Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa

Kompas.com, 31 Desember 2025, 22:13 WIB
Aningtias Jatmika,
Sri Noviyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Ketahanan pangan kerap dibicarakan dalam angka dan kebijakan nasional. Namun di Dusun Babadan, Desa Kepuhrejo, Kecamatan Takeran, Magetan, isu itu hadir dalam bentuk yang jauh lebih nyata, yakni sawah yang tak lagi subur dan panen yang terus gagal.

Di dusun ini, tanah pernah kehilangan daya hidupnya. Sawah yang semestinya menjadi sumber penghidupan justru berulang kali menghadirkan kegagalan.

Ini terjadi bukan karena petaninya enggan bekerja, melainkan karena lahan yang semakin rapuh dan biaya produksi yang kian tak terjangkau.

“Dulu di Babadan ini kami sering gagal panen,” ujar Kepala Dusun Babadan Anton Budi Laksono mengenang masa-masa ketika pertanian tak lagi memberi kepastian.

“Ada dua faktor. Pertama, tanah di sini sudah sakit karena terlalu banyak bahan kimia. Lama-kelamaan jadi kersang, tandus, dan tidak subur. Kedua, kami tidak mampu beli pupuk,” cerita Anton.

Pilihan bagi petani pun kian sempit. Pupuk bersubsidi terbatas, sementara pupuk nonsubsidi terlalu mahal. Dalam kondisi seperti itu, pertanian bukan lagi soal meningkatkan hasil, melainkan sekadar bertahan. Ketika akses pupuk terbatas dan praktik budidaya berkelanjutan belum dipahami, produktivitas pun perlahan tergerus. 

Situasi inilah yang membuat Babadan sempat berada di tepi kerentanan pangan. Bagi Anton dan warga, ancaman itu bukan konsep besar, melainkan pengalaman sehari-hari. Hasil panen tak sebanding dengan tenaga, pendapatan tak menentu, dan masa depan terasa rapuh.

Ketika petani tidak bisa berjalan sendiri

Masalah di Babadan tidak berdiri sendiri. Ketergantungan pada pupuk kimia, minimnya pemahaman pengelolaan lahan berkelanjutan, serta keterbatasan akses input produksi menjadi persoalan klasik pertanian desa. Tanpa pelayanan dan pengawalan yang konsisten, petani kerap terjebak dalam pola lama yang justru mempercepat degradasi lahan.

Baca juga: Pupuk Kaltim Raih The Most Trusted Company di CGPI 2025 untuk Ke-8 Kalinya

Di titik inilah kebutuhan akan pelayanan dan pengawalan pertanian menjadi krusial. Bukan sekadar menyalurkan pupuk, melainkan membangun kembali ekosistem pertanian agar lebih tangguh menghadapi perubahan iklim, tekanan ekonomi, dan tuntutan ketahanan pangan jangka panjang.

Perubahan di Babadan mulai terasa ketika hadir pendekatan yang tidak parsial. Melalui Program PKT BISA, Pupuk Kaltim—anak usaha holding Pupuk Indonesia—memperkenalkan inovasi sosial yang mengintegrasikan pertanian, peternakan, dan perikanan.

Berkat PKT Bisa, petani Babadan kini mengalami perubahan gaya hidup dan sistem kerja yang lebih sustainable.Pupuk Kaltim Berkat PKT Bisa, petani Babadan kini mengalami perubahan gaya hidup dan sistem kerja yang lebih sustainable.

Pendekatan itu tidak hanya menyasar produksi, tetapi juga cara pandang petani terhadap lahan dan sumber daya di sekitarnya.

Menurut Anton, permasalahan di Dusun Babadan muncul karena kurangnya pengetahuan tentang praktik pertanian dan peternakan berkelanjutan.

“Melalui program PKT BISA, Pupuk Kaltim hadir dengan inovasi sosial yang mengintegrasikan pertanian, perikanan, dan peternakan sehingga menjadi solusi bagi pemecahan masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial di masyarakat Babadan,” ucap Local Hero PKT BISA itu.

PKT BISA dirancang sebagai rantai penghubung yang membentuk kolaborasi antara petani, peternak, hingga pelaku usaha kecil. Pendekatan ini menempatkan petani bukan sekadar sebagai penerima bantuan, melainkan sebagai bagian dari sistem yang saling terhubung.

Baca juga: Konsisten Terapkan ESG, Pupuk Kaltim Sabet Predikat Platinum di ASRRAT 2025

Di Babadan, pola seperti itu mengubah cara warga melihat limbah dan sumber daya. Limbah pertanian yang sebelumnya dibakar kini diolah menjadi silase pakan ternak dan konsentrat fermentasi. Ternak menghasilkan kotoran yang kemudian diproses menjadi kompos. Kompos itu kembali ke lahan yang bertugas menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
Dari Tanah “Sakit” ke Lumbung Harapan, Ini Kisah Pengawalan Pertanian Jaga Ketahanan Pangan Desa
BUMN
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
Kebijakan Pelarangan Sawit di Jabar Disebut Tak Berdasar Bukti Ilmiah
LSM/Figur
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional 'Waste to Energy' Membengkak
Sampah Campur Aduk, Biaya Operasional "Waste to Energy" Membengkak
LSM/Figur
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
Biaya Kelola Limbah Setara Beli Popok Baru, Padahal Fibernya Punya Banyak Potensi
LSM/Figur
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Inovasi Jaring Bertenaga Surya, Kurangi Penyu yang Terjaring Tak Sengaja
Pemerintah
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Kebijakan Iklim yang Sasar Gaya Hidup Bisa Kikis Kepedulian pada Lingkungan
Pemerintah
 RI Belum Maksimalkan  Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
RI Belum Maksimalkan Pemanfaatan Potensi Laut untuk Atasi Stunting
LSM/Figur
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Langkah Membumi Ecoground 2025, Gaya Hidup Sadar Lingkungan Bisa Dimulai dari Ruang Publik
Swasta
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Target Swasembada Garam 2027, KKP Tetap Impor jika Produksi Tak Cukup
Pemerintah
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
Kebijakan Mitigasi Iklim di Indonesia DInilai Pinggirkan Peran Perempuan Akar Rumput
LSM/Figur
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
KKP: 20 Juta Ton Sampah Masuk ke Laut, Sumber Utamanya dari Pesisir
Pemerintah
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
POPSI: Naiknya Pungutan Ekspor Sawit untuk B50 Bakal Gerus Pendapatan Petani
LSM/Figur
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Suhu Global Tetap Tinggi, meski Siklus Alami Pemanasan El Nino Absen
Pemerintah
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Rantai Pasok Global Bisa Terganggu akibat Cuaca Ekstrem
Swasta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
DLH Siapkan 3.395 Petugas Kebersihan, Angkut Sampah Saat Tahun Baru Jakarta
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau