Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/06/2023, 12:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Sebanyak tiga wilayah di tiga kota di Indonesia ditetapkan sebagai proyek percontohan untuk program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Ketiga lokasi tersebut adalah Kelurahan Cipinang Besar Selatan Kota Jakarta Timur, Kampung Bugisan Kelurahan Panjang Wetan Kota Pekalongan, dan Kampung Mendawai Kelurahan Bansir Laut Kota Pontianak.

Direktur Konsolidasi Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Aria Indra Purnama mengatakan, program Kotaku tidak dapat berjalan lancar tanpa adanya kolaborasi dengan berbagai pihak.

Baca juga: Sepuluh Perwakilan Pemda Deklarasikan Keberlanjutan Penanganan Kumuh

Kolaborasi tersebut meliputi kementerian atau lembaga, pemerintah daerah, pengembang swasta, media, tokoh masyarakat atau fasilitator, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta akademisi kampus.

“Konsolidasi tanah ini bersifat multi-stakeholders, maka harus ada mekanisme untuk mengunci komitmen dan sumber daya secara berkelanjutan serta benar-benar konkret dan melibatkan peran aktif masyarakat,” kata Aria sebagaimana dilansir Antara, Rabu (28/6/2023).

Kementerian ATR/BPN melalui Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan (PTPP) gencar melakukan pengentasan permukiman kumuh di perkotaan lewat strategi penataan kawasan.

Langkah tersebut dilakukan sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat perkotaan.

Baca juga: Penyebab Permukiman Kumuh dan Kriterianya

Direktur Jenderal (Dirjen) PTPP Embun Sari mengatakan, sejak 2020 pihaknya sudah terlibat di program yang disebut National Slum Upgrading Project (NSUP) atau umumnya disebut Kotaku.

“Ini kami bersama-sama tentu saja dengan PUPR (Kementerian PUPR), Bappenas, serta stakeholder lainnya menyiapkan kebijakan dan mencari solusi serta menangani permukiman kumuh di perkotaan," ujar Embun.

Embun menyebutkan salah satu kriteria permukiman disebut kumuh adalah dari aspek tata ruang.

Selain itu, dilihat juga kawasan tersebut berada di lokasi rawan bencana, keamanan bermukimnya serta kepemilikan hak tanah.

Baca juga: 1 Miliar Orang di Dunia Tinggal di Permukiman Kumuh, Bagaimana Indonesia?

Lebih lanjut, terdapat banyak tantangan dalam mengentaskan permukiman kumuh perkotaan seperti faktor lokasi tempat tinggal maupun kurangnya kesadaran masyarakat.

“Bicara pengentasan permukiman kumuh ini karena lokasi sudah ada. Masyarakat sadar tidak, tidak layak hidup di lokasi kumuh. Kan banyak masyarakat kita masih tidak sadar, yang penting bisa menempati,” kata Embun.

Program Kotaku bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap infrastruktur dan pelayanan dasar di kawasan permukiman kumuh perkotaan untuk mendukung terwujudnya permukiman perkotaan yang layak huni, produktif, dan berkelanjutan.

Lokasi pendampingan program Kotaku sejauh ini mencapai 11.332 desa atau kelurahan di 330 kota atau kabupaten di 34 provinsi.

Baca juga: Pemda Didorong Saling Belajar Tangani Permukiman Kumuh

Sasarannya adalah meningkatkan akses masyarakat terhadap infrastruktur dan pelayanan perkotaan pada permukiman kumuh sesuai dengan kriteria permukiman kumuh yang ditetapkan.

Selain itu, menurunkan luasan permukiman kumuh serta penerima manfaat puas dengan kualitas infrastruktur dan pelayanan perkotaan di permukiman kumuh.

Hingga akhir 2022, melalui pendekatan kegiatan infrastruktur skala lingkungan dan infrastruktur skala kawasan, NSUP-Program Kotaku telah berkontribusi dalam pengurangan luasan kumuh sebesar 39.094 hektare.

Baca juga: Jakarta dan Jabar, 2 Provinsi di Jawa yang Warganya Masih Banyak Tinggal di Rumah Kumuh

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com