Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tantangan "Food Estate" Indonesia Wujudkan Ketahanan Pangan Global

Kompas.com, 2 Oktober 2023, 16:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat peluang besar bagi Indonesia untuk menjadi lumbung pangan dunia di tengah krisis iklim.

Presiden pun menegaskan pentingnya food estate sebagai cadangan strategis dan untuk mengantisipasi krisis pangan.

Sebagaimana diketahui, Indonesia saat ini tengah mengembangkan food estate di sejumlah daerah, Sumatera Utara, Kalimantan, dan Papua.

Konsep food estate sejatinya bertujuan menciptakan ladang subur untuk pasokan pangan Nasional, hanya saja pelaksanaannya sering tidak sesuai ekspektasi.

Baca juga: Irjen Kementan: 20 Persen Dana Desa untuk Sektor Pangan

Meskipun dana yang dialokasikan demikian besar jumlahnya sekaligus menunjukkan keseriusan pemerintah.

Menurut penerima Kalpataru 2023 dan Dosen Teknik Universitas Wahid Hasyim Dr Ir Nugroho Widiasmadi, proyek food estate yang ambisius ini menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi dengan inovasi yang luar biasa.

"Gagalnya food estate disebabkan oleh pelanggaran terhadap empat pilar pengembangan lahan pertanian skala besar. Ini menimbulkan polemik di antara berbagai pihak, dengan pro dan kontra terkait proyek ini," ujar Nugroho dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (2/10/2023).

Nugroho mengingatkan, untuk mencapai ketahanan pangan bukanlah tugas yang mudah, karena perlu solusi yang berkelanjutan serta perhatian pada dampak sosial dan lingkungan menjadi kunci.

Pemerintah perlu merefleksikan kembali konsep food estate dengan evaluasi menyeluruh, perhitungan matang, dan perhatian pada aspek sosial serta lingkungan.

Baca juga: Indonesia Butuh Peta Jalan Tekan Mubazir Pangan

Ini menjadi penting mengingat harga beras yang melonjak akibat kemarau dan larangan ekspor India. Dalam mencapai tujuan ketahanan pangan, juga harus dihindari pengorbanan ekosistem, masyarakat, dan keseimbangan alam.

Untuk itulah, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggelar Festival LIKE sebagai ajang untuk memperkenalkan langkah-langkah korektif kebijakan di sektor kehutanan dan lingkungan hidup.

Festival ini juga merupakan persiapan menuju COP 28 UNFCCC di Dubai, Uni Emirat Arab.

Dalam festival LIKE tersebut, turut hadir teknologi agrokonservasi biosoildam MA-11 yang merupakan temuan Nugroho.

Teknologi agrokonservasi biosoildam MA-11 ini merupakan salah satu upaya inovatif yang dapat meningkatkan hasil panen dua kali dan menekan biaya operasional 70 persen seraya menjaga lingkungan.

Baca juga: Jadi Salah Satu Lumbung Pangan, Kalsel Didorong Antisipasi Dampak El Nino

"Teknologi ini hadir sebagai solusi untuk menghadapi tantangan iklim ekstrim dan menjaga ketahanan pangan nasional," ucap Nugroho.

Teknologi Biosoildam MA11 juga telah digunakan untuk mendukung Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) oleh Bank Indonesia di hampir semua provinsi agar petani mandiri pupuk dan pakan serta lingkungan lestari.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
BRIN Fokus Riset Pengelolaan Sampah, Dukung Pertumbuhan Ekonomi dan Transisi Energi
Pemerintah
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Menteri LH Hanif Nilai Indonesia Belum Siap Hadapi Krisis Iklim, Sibuk Cari Cara Turunkan Emisi
Pemerintah
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
Kerugian Banjir Sumatera Capai Rp 68 T, Celios Desak Moratorium Tambang dan Sawit
LSM/Figur
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Menteri LH Hanif Soal COP30, Negara Dunia Masih Berdebat dan Krisis Iklim Terabaikan
Pemerintah
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Ketika Alam Dirusak, Jangan Salahkan Alam
Pemerintah
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Perluasan Kota Ancam Akses Air Bersih pada 2050, Ini Studinya
Swasta
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Ratusan Ilmuwan Tandatangani Deklarasi Dartington, Desak Pemimpin Dunia Atasi Perubahan Iklim
Pemerintah
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
Tak Lepas dari Ancaman, Bahan Kimia Abadi Ditemukan di Hewan Laut
LSM/Figur
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Kemenhut Bantah Tudingan Bupati Tapsel soal Beri Izin Penebangan Hutan Sebelum Banjir
Pemerintah
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
SCG Pangkas Emisi lewat Semen Rendah Karbon dan Efisiensi Energi
Swasta
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
Banjir Sumatera Dipicu Deforestasi, Mayoritas Daerah Aliran Sungai Kritis
LSM/Figur
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Industri Manufaktur Sumbang 17 Persen PDB, Kemenperin Kembangkan Industri Hijau
Pemerintah
UNDP: Kesenjangan Pembangunan Antarnegara Bisa Melebar akibat AI
UNDP: Kesenjangan Pembangunan Antarnegara Bisa Melebar akibat AI
Pemerintah
Banjir, Illegal Logging, dan Hak Publik atas Lingkungan yang Aman
Banjir, Illegal Logging, dan Hak Publik atas Lingkungan yang Aman
Pemerintah
Bencana Sumatera: Refleksi Kolektif untuk Taubat Ekologis
Bencana Sumatera: Refleksi Kolektif untuk Taubat Ekologis
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau