidimpuan, Susilo Ari Wibowo yang membenarkan adanya penemuan satu jasad Orangutan Tapanuli.
Satu orangutan tapanuli (Pongo tapanuliensis) ditemukan mati oleh tim relawan, saat melakukan pencarian korban banjir di aliran Sungai Garoga, Desa Pulo Pakkat, Kecamatan Sukabangun, Tapanuli Tengah, Rabu (3/12/2025). Para ilmuwan dan konservasionis memperingatkan bahwa banjir bandang ini menjadi "gangguan tingkat kepunahan" (extinction level disturbance) bagi Orangutan Tapanuli.
The Guardian menyebut, curah hujan ekstrem hingga 1.000 mm dalam empat hari diperkirakan telah menewaskan antara 33 hingga 54 individu kera endemik ini, setara dengan 6,2 persen hingga 10,5 persen dari total populasi tersisa.
Padahal, sebelum bencana, jumlah orangutan Tapanuli di alam liar kurang dari 800 individu, dan semuanya hidup terbatas di ekosistem Batang Toru.
Biological Anthropologist, Erik Meijaard, merupakan salah satu ahli yang pertama mendeskripsikan spesies ini, menyatakan kekhawatiran mendalam. “Ini adalah bencana total. Jalan menuju kepunahan kini jauh lebih curam,” tegas Erick.
Meijaard menyamakan "gangguan" di era modern ini seperti wabah Ebola tahun 2000-an yang menghancurkan populasi gorila barat dan simpanse di Afrika tengah.
Para ahli biologi telah lama memperingatkan, hilangnya satu persen populasi Orangutan Tapanuli sudah cukup mendorong mereka ke ambang kepunahan mengingat laju reproduksi mereka yang sangat lambat, yakni hanya sekali setiap enam hingga sembilan tahun.
Data citra satelit menunjukkan hampir 4.000 hektar hutan yang sebelumnya utuh tersapu longsor dan banjir, menghancurkan sumber makanan dan tempat berlindung Orangutan Tapanuli.
Infografis kondisi Orangutan Tapanuli di Tengah Bencana Bajir Sumatera Kemalangan beruntun yang dialami Orangutan Tapanuli tidak hanya kali ini berasal dari bencana alam. Sebelumnya, tekanan pembangunan jangka panjang mendorong habitat mereka yang sempit di Batang Toru terus dihimpit.
Laporan The Guardians sebelumnya (9/12/2025) menyebut ancaman sebelumnya juga datang dari rencana perluasan area tambang seperti pembangunan jalan akses yang akan memotong habitat ekosistem Batang Toru atau kehadiran pembangkit listrik tenaga air.
Baca juga: Media Asing Soroti Kematian Orangutan Tapanuli, Satwa Langka yang Tersapu Banjir Sumatera
Hal ini menjadi seolah perebutan lahan hidup antara manusia dan orangutan, mengingat eksplorasi tambang tersebut kini menjadi sumber pendapatan bagi sekitar 3.500 karyawan di mana 70 persen di antaranya adalah penduduk lokal.
Padahal, Orangutan Tapanuli, dengan ciri khas rambut keriting berwarna kayu manis dan wajah lebar, bukan hanya orangutan paling langka, tetapi juga mewakili garis keturunan tertua dari semua spesies orangutan yang tiba di Sumatra dari daratan Asia lebih dari 3 juta tahun lalu.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya