Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?

Kompas.com, 17 Desember 2025, 17:15 WIB
Ni Nyoman Wira Widyanti

Penulis

Sumber AFP

KOMPAS.com - Suhu di Arktik memecahkan rekor paling panas sepanjang sejarah. Menurut National Oceanic and Atmospheric Adminsitration (NOAA), Selasa (16/10/2025), hal tersebut dipicu oleh perubahan iklim yang menyebabkan gletser dan sea ice (es laut) meleleh sehingga mengganggu cuaca global. 

Dalam laporan tahunan Arctic Report Card, NOAA mencatat suhu rata-rata Arktik periode Oktober 2024 dan September 2025 mencapai 1,60 derajat celsius. Angka tersebut melampaui rata-rata suhu pada periode 1991-2020. 

Baca juga:

Co-author laporan tersebut, Tom Ballinger dari University of Alaska menuturkan, melihat pemanasan yang cepat di Arktik dalam kurun waktu yang pendek cukup mengkhawatirkan.

"(Tren tersebut) sepertinya belum pernah terjadi sebelumnya dan mungkin ribuan tahun ke belakang," ucap Ballinger, dilansir dari AFP, Rabu (17/12/2025).

Sepanjang periode tersebut, Arktik mengalami musim gugur terpanas, musim dingin terpanas kedua, serta musim panas terpanas ketiga sejak awal pencatatan tahun 1900. 

Suhu Arktik terpanas sepanjang sejarah, apa dampakanya?

Peristiwa di Arktik didorong oleh pembakaran bahan bakar fosil. Kenaikan suhu di wilayah tersebut cukup signifikan dan jauh lebih cepat dibanding rata-rata global yang dikenal sebagai fenomena Arctic Amplification (amplifikasi Arktik).

Misalnya, suhu yang naik meningkatkan uap air di atmosfer, yang mana berperan seperti "selimut" yang menyerap panas dan mencegahnya bebas ke ruang angkasa. 

Pada waktu yang sama, hilangnya es laut yang membantu memantulkan sinar matahari justru memperlihatkan perairan samudera yang lebih gelap, yang menyerap lebih banyak panas dari matahari.

Es laut mencair

Suhu Arktik mencetak rekor terpanas sepanjang sejarah. Es laut mencair dan dampaknya menjalar ke cuaca global.Dok. Freepik/wirestock Suhu Arktik mencetak rekor terpanas sepanjang sejarah. Es laut mencair dan dampaknya menjalar ke cuaca global.

Pada musim semi 2025, ketika es laut biasanya mencapai titik maksimum, luasnya menjadi yang paling kecil dalam 47 tahun catatan satelit. 

Kondisi tersebut menjadi ancaman langsung bagi beruang kutub, anjing laut, dan walrus.

"(Hal ini adalah) masalah mendesak bagi beruang kutub, anjing laut, dan walrus karena mereka menggunakan es sebagai platform untuk transportasi, berburu, dan melahirkan anak," ucap co-author laporan tersebut dari National Snow and Ice Data Center, Walt Meier. 

Baca juga:

Sirkulasi laut global terdampak

Hilangnya es laut di Arktik turut mengganggu sirkulasi laut global. Air tawar dari es yang mencair dan peningkatan curah hujan masuk ke Samudera Atlantik Utara.

Hal tersebut menyebabkan permukaan air lebih ringan dan tak terlalu asin sehingga menghambat proses tenggelamnya air laut yang menggerakkan Atlantic Meridional Overturning Circulation, termasuk Arus Teluk, yang menjaga musim dingin Eropa tetap hangat.

Pencairan lapisan es Greenland juga menambah air tawar ke Samudera Atlantik Utara.

Hal tersebut meningkatkan produktivitas plankton, tapi menyebabkan ketidaksesuaian waktu antara ketersedian makanan dan kebutuhan spesies laut.

Hilangnya es di daratan Greenland juga termasuk penyumbang utama kenaikan permukaan laut global, memperparah erosi pesisir dan banjir yang disebabkan oleh badai.

Baca juga:

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Permintaan Batu Bara Dunia Capai Puncak Tahun Ini, Tapi Melandai 2030
Pemerintah
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
Pulihkan Ekosistem Sungai, Jagat Satwa Nusantara Lepasliarkan Ikan Kancra di Bogor
LSM/Figur
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
Riau dan Kalimantan Tengah, Provinsi dengan Masalah Kebun Sawit Masuk Hutan Paling Rumit
LSM/Figur
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
366.955 Hektar Hutan Adat Ditetapkan hingga November 2025
Pemerintah
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau