Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/06/2023, 06:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertumbuhan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 266 GigaWatt (GW) ternyata belum mampu mengurangi dominasi bahan bakar fosil pada tahun 2022.

Laporan Statistical Review of World Energy mengungkapkan, EBT dianggap gagal menggeser dominasi bahan bakar fosil, meskipun ada pertumbuhan besar dalam kapasitas energi tenaga angin dan matahari.

Kendati permintaan energi global naik hanya satu persen tahun lalu, namun 82 persen dari total pasokan disediakan oleh pembangkit minyak dan gas.

Presiden Badan Industri Global dari Energy Institute Juliet Davenport mengatakan, pertumbuhan energi angin dan matahari memang semakin kuat di sektor listrik.

"Namun, emisi gas rumah kaca terkait energi global secara keseluruhan meningkat lagi," kata Juliet, seperti dikutip Kompas.com, Kamis (29/6/2023).

Baca juga: Akselerasi Transisi Energi dengan Interkoneksi Jaringan dan Teknologi Penyimpanan

Menurutnya, dunia masih menuju arah yang berlawanan dengan yang disyaratkan dalam Paris Agreement.

Betapa tidak, bahan bakar fosil masih mendominasi pasokan energi. Gejolak di pasar energi yang terjadi setelah invasi Rusia ke Ukraina, membantu mendorong harga gas dan batu bara ke level rekor tertinggi di Eropa dan Asia.

Meski terjadi gejolak, permintaan energi meningkat. Permintaan energi primer global tumbuh sekitar 1 persen, melambat dari tahun sebelumnya sebesar 5,5 persen, tetapi permintaan masih sekitar 3 persen di atas tingkat sebelum virus corona pada 2019.

Keunggulan produk minyak, gas, dan batu bara yang membandel dalam memenuhi sebagian besar permintaan energi semakin menguat.

Baca juga: Cegah Kenaikan 1,5 Derajat Celsius, Energi Terbarukan Harus Meningkat 3 Kali Lipat Per Tahun

EBT, tidak termasuk tenaga air, menyumbang 7,5 persen dari konsumsi energi global, sekitar 1 persen lebih tinggi dari tahun sebelumnya.

Sedangkan konsumsi minyak naik 2,9 juta barel per hari menjadi 97,3 juta barel per hari. Namun, tren keseluruhan sedikit menurun, dengan konsumsi minyak turun 0,7 persen pada level sebelum Covid-19.

Apa arti pertumbuhan bahan bakar fosil bagi iklim? Ketergantungan kita yang berkelanjutan pada bahan bakar fosil merupakan ancaman besar bagi lingkungan.

Para ilmuwan mengatakan, dunia perlu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 43 persen pada tahun 2030 dari tingkat 2019 untuk memiliki harapan memenuhi tujuan internasional Paris Agreement demi menjaga pemanasan jauh di bawah 2 derajat celcius di atas tingkat pra-industri.

Baca juga: Bumikan Transisi Energi, IESR Luncurkan Pembelajaran Lewat Website

Ekstraksi dan konsumsi bahan bakar fosil adalah penyebab terbesar pemanasan global.

Untuk membatasi kenaikan suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim, masyarakat harus melakukan dekarbonisasi dengan cepat.

Namun tahun lalu, subsidi untuk minyak dan gas fosil malah melonjak. Pemerintah negara-negara dunia membelanjakan lebih dari 900 euro miliar untuk subsidi bahan bakar fosil pada tahun 2022, angka tertinggi yang pernah tercatat statistik selama ini.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

China Berencana Bangun PLTS di Luar Angkasa, Bisa Terus Panen Energi Matahari

Pemerintah
AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

AS Pertimbangkan Tambang Laut Dalam untuk Cari Nikel dan Lawan China

Pemerintah
LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

LPEM UI: Penyitaan dan Penyegelan akan Rusak Tata Kelola Sawit RI

Pemerintah
Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Jaga Iklim Investasi, LPEM FEB UI Tekankan Pentingnya Penataan Sawit yang Baik

Pemerintah
Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

Reklamasi: Permintaan Maaf yang Nyata kepada Alam

LSM/Figur
Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

Dampak Ekonomi Perubahan Iklim, Dunia Bisa Kehilangan 40 Persen GDP

LSM/Figur
Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

Studi: Mikroplastik Ancam Ketahanan Pangan Global

LSM/Figur
Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Kebijakan Tak Berwawasan Lingkungan Trump Bisa Bikin AS Kembali ke Era Hujan Asam

Pemerintah
Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

Nelayan di Nusa Tenggara Pakai “Cold Storage” Bertenaga Surya

LSM/Figur
Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

Pakar Pertanian UGM Sebut Pemanasan Global Ancam Ketahanan Pangan Indonesia

LSM/Figur
3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

3 Akibat dari Perayaan Lebaran yang Tidak Ramah Lingkungan

LSM/Figur
1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

1.620 Km Garis Pantai Greenland Tersingkap karena Perubahan Iklim, Lebih Panjang dari Jalur Pantura

LSM/Figur
Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

Semakin Ditunda, Ongkos Atasi Krisis Iklim Semakin Besar

LSM/Figur
Harus 'Segmented', Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Harus "Segmented", Kunci Bisnis Sewa Pakaian untuk Dukung Lingkungan

Swasta
ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

ING Jadi Bank Global Pertama dengan Target Iklim yang Divalidasi SBTi

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau