Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim

Kompas.com, 23 Desember 2025, 19:54 WIB
Manda Firmansyah,
Ni Nyoman Wira Widyanti

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cuaca ekstrem yang dipicu krisis iklim disebut akan semakin parah ke depannya jika pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) tidak segera dilakukan. Khususnya, pengurangan emisi GRK dengan menghentikan penggunaan energi berbahan bakar fosil.

Rentetan bencana akibat kerusakan alam oleh ulah aktivitas manusia telah mewarnai tahun 2025. Misalnya, banjir dan tanah longsor di Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Barat

Baca juga:

Pertambangan batu bara atau "solusi palsu" energi terbarukan lainnya, seperti penggunaan biomassa atau bahan bakar nabati, dinilai memperburuk kerentanan di tingkat lokal karena justru berkontribusi terhadap deforestasi.

Co-firing biomassa dinilai bikin alih fungsi hutan makin masif

Transisi energi seharusnya diiringi upaya memutus mata rantai ekstraktif

Foto udara warga menyeberangi sungai dengan jembatan darurat di wilayah Tenge Besi, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Sabtu (20/12/2025). Akses warga pejalan kaki masih harus melintasi jembatan darurat dari batang kayu dan kendaraan roda dua harus menyeberangi arus sungai saat debit air surut, sementara roda empat tidak dapat melintas, akibat jalan dan jembatan penghubung antara Bener Meriah menuju Takengon, Kabupaten Aceh Tengah putus diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11). ANTARA FOTO/Khalis Surry Foto udara warga menyeberangi sungai dengan jembatan darurat di wilayah Tenge Besi, Kecamatan Pintu Rime Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh, Sabtu (20/12/2025). Akses warga pejalan kaki masih harus melintasi jembatan darurat dari batang kayu dan kendaraan roda dua harus menyeberangi arus sungai saat debit air surut, sementara roda empat tidak dapat melintas, akibat jalan dan jembatan penghubung antara Bener Meriah menuju Takengon, Kabupaten Aceh Tengah putus diterjang banjir bandang pada Rabu (26/11).

Namun, dalam sektor energi dan ketenagalistrikan, dampak ganda itu disebut masih diabaikan pemerintah yang tercermin dari kebijakannya. Di antaranya, solusi co-firing yang direncanakan bersamaan dengan perpanjangan umur pakai PLTU batubara dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060.

Berdasarkan data Trend Asia, selama periode 2014-2024, Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat telah kehilangan jutaan hektar hutan alam akibat industri ekstratif atau pengeruk sumber daya alam (SDA).

Di tiga provinsi tersebut, terdapat 31 izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), yang beroperasi di lahan seluas 1 juta (1.019.287) hektar.

Alih fungsi hutan alam menjadi hutan tanaman energi (HTE) dinilai akan semakin masif kalau pemerintah memasukkan co-firing biomassa sebagai sumber tenaga listrik.

Baca juga: Satelit Biomassa Diluncurkan untuk Hitung Karbon Hutan

Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh. ANTARA FOTO/Irwansyah Putra Petugas Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan Provinsi Aceh mengambil sampel kayu gelondongan yang terbawa arus luapan Sungai Tamiang, di area pasantren Islam Terpadu Darul Mukhlishin, Desa Tanjung Karang, Aceh Tamiang, Aceh, Jumat (19/12/2025). Kemenhut telah mengirim tim verifikasi dan membentuk tim investigasi gabungan bersama Polri untuk menelusuri asal-usul kayu gelondongan yang ditemukan pascabencana banjir di Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Provinsi Aceh.

Berbagai bencana yang disebabkan cuaca ekstrem beberapa tahun belakangan baiknya menjadi peringatan keras dari alam untuk menghentikan ketergantungan pada batubara dan energi fosil lainnya.

Di sisi lain, transisi ke energi terbarukan seharusnya diiringi dengan upaya memutus mata rantai ekstraktif. Namun, Indonesia masih ingin menggunakan energi fosil yang dapat ditinjau dari dokumen RUKN 2025-2060 dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034.

"Transisi energi di dalam perencanaan masih mengandalkan energi fosil lain sebagai pengganti energi fosil yang akan di-phase down, dari energi fosil satu ke energi fosil lainnya yang tidak menjawab krisis iklim. Tidak jelas target kapan PLTU batubara satu persatu akan dipensiunkan," ujar Pengkampaye Tata Ruang dan Infrastruktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Dwi Sawung dalam keterangan tertulis, Selasa (23/12/2025).

Baca juga: PLTU Paiton Didorong Terapkan Co-firing Biomassa hingga CCS

Menggugat RUKN ke PTUN

Tim advokasi Bersihkan Indonesia menggugat RUKN ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) Jakarta pada Jumat (26/9/2025) lalu.

RUKN dinilai memaksakan perpanjangan PLTU hingga 2060 melalui co-firing biomassa dan menggantungkan pengurangan emisi GRK dari teknologi penangkapan karbon (Carbon Capture and Storage/CCS).

RUKN juga dianggap menambah ketergantungan pada gas dan merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).

Biaya investasi energi untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) 2060 versi RUKN disebut terlalu boros, yang berpotensi berdampak pada harga listrik ke masyarakat.

Baca juga: Teknologi PLTU di Indonesia Mampu Serap Target Co-firing Biomassa

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
IPB Latih Relawan dan Akademisi di Aceh Produksi Nasi Steril Siap Makan
Pemerintah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
Bencana Hidrometeorologi Meningkat, Sistem Transportasi dan Logistik Dinilai Perlu Berubah
LSM/Figur
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
SMBC Indonesia Tanam 1.971 Pohon melalui Program BerDaya untuk Bumi di Garut
Swasta
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Tempat Penyimpanan Karbon Dioksida Pertama di Dunia Bakal Beroperasi di Denmark
Swasta
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
Bencana Makin Parah, Kebijakan Energi Indonesia Dinilai Tak Menjawab Krisis Iklim
LSM/Figur
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
Banjir dan Longsor Tapanuli Tengah, WVI Jangkau 5.000 Warga Terdampak
LSM/Figur
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
Distribusi Cadangan Beras untuk Banjir Sumatera Belum Optimal, Baru 10.000 Ton Tersalurkan
LSM/Figur
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Menteri LH Ancam Pidanakan Perusahaan yang Terbukti Sebabkan Banjir Sumatera
Pemerintah
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
KLH Bakal Periksa 100 Unit Usaha Imbas Banjir Sumatera
Pemerintah
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
Tambang Energi Terbarukan Picu Deforestasi Global, Indonesia Terdampak
LSM/Figur
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
Food Estate di Papua Jangan Sampai Ganggu Ekosistem
LSM/Figur
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
Perjanjian Plastik Global Dinilai Mandek, Ilmuwan Minta Negara Lakukan Aksi Nyata
LSM/Figur
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Cegah Kematian Gajah akibat Virus, Kemenhut Datangkan Dokter dari India
Pemerintah
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
Indonesia Rawan Bencana, Penanaman Pohon Rakus Air Jadi Langkah Mitigasi
LSM/Figur
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Hujan Lebat Diprediksi Terjadi hingga 29 Desember 2025, Ini Penjelasan BMKG
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau