JAKARTA, KOMPAS.com - Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem pantai yang memiliki banyak manfaat. Di antaranya sebagai tempat berkembang biak, mencari makanan, dan tempat perlindungan bagi ikan-ikan karang.
Oleh karena itu, terumbu karang berperan penting dalam menyediakan makanan dan juga menjadi sumber pendapatan bagi ratusan juta orang yang tinggal di negara-negara pulau dan kepulauan.
Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di salah satu ekosistem terumbu karang yang paling beragam, yaitu Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle).
Kawasan ini mencakup lebih dari enam kilometer persegi terbentang dari Indonesia hingga Kepulauan Solomon. Lembaga konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan, pada tahun 2100 nanti kawasan tersebut akan lenyap.
Baca juga: AIS Forum Gandeng Akademisi Kembangkan Sistem Perikanan Berkelanjutan
Menyadari ancaman tersebut, Dosen Universitas Ottow-Geissler Jayapura Jotje Aquarista Ingratubun bersama dengan mahasiswanya menciptakan terumbu karang yang terjangkau dan berkelanjutan.
Awalnya, para mahasiswa ini khawatir dengan ekosistem terumbu karang di perairan Papua lantaran luas tutupan sudah makin rendah.
Pada 2013, luas tutupan terumbu karang di Papua masih sekitar 670.000 hektar. Namun, pada 2022, luasnya menyusut menjadi 262.378 hektar.
Polusi dari limbah rumah tangga yang dibawa oleh arus sungai mempengaruhi kualitas air sehingga tidak mendukung pertumbuhan terumbu karang. Kondisi itu diperparah oleh penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.
Tim Universitas Ottow-Geissler mulai berpikir keras dan menghasilkan ide teknologi terumbu karang buatan.
Kendati teknologi tersebut sudah pernah ada sebelumnya, tetapi mereka melakukan inovasi dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat dan tidak akan merusak lingkungan.
Baca juga: AIS Forum: Indonesia Ajak Negara Kepulauan Bersatu Hadapi Masalah
Mereka kemudian menamainya sebagai Bioreeftek. Ini adalah teknologi hijau dan sederhana menggunakan bahan cangkang kelapa alami sebagai media untuk melekatkan organisme terumbu karang menjadi koloni atau terumbu individu yang baru.
Bioreeftek dikembangkan dengan memanfaatkan larva planula terumbu karang secara alami atau melalui reproduksi seksual.
Setelah larva planula terumbu karang melekat pada Bioreeftek, mereka dapat dipindahkan ke lokasi lain yang memiliki persentase penutupan terumbu karang relatif rendah untuk rehabilitasi.
Setelah melewati serangkaian penelitian lanjutan, mereka memberanikan diri untuk ikut Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), sebuah kompetisi inovasi nasional bergengsi dan akhirnya lolos.
Usai kompetisi, Jotje Aquarista mengusulkan kepada timnya untuk langsung menerapkan teknologi ini pada salah satu desa di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.
Kemudian terpilihlah Desa Kayu Batu yang terletak di salah satu ujung daratan Jayapura.
Lewat dukungan penuh AIS Forum dan Dana Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), pada 12 Agustus 2022, tim tersebut melatih warga setempat untuk memahami pentingnya ekosistem terumbu karang dan membangun Bioreeftek.
Sebanyak 23 warga desa bergabung dalam sesi ini, didampingi oleh 25 mahasiswa yang mengajar dan membantu membangun Bioreeftek.
Kepala Desa Kayu Batu Jayapura Akilla Makanuay bercerita, pada 2020 kampung mereka melakukan penanaman terumbu karang.
Baca juga: Pengembangan Ekonomi Biru di Pulau Seribu Bisa Jadi Contoh KTT AIS
"Sayangnya, terumbu karang yang kami tanam tidak berkembang dengan baik. Kami berharap kegiatan ini dapat menghidupkan kembali ekosistem terumbu karang di sekitar kami, karena kami sudah sepakat untuk tidak merusak terumbu karang lagi," ujarnya.
Akhirnya, mahasiswa bersama masyarakat mulai menyelam dan menanam Bioreeftek pada lahan seluas 100 meter persegi di kawasan pesisir Desa Kayu Batu.
Kini, kawasan tersebut sudah tertutupi terumbu karang yang bertindak sebagai rumah baru bagi larva-larva yang baru.
"Bioreeftek telah melahirkan terumbu karang baru dengan cara yang mudah. Setelah tumbuh besar, dapat dipindahkan ke daerah-daerah di mana terumbu karang masih langka," jelas Dekan Fakultas Pertanian, Kehutanan, dan Kemaritiman Universitas Ottow-Geissler Simon H Nenepath.
Memulihkan terumbu karang di sekitar pantai menjadi proyek penting bagi desa, kota, dan negara-negara untuk menciptakan laut yang lebih bersih dan ekosistem yang beragam.
Terutama di negara-negara yang memiliki kawasan zona pesisir yang dominan. Di masa depan, Bioreeftek yang telah ditanam akan dipantau, dan koloni tersebut akan diperluas ke perairan yang belum tergarap di sekitar Jayapura.
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya