Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

1 Miliar Orang di Dunia Tinggal di Permukiman Kumuh, Bagaimana Indonesia?

Kompas.com - 25/05/2023, 14:30 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Lebih dari 1 miliar orang atau tepatnya 1,059 miliar jiwa di seluruh dunia tinggal di permukiman kumuh perkotaan pada 2020.

Jumlah ini meningkat bila dibandingkan 2018 di mana sebanyak 1,028 miliar jiwa di seluruh dunia tinggal di permukiman kumuh perkotaan.

Menurut data yang dikeluarkan Program Permukiman Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UN Habitat, sejak 2000 jumlah orang yang tinggal di permukiman kumuh naik dari waktu ke waktu.

Baca juga: Pemda Didorong Saling Belajar Tangani Permukiman Kumuh

Menurut PBB, rumah tangga kumuh adalah penghuninya mengalami kekurangan sebanyak satu atau lebih dari lima indikator yaitu:

  • Kurangnya akses ke layanan air yang baik
  • Kurangnya akses ke fasilitas sanitasi yang lebih baik
  • Kurangnya luas tempat tinggal yang cukup
  • Kurangnya daya tahan rumah
  • Kurangnya hak kepemilikan

Dari jumlah orang yang tinggal di permukiman kumuh yang disebutkan di awal artikel, hanya indikator satu sampai empat yang digunakan.

Baca juga: Jakarta dan Jabar, 2 Provinsi di Jawa yang Warganya Masih Banyak Tinggal di Rumah Kumuh

Tiga kawasan dengan penduduk yang tinggal di permukiman kumuh terbanyak adalah Asia Tengah dan Selatan sebanyak 359 juta jiwa, Asia Timur dan Tenggara sebanyak 306 juta jiwa, dan sub Sahara Afrika sebanyak 230 juta jiwa.

Di wilayah sub Sahara Afrika, lebih dari separuh penduduk perkotaannya tinggal di daerah kumuh.

Berikut jumlah orang yang tinggal di permukiman kumuh perkotaan di dunia sejak 2000 hingga 2020 sebagaimana dilansir dari laporan UN Habitat.

  • 2000: 894 juta jiwa
  • 2002: 928 juta jiwa
  • 2004: 946 juta jiwa
  • 2006: 961 juta jiwa
  • 2008: 969 juta jiwa
  • 2010: 980 juta jiwa
  • 2012: 983 juta jiwa
  • 2014: 992 juta jiwa
  • 2016: 999 juta jiwa
  • 2018: 1,028 miliar jiwa
  • 2020: 1,059 miliar jiwa

Baca juga: Upaya SMF Mengubah Wajah Kumuh Pesisir Kota Cirebon

Faktor penyebab permukiman kumuh

Penataan kawasan kumuh adalah salah satu target dalam tujuan 11 Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yaitu kota dan permukiman yang berkelanjutan.

Dilansir dari The Sustainable Development Goals Report 2022 yang dikeluarkan PBB, ada beberapa faktor yang menyebabkan munculkan permukiman kumuh di daerah berkembang.

Beberapa faktor tersebut adalah:

  • Urbanisasi yang cepat
  • Perencanaan yang tidak efektif
  • Kurangnya pilihan perumahan yang terjangkau bagi rumah tangga berpendapatan rendah
  • Kebijakan perkotaan, tanah dan perumahan yang disfungsional
  • Kelangkaan pembiayaan perumahan
  • Kemiskinan

Untuk mencapai tujuan 11 SDGs, penduduk yang tinggal di kawasan kumuh di dunia harus diberi dukungan yang mereka butuhkan untuk keluar dari kemiskinan dan ketidaksetaraan.

Perumahan yang layak dan terjangkau adalah kunci untuk meningkatkan kondisi kehidupan mereka.

Baca juga: Benahi Kawasan Kumuh di Medan, SMF Salurkan Rp 1,5 Miliar

Permukiman kumuh di Indonesia

Menurut laporan UN Habitat, jumlah orang Indonesia yang tinggal di daerah kumuh perkotaan ada sebanyak 29,929 juta jiwa pada 2020.

Diberitakan Kompas.com 8 Mei 2023, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR mencatat, masih ada 4.170 hektare permukiman kumuh di seluruh Indonesia yang harus ditata dan ditangani.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
KLH Perluas Perdagangan Karbon Global, Gandeng Global Carbon Council dan Plan Vivo
KLH Perluas Perdagangan Karbon Global, Gandeng Global Carbon Council dan Plan Vivo
Pemerintah
Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan
Penggunaan Pupuk Kimia Tinggi, Tanda Pertanian Indonesia Belum Berkelanjutan
LSM/Figur
Populasi Hiu Paus Kian Terancam, Dibutuhkan Rencana Aksi Nasional Baru
Populasi Hiu Paus Kian Terancam, Dibutuhkan Rencana Aksi Nasional Baru
Pemerintah
Energi Bersih Diperkirakan Gantikan 75 Persen Kebutuhan Bahan Bakar Fosil
Energi Bersih Diperkirakan Gantikan 75 Persen Kebutuhan Bahan Bakar Fosil
Pemerintah
Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak
Setelah 20 Tahun, WTO Resmi Larang Subsidi Perikanan Ilegal dan Merusak
Pemerintah
Menteri LH: Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Persetujuan Lingkungan
Menteri LH: Tanggul Beton di Cilincing Kantongi Persetujuan Lingkungan
Pemerintah
Asia Tenggara Kini Jadi Magnet Hijau, Banjir Dana Iklim
Asia Tenggara Kini Jadi Magnet Hijau, Banjir Dana Iklim
Swasta
Lewat SuperSUN, PLN Hadirkan Energi Terbarukan untuk Dukung Pemerataan Akses Teknologi Pembelajaran di Maluku Utara
Lewat SuperSUN, PLN Hadirkan Energi Terbarukan untuk Dukung Pemerataan Akses Teknologi Pembelajaran di Maluku Utara
BUMN
ITDC Perkuat Konservasi Kawasan KEK Mandalika melalui Penanaman Mangrove
ITDC Perkuat Konservasi Kawasan KEK Mandalika melalui Penanaman Mangrove
BUMN
Inisiatif Global Baru: IUCN Bentuk Kelompok Konservasi Mikroba
Inisiatif Global Baru: IUCN Bentuk Kelompok Konservasi Mikroba
Pemerintah
Kembangkan Kapasitas PLTN, Asia Tenggara Perlu Investasi 208 Miliar Dollar AS
Kembangkan Kapasitas PLTN, Asia Tenggara Perlu Investasi 208 Miliar Dollar AS
Swasta
Derawan Bangun TPS3R, Dorong Pariwisata Berkelanjutan
Derawan Bangun TPS3R, Dorong Pariwisata Berkelanjutan
LSM/Figur
KTM Solutions Ingatkan Laporan ESG Bukan Sekadar Dokumen Kepatuhan
KTM Solutions Ingatkan Laporan ESG Bukan Sekadar Dokumen Kepatuhan
Swasta
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Kemenhut Buka Loker Tenaga Operator Input Data PPKH, Ini Syaratnya
Pemerintah
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
AHY: Kami Harus Mengatasi Kemacetan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau