Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/08/2023, 17:00 WIB
Aisyah Sekar Ayu Maharani,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia berpotensi kehilangan 6,5-11 persen Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto akibat krisis iklim.

"Ini yang harus jadi isu penting karena dalam konteks Indonesia, kita harus tumbuh di atas 6 persen kalau mau keluar dari middle income trap," ujar Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam media gathering di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Secara rinci Faby menjelaskan, kekeringan di Sungai Mekong misalnya, yang memberikan ancaman kelaparan bagi lebih dari 70 juta orang yang tinggal di sekitar kawasannya.

"Sungai Mekong untuk negara-negara Indochina punya peran pering. Di deltanya itu adalah kawasan produksi padi Vietnam yang selama ini menjadi salah satu andalan Indonesia kalau mau impor beras," imbuh Fabby.

Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia, misalnya di Papua Tengah yang mengalami krisis pangan dan ancaman kekeringan air bersih hingga penurunan kuantitas panen.

Krisis iklim turut menyebabkan kebutuhan listrik meningkat. Seperti yang terjadi di Vietnam saat dilanda gelombang panas pada beberapa bulan lalu. Saat gelombang panas melanda, masyarakat akan lebih sering menyalakan pendingin ruangan.

Sementara pada saat yang sama, produksi energi dari sejumlah pembangkit listrik di sana mengalami kendala.

Pertama dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang menurun produksinya karena evaporasi tinggi.

Baca juga: Cegah Krisis Iklim, Indonesia Perlu Hentikan PLTU Secara Bertahap

Kemudian ada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang tidak bisa beroperasi optimal karena ada pembatasan batubara akibat kenaikan harga.

Oleh karena itu, dibutuhkan solusi dengan menurunkan laju emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Ditargetkan pada tahun 2030, kawasan Asia Tenggara bisa memangkas sekitar 45 persen emisi GRK.

Sedangkan kontributor utama kenaikan emisi GRK adalah pembakaran fosil di mana sumber energi di Asia Tenggara masih mengandalkan fosil dengan persentase sekitar 80 persen.

Salah satu jalan keluar yang bisa diambil adalah peralihan ke energi baru terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS).

"Energi surya itu ada di seluruh kawasan Asean, jadi kita mendorong adanya kerja sama untuk pengembangan industri manufaktur PLTS di Asean," tandas Fabby.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

AS Keluar Perjanjian Paris, Pendanaan Transisi Energi RI Bisa Terganggu

LSM/Figur
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Investasi Hijau Bisa Lari ke Negara Lain

Pemerintah
Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Serba-serbi PLTA Jatigede: Terbesar Kedua di Indonesia, Pangkas Emisi 415.800 ton

Pemerintah
Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

Jelang 100 Hari Prabowo-Gibran, Janji Transisi Energi Didesak Diwujudkan

LSM/Figur
Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Hilirisasi Nikel Belum Sediakan Green Jobs Sesuai Potensinya

Pemerintah
BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BRI RO Lampung Salurkan Bantuan kepada Korban Terdampak Banjir

BUMN
Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Pengiriman Kendang Jimbe Blitar ke China Tandai Ekspor Perdana UKM Jatim di Tahun 2025

Swasta
Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Inggris Siapkan Dana Rp 359 Miliar untuk Konservasi Laut Indonesia

Pemerintah
Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Dua Pertiga Bisnis Dunia Tingkatkan Anggaran Keberlanjutan pada 2025

Swasta
'Bahan Kimia Abadi' PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

"Bahan Kimia Abadi" PFAS Mengancam Kita, Eropa Berencana Melarangnya

Pemerintah
Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Mahasiswa Desa Lingkar Tambang Raih Beasiswa MHU: Menuju Masa Depan Cerah dan Berkelanjutan

Swasta
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, Perlawanan Perubahan Iklim Hadapi Pukulan Besar

Pemerintah
Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

Menilik Inovasi Dekarbonasi Generasi Muda di Toyota Eco Youth Ke-13

BrandzView
China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

China Luncurkan Kereta Komuter Serat Karbon, Kecepatannya 140 Km/Jam

Pemerintah
Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Kembangkan Rumput Laut, Start Up Banyu Raih pendanaan dari Intudo Ventures

Swasta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau