Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Butuh Peta Jalan Tekan Mubazir Pangan

Kompas.com, 25 September 2023, 20:00 WIB
Danur Lambang Pristiandaru

Penulis

KOMPAS.com – Indonesia memerlukan peta jalan gerakan nasional untuk menurunkan tingkat mubazir pangan atau food loss dan food waste.

Hal tersebut disampaikan Utusan Khusus Presiden (UKP) Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan Muhamad Mardiono pada Senin (25/9/2023).

Food loss merupakan kehilangan pangan yang terjadi pada tahap produksi hingga tahap pengemasan. Sedangkan food waste adalah pangan yang terbuang saat proses distribusi dan konsumsi.

Baca juga: Mubazir Makanan di Indonesia Tinggi, Butuh Penanganan Menyeluruh

Mardiono mengatakan, peta jalan gerakan nasional penurunan mubazir pangan diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat dalam mengonsumsi pangan secara lebih bertanggung jawab.

Selain itu, produsen di sektor ritel juga diharpkan mengurangi volume produksi makanan yang akan kadaluwarsa dan terbuang bila tidak dikonsumsi pada waktu dan kondisi yang aman.

Menurut dia, gerakan pengurangan mubazir makanan bila dilakukan secara masif akan berimplikasi pada program percepatan pengentasan kemiskinan dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

“Oleh karena itu kami berupaya melakukan sinkronisasi dan koordinasi program,” kata Mardiono, sebagaimana dilansir Antara.

Baca juga: Kerugian Food Waste Setara 5 Persen PDB Per Tahun, Festival Golo Koe Pun Digelar

“Terutama bagi stakeholder (pemangku kepentingan) yang sudah mengembangkan program pengurangan mubazir makanan agar ini bisa menjadi sebuah gerakan nasional yang memiliki payung hukum dan arah kebijakan yang sinergis dan komprehensif,” sambungnya.

Tingginya mubazir makanan di Indonesia menurut Mardiono merupakan salah satu tantangan dalam ketersediaan pangan.

Upaya pengurangan mubazir makanan juga menjadi bagian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) poin ke-12 yaitu konsumsi dan produksi yang berkelanjutan.

Mardiono menjelaskan, pemerintah telah melakukan beberapa identifikasi terkait dengan isu mubazir pangan.

Identifikasi tersebut antara lain mengubah perilaku, peningkatan sistem yang mendukung, regulasi yang kuat, optimalisasi pendanaan dan monetisasi mubazir makanan, pengembangan kajian, dan mendata limbah makanan di kalangan masyarakat.

Baca juga: 6 Cara Mengurangi Food Waste dari Diri Sendiri

Menurut indeks keamanan pangan global tahun 2022, Indonesia menempati peringkat ke-63 dari 113 negara dengan skor 60,2, jauh di bawah Singapura, Malaysia, dan Vietnam.

Sedangkan berdasarkan indeks kelaparan global, indeks kelaparan masyarakat Indonesia juga merupakan yang tertinggi nomor tiga di Asia Tenggara pada 2022, setelah Timor Leste dan Laos.

Skor indeks kelaparan global ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-77 dari 121 negara, lebih tinggi dari Kamboja, Myanmar, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.

Angka persentase sampah makanan sebagai salah satu indikator SDGs di Indonesia pada 2022 meningkat menjadi 41,55 persen dari 39,23 persen pada 2021.

Volume timbunan sampah mencapai 19,45 juta ton pada 2022 menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca juga: Indonesia Peringkat 4 Food Waste Terbanyak di Dunia

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Ketika Indonesia Sibuk Menyelamatkan Bisnis, Bukan Bumi
Pemerintah
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Iran Alami Kekeringan Parah, 14 Juta Warga Teheran Berisiko Direlokasi
Pemerintah
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
Studi Sebut Mobil Murah Jauh Lebih Berpolusi
LSM/Figur
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Uni Eropa Tunda Setahun Penerapan Regulasi Deforestasi EUDR
Pemerintah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
Dekan FEM IPB Beri Masukan untuk Pembangunan Afrika dengan Manfaatkan Kerja Sama Syariah
LSM/Figur
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Studi: Negara-negara Kaya Kompak Pangkas Bantuan untuk Negara Miskin
Pemerintah
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Baru 2 Bandara Pakai BTT Listrik, Kemenhub Siapkan Revisi Standar Nasional
Pemerintah
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
BRIN: Peralihan ke BTT Listrik Pangkas Emisi Bandara hingga 31 Persen
LSM/Figur
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Etika Keadilan Masyarakat dan Iklim
Pemerintah
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Akhiri Krisis Air, Vinilon Group dan Solar Chapter Alirkan Air Bersih ke Desa Fafinesu NTT
Swasta
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Kisah Kampung Berseri Astra Cidadap, Ubah Tambang Ilegal Jadi Ekowisata
Swasta
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
IEA: Dunia Menjadi Lebih Hemat Energi, tetapi Belum Cukup Cepat
Pemerintah
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Intensifikasi Lahan Tanpa Memperluas Area Tanam Kunci Keberlanjutan Perkebunan Sawit
Swasta
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Industri Penerbangan Asia Pasifik Siap Penuhi Target 5 Persen Avtur Berkelanjutan
Pemerintah
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Indonesia Ingin Bangun PLTN, tapi Geopolitik Jadi Pertimbangan Utama
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau