Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global

Kompas.com, 17 Desember 2025, 14:08 WIB
Monika Novena,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

Sumber PHYSORG

KOMPAS.com - Suhu dunia yang lebih hangat akibat perubahan iklim bisa memicu berbagai jenis penyakit yang mengancam kesehatan. Hal ini menurut penelitian baru yang dipimpin oleh National History Museum, London, Inggris.

“Terkadang ada anggapan bahwa perubahan iklim akan memperburuk penyakit yang ditularkan hewan bagi manusia secara umum, tetapi penelitian kami menunjukkan bahwa hal itu jauh lebih kompleks daripada itu,” kata peneliti utama Arthur Trebski, dilansir dari Phys, Rabu (17/12/2025).

Baca juga: 

Diterbitkan di Proceedings of the National Academy of Sciences, penelitian tersebut menunjukkan, bumi yang memanas akan mengubah pola cuaca, mengubah habitat, dan menggeser tempat tinggal banyak hewan yang kemungkinan besar membuat mereka berada lebih dekat dengan manusia.

Hal tersebut dapat meningkatkan peluang penyakit zoonosis untuk menyebar, meski dampak pastinya masih sulit diprediksi. Lantas, bagaimana perubahan iklim memengaruhi risiko penyakit?

Pengaruh perubahan iklim terhadap risiko penyakit

Pemanasan global akibat perubahan iklim meningkatkan risiko penyakit zoonosis. Apa dampaknya terhadap kesehatan?canva.com Pemanasan global akibat perubahan iklim meningkatkan risiko penyakit zoonosis. Apa dampaknya terhadap kesehatan?

Tim peneliti berhasil merangkum data detail mengenai iklim dan penyakit untuk 53 zoonosis, angka tersebut sekitar enam persen dari 816 penyakit zoonosis yang diketahui menyerang manusia.

Untuk penyakit-penyakit yang sudah dipelajari dengan cukup baik, respons mereka terhadap perubahan iklim sangatlah bervariasi.

Namun, secara keseluruhan, penyakit zoonosis disebut peka terhadap iklim. Kenaikan suhu global secara umum meningkatkan risiko wabah penyakit dua kali lipat, terutama untuk infeksi zoonosis yang disebarkan oleh nyamuk.

Harap diingat bahwa pola tersebut tidak berlaku bagi semua. Meski studi menemukan penyakit zoonosis umumnya sensitif terhadap iklim, tapi responsnya berbeda-beda tergantung pada penyakit, inang hewan, dan lingkungan setempat.

Sebagai gambaran, dalam banyak kasus, suhu bumi yang memanas meningkatkan risiko mempercepat perkembangan nyamuk atau meningkatkan populasi hewan pengerat.

Namun, respons terhadap suhu dapat berubah tergantung pada seberapa hangat suhu saat itu serta spesies mana yang terlibat.

Peneliti pun memperingatkan pendekatan penelitian yang tak konsisten di berbagai disiplin ilmu dan wilayah bisa mengaburkan hubungan sebenarnya antara iklim dan penyakit sehingga sulit untuk membandingkan hasil antar-studi atau memberikan panduan yang jelas untuk kesehatan masyarakat.

Baca juga:

Pemanasan global akibat perubahan iklim meningkatkan risiko penyakit zoonosis. Apa dampaknya terhadap kesehatan?Shutterstock/ frank60 Pemanasan global akibat perubahan iklim meningkatkan risiko penyakit zoonosis. Apa dampaknya terhadap kesehatan?

Trebski menuturkan, ada kebutuhan mendesak untuk memikirkan kembali bagaimana hubungan iklim-penyakit dipelajari dan dilaporkan.

Penelitian kesehatan masyarakat perlu meninggalkan pola pikir yang seragam karena perubahan iklim merupakan proses menyeluruh yang akan memengaruhi hampir setiap makhluk hidup di planet ini.

Sementara itu, rekan penulis studi ini, Dr. David Redding menuturkan, penelitian tersebut menjadi awal dari upaya untuk mengarahkan masyarakat agar bertindak dengan cara yang lebih terkoordinasi.

"Dengan lebih memahami hubungan ini, kita akan berada di posisi yang lebih baik untuk merancang langkah-langkah pengendalian yang efektif,” ucap Redding.

Baca juga:

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
Suhu Arktik Pecahkan Rekor Terpanas Sepanjang Sejarah, Apa Dampaknya?
LSM/Figur
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
Pembelian Produk Ramah Lingkungan Meningkat, tapi Pesan Keberlanjutan Meredup
LSM/Figur
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
Menjaga Napas Terakhir Orangutan Tapanuli dari Ancaman Banjir dan Hilangnya Rimba
LSM/Figur
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
FWI Soroti Celah Pelanggaran Skema Keterlanjuran Kebun Sawit di Kawasan Hutan
LSM/Figur
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Menhut Raja Juli Soroti Lemahnya Pengawasan Hutan di Daerah, Anggaran dan Personel Terbatas
Pemerintah
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Menhut Raja Juli Sebut Tak Pernah Beri Izin Pelepasan Kawasan Hutan Setahun Terakhir
Pemerintah
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Krisis Iklim Picu Berbagai Jenis Penyakit, Ancam Kesehatan Global
Pemerintah
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Petani Rumput Laut di Indonesia Belum Ramah Lingkungan, Masih Terhalang Biaya
Pemerintah
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Kemenhut Musnahkan 98,8 Hektar Kebun Sawit Ilegal di TN Berbak Sembilang Jambi
Pemerintah
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
Indonesia Bisa Contoh India, Ini 4 Strategi Kembangkan EBT
LSM/Figur
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Waspada Hujan Lebat hingga 22 Desember, BMKG Pantau 3 Siklon Tropis
Pemerintah
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
Walhi NTB Desak Pemerintah Moratorium IPR di 60 Titik
LSM/Figur
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Banjir Rob Kian Meluas, Akademisi Unair Peringatkan Dampak Jangka Panjang bagi Pesisir Indonesia
Pemerintah
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
Kalimantan dan Sumatera Jadi Pusat Kebakaran Hutan dan Lahan Selama 25 Tahun Terakhir
LSM/Figur
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
Indonesia Perlu Belajar dari India untuk Transisi Energi
LSM/Figur
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau