Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 14 Oktober 2023, 21:03 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem pantai yang memiliki banyak manfaat. Di antaranya sebagai tempat berkembang biak, mencari makanan, dan tempat perlindungan bagi ikan-ikan karang.

Oleh karena itu, terumbu karang berperan penting dalam menyediakan makanan dan juga menjadi sumber pendapatan bagi ratusan juta orang yang tinggal di negara-negara pulau dan kepulauan.

Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di salah satu ekosistem terumbu karang yang paling beragam, yaitu Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle).

Kawasan ini mencakup lebih dari enam kilometer persegi terbentang dari Indonesia hingga Kepulauan Solomon. Lembaga konservasi World Wide Fund for Nature (WWF) memperkirakan, pada tahun 2100 nanti kawasan tersebut akan lenyap.

Baca juga: AIS Forum Gandeng Akademisi Kembangkan Sistem Perikanan Berkelanjutan

Menyadari ancaman tersebut, Dosen Universitas Ottow-Geissler Jayapura Jotje Aquarista Ingratubun bersama dengan mahasiswanya menciptakan terumbu karang yang terjangkau dan berkelanjutan.

Awalnya, para mahasiswa ini khawatir dengan ekosistem terumbu karang di perairan Papua lantaran luas tutupan sudah makin rendah.

Pada 2013, luas tutupan terumbu karang di Papua masih sekitar 670.000 hektar. Namun, pada 2022, luasnya menyusut menjadi 262.378 hektar.

Polusi dari limbah rumah tangga yang dibawa oleh arus sungai mempengaruhi kualitas air sehingga tidak mendukung pertumbuhan terumbu karang. Kondisi itu diperparah oleh penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.

Tim Universitas Ottow-Geissler mulai berpikir keras dan menghasilkan ide teknologi terumbu karang buatan.

Kendati teknologi tersebut sudah pernah ada sebelumnya, tetapi mereka melakukan inovasi dengan memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didapat dan tidak akan merusak lingkungan.

Baca juga: AIS Forum: Indonesia Ajak Negara Kepulauan Bersatu Hadapi Masalah

Mereka kemudian menamainya sebagai Bioreeftek. Ini adalah teknologi hijau dan sederhana menggunakan bahan cangkang kelapa alami sebagai media untuk melekatkan organisme terumbu karang menjadi koloni atau terumbu individu yang baru.

Bioreeftek dikembangkan dengan memanfaatkan larva planula terumbu karang secara alami atau melalui reproduksi seksual.

Setelah larva planula terumbu karang melekat pada Bioreeftek, mereka dapat dipindahkan ke lokasi lain yang memiliki persentase penutupan terumbu karang relatif rendah untuk rehabilitasi.

Setelah melewati serangkaian penelitian lanjutan, mereka memberanikan diri untuk ikut Program Kreativitas Mahasiswa (PKM), sebuah kompetisi inovasi nasional bergengsi dan akhirnya lolos.

Usai kompetisi, Jotje Aquarista mengusulkan kepada timnya untuk langsung menerapkan teknologi ini pada salah satu desa di Kota Jayapura, ibu kota Provinsi Papua.

Kemudian terpilihlah Desa Kayu Batu yang terletak di salah satu ujung daratan Jayapura. 

Lewat dukungan penuh AIS Forum dan Dana Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP), pada 12 Agustus 2022, tim tersebut melatih warga setempat untuk memahami pentingnya ekosistem terumbu karang dan membangun Bioreeftek.

Sebanyak 23 warga desa bergabung dalam sesi ini, didampingi oleh 25 mahasiswa yang mengajar dan membantu membangun Bioreeftek.

Kepala Desa Kayu Batu Jayapura Akilla Makanuay bercerita, pada 2020 kampung mereka melakukan penanaman terumbu karang.

Baca juga: Pengembangan Ekonomi Biru di Pulau Seribu Bisa Jadi Contoh KTT AIS

"Sayangnya, terumbu karang yang kami tanam tidak berkembang dengan baik. Kami berharap kegiatan ini dapat menghidupkan kembali ekosistem terumbu karang di sekitar kami, karena kami sudah sepakat untuk tidak merusak terumbu karang lagi," ujarnya.

Akhirnya, mahasiswa bersama masyarakat mulai menyelam dan menanam Bioreeftek pada lahan seluas 100 meter persegi di kawasan pesisir Desa Kayu Batu.

Kini, kawasan tersebut sudah tertutupi terumbu karang yang bertindak sebagai rumah baru bagi larva-larva yang baru.

"Bioreeftek telah melahirkan terumbu karang baru dengan cara yang mudah. Setelah tumbuh besar, dapat dipindahkan ke daerah-daerah di mana terumbu karang masih langka," jelas Dekan Fakultas Pertanian, Kehutanan, dan Kemaritiman Universitas Ottow-Geissler Simon H Nenepath.

Memulihkan terumbu karang di sekitar pantai menjadi proyek penting bagi desa, kota, dan negara-negara untuk menciptakan laut yang lebih bersih dan ekosistem yang beragam.

Terutama di negara-negara yang memiliki kawasan zona pesisir yang dominan. Di masa depan, Bioreeftek yang telah ditanam akan dipantau, dan koloni tersebut akan diperluas ke perairan yang belum tergarap di sekitar Jayapura.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
Banjir Sumatera, BMKG Dinilai Belum Serius Beri Peringatan Dini dan Dampaknya
LSM/Figur
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Mengenal Kemitraan Satu Atap Anak Usaha TAPG di Kalimantan Tengah, Apa Itu?
Swasta
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
KLH Identifikasi Hutan di Aceh Dibuka untuk Sawit dan Tambang Ilegal
Pemerintah
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Menjaga Bumi Nusantara Melalui Kearifan Lokal
Pemerintah
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Tingkatkan Produktivitas Lahan, IPB Latih Petani Kuasai Teknik Agroforestri
Pemerintah
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
Desa Utak Atik di Serangan Bali Hadirkan Inovasi Lampu Nelayan hingga Teknologi Hijau
LSM/Figur
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pasca-Siklon Senyar, Ilmuwan Khawatir Populasi Orangutan Tapanuli Makin Terancam
Pemerintah
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Adaptasi Perubahan Iklim, Studi Temukan Beruang Kutub Kembangkan DNA Unik
Pemerintah
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Permintaan Meningkat Tajam, PBB Peringatkan Potensi Krisis Air
Pemerintah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Bibit Siklon Tropis Terpantau, Hujan Lebat Diprediksi Landa Sejumlah Wilayah
Pemerintah
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
Masyarakat Adat Terdampak Ekspansi Sawit, Sulit Jalankan Tradisi hingga Alami Kekerasan
LSM/Figur
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
Limbah Cair Sawit dari RI Diterima sebagai Bahan Bakar Pesawat Berkelanjutan
LSM/Figur
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
BRIN Catat Level Keasaman Laut Paparan Sunda 2 Kali Lebih Cepat
Pemerintah
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
Belajar dari Sulawesi Tengah, Membaca Peran Perempuan Ketika Bencana Menguji
LSM/Figur
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
ILO Dorong Literasi Keuangan Untuk Perkuat UMKM dan Pekerja Informal Indonesia
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau