Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 14/06/2023, 14:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com - Kualitas udara di Jakarta yang buruk kerap menjadi sorotan. Lanskap Jakarta yang diselimuti kabut asap polusi seringkali terjadi.

Pada Rabu (14/6/2023), berdasarkan situs pemantau IQAir, kualitas udara di Ibu Kota berada pada daftar atas terburuk di dunia.

Data pada Rabu pukul 08.00, indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 157 dengan polutan utamanya PM 2,5 dan nilai konsentrasi 66.8 mikrogram per meter kubik.

Baca juga: Atasi Polusi Udara Jakarta, Anggota Komisi D: Naikkan Tarif Parkir dan Tindak Parkir Liar

Konsentrasi PM 2,5 tersebut 13,4 kali lipat lebih tinggi dari batas aman yang diatur oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut AirNow, Rata-rata tahunan konsentrasi PM di Jakarta lebih tinggi empat sampai lima kali dibandingkan standar pedoman kualitas udara WHO.

PM 2,5 adalah partikulat yang sangat berbahaya dan dapat menimbulkan risiko besar terhadap kesehatan orang dewasa seperti memperburuk penyakit jantung kronis, paru kronis, diabetes, dan kanker.

PM 2,5 juga turut memengaruhi kesehatan anak seperti kelahiran yang tidak sempurna, memperlambat pertumbuhan paru-paru, hingga menyebabkan pneumonia dan stunting.

Baca juga: Soal Candaan Heru Budi Atasi Polusi Udara dengan Ditiup, Anggota Komisi D: Ini Bukan Masalah Remeh

Lantas dari mana saja sumber polusi udara di Jakarta? Ada banyak sumber polusi yang menyebabkan kualitas udara di Jakarta buruk.

Lembaga penelitian Vital Strategies bekerja sama dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) merilis publikasi berjudul Sumber Utama Polusi Udara di DKI Jakarta pada 2020.

Dalam publikasi tersebut ada beberapa temuan dari hasul penelitian yang dilakukan pada 2018 hingga 2019.

Baca juga: Penyelesaian Macet dan Polusi di Jakarta Harus Dilanjutkan, Meski Bukan Lagi Ibu Kota

Sumber polusi udara Jakarta

Berdasarkan temuan, tingkat polusi harian di Jakarta pada musim kemarau rupanya lebih tinggi bila dibandingkan musim penghujan.

Di sisi lain, variasi tingkat pencemaran di berbagai wilayah di Jakarta lebih besar ketika musim penghujan dibandingkan pada musim kemarau.

Berikut sumber polusi udara Jakarta menurut publikasi Vital Strategies dan ITB tersebut.

Baca juga: Indonesia Keluar dari 10 Besar Penyumbang Emisi Gas Rumah Kaca di Tengah Isu Polusi dan Suhu Panas

Sumber utama polusi Jakarta musim penghujan

  • Asap knalpot kendaraan: 32 persen hingga 41 persen
  • Pembakaran batu bara: 14 persen
  • Aktivitas konstruksi: 13 persen
  • Pembakaran terbuka, biomassa, atau bahan bakar lainnya: 11 persen
  • Debu jalan: kurang dari 1 persen hingga 6 persen
  • Aerosol sekunder: 6 persen hingga 16 persen
  • Garam laut: 1 persen hingga 10 persen

Sumber utama polusi Jakarta musim kemarau

  • Asap knalpot kendaraan: 42 persen hingga 57 persen
  • Pembakaran terbuka, biomassa, atau bahan bakar lainnya: 9 persen
  • Garam laut: 19 persen hingga 22 persen
  • Debu jalan: 9 persen
  • Partikel tanah tersuspensi: 10 persen hingga 18 persen
  • Aerosol sekunder: 1 persen hingga 7 persen

Baca juga: Buruknya Kualitas Udara Jakarta dan Kelakar Pj Gubernur Hendak Tiup Polusi dari Kawasan Industri

Rekomendasi kurangi polusi Jakarta

Dalam publikasi tersebut, para peneliti Vital mengumpulkan PM 2,5 dengan filter di tiga lokasi pemantauan yaitu Gelora Bung Karno, Kebon Jeruk, dan Lubang Buaya.

Lokasi-lokasi ini dipilih berdasarkan fitur penggunaan lahan, cuaca, dan pertimbangan lain untuk menangkap potensi variasi sumber polusi udara.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Kasus “Greenwashing” Turun untuk Pertama Kalinya dalam 6 Tahun

Swasta
Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

Di Masa Depan, Peluang Pekerjaan Berbasis Kelestarian Lingkungan Sangat Besar

LSM/Figur
Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Bumi Makin Banyak Tunjukkan Tanda-Tanda Krisis Iklim

Pemerintah
Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Proyek Pompa Hidram MMSGI di Kolam Pascatambang Jadi Sumber Air Bersih untuk Warga

Swasta
IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

IESR: Transisi Energi Jadi Kunci Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

LSM/Figur
Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

Ekonomi Restoratif Dinilai Paling Tepat untuk Indonesia, Mengapa?

LSM/Figur
Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

Populasi Satwa Liar Global Turun Rata-rata 73 Persen dalam 50 Tahun

LSM/Figur
Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Logam Berat di Lautan Jadi Lebih Beracun akibat Perubahan Iklim

Pemerintah
Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

Tak Hanya Tekan Abrasi, Mangrove juga Turut Dorong Perputaran Ekonomi Masyarakat

LSM/Figur
Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Konsumsi Daging Berkontribusi terhadap Kerusakan Lingkungan, Kok Bisa?

Pemerintah
Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Selenggarakan CSR Berkelanjutan, PT GNI Dapat Penghargaan di PKM CSR Award 2024

Swasta
Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

Kisah Warga Desa Mayangan yang Terancam Abrasi dan Inisiatif Kompas.com Tanam Mangrove

LSM/Figur
Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Langkah Hijau Kompas.com, Penanaman Mangrove untuk Selamatkan Pesisir Subang

Swasta
Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Konsumen Bingung dengan Klaim Keberlanjutan pada Kemasan Produk

Pemerintah
Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemanasan Global Picu Siklon dan Hujan Badai di Seluruh Asia

Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Selamat, Kamu Pembaca Terpilih!
Nikmati gratis akses Kompas.com+ selama 3 hari.

Mengapa bergabung dengan membership Kompas.com+?

  • Baca semua berita tanpa iklan
  • Baca artikel tanpa pindah halaman
  • Akses lebih cepat
  • Akses membership dari berbagai platform
Pilihan Tepat!
Kami siap antarkan berita premium, teraktual tanpa iklan.
Masuk untuk aktivasi
atau
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau