KOMPAS.com – Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 mengajak sejumlah perguruan tinggi dan lembaga penelitian berkolaborasi mengembangkan solusi untuk menghadapi berbagai masalah di laut, termasuk perikanan.
Dalam KTT AIS Forum 2023 di Bali, forum mengajak James Cook University (JCU) Singapura dan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado mengembangkan teknologi di bidang perikanan.
Teknologi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi nelayan kecil serta pengelolaan pasokan ikan yang berkelanjutan.
Baca juga: Tantangan Pembangunan Berkelanjutan Daerah di Tengah Perubahan Iklim
Untuk diketahui, Indonesia adalah salah satu produsen ikan terbesar di dunia, sebagaimana dilansir dari siaran pers Tim Komunikasi dan Media KTT AIS Forum 2023, Kamis (12/10/2023).
Pada 2023, Pemerintah Indonesia menargetkan sektor perikanan akan mampu menghasilkan 8,73 juta ton ikan.
Akan tetapi, besarnya potensi sektor perikanan yang dimiliki Indonesia membuat para peneliti kesulitan mengumpulkan dan menggunakan data secara efektif. Selain itu, mereka juga memiliki fokus untuk menjaga pasokan ikan tetap stabil.
Dua pakar perikanan, Neil Hutchinson dari JCU dan Gustaf Mamangkey dari Unsrat, berkolaborasi mengembangkan praktik pemanfaatan dan pengelolaan ikan yang berkelanjutan di Indonesia.
Baca juga: Lewat Heatech 2023, MEBI Dorong Percepatan Transisi Energi Berkelanjutan
Keduanya menggandeng blockchain Fishcoin mengembangkan praktik perikanan berkelanjutan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi seluler.
Dalam metode yang diterapkan, mereka menggandeng para nelayan dan meminta mereka melepaskan hasil tangkapan ikan yang masih berusia muda saat melaut.
Nelayan yang may melepaskan hasil tangkapan ikan yang masih berusia muda akan diberi insentif berupa pulsa seluler.
Melalui cara ini, para peneliti juga memiliki data para nelayan seperti siapa yang menangkap ikan, seberapa sering, dan ikan apa yang mereka tangkap.
Setelah dilepas kembali, ikan yang masih berusia muda memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang biak, sehingga bisa menjaga kestabilan populasi dan dapat ditangkap lagi di kemudian hari.
Baca juga: Gandeng “Stake Holder”, HM Sampoerna Gelar Forum Diskusi Wujudkan Tata Kelola Air Berkelanjutan
Dengan demikian, perekonomian masyarakat turut menguat karena ikan yang sudah dewasa memiliki nilai jual yang lebih tinggi.
Teknik atau metode tersebut dinamakan sebagai “tandai, lepaskan, dan tangkap kembali”.
Di samping itu, metode tersebut membantu peneliti mengumpulkan data penting yang dapat membantu dalam pengembangan perikanan di daerah, sekaligus mengetahui jumlah populasi ikan yang tersedia.
Informasi yang didapatkan tersebut dapat menjadi landasan untuk perancangan model perikanan yang lebih produktif dan ekonomis.
Proyek ini juga mencerminkan potensi besar yang dimiliki negara-negara AIS terkait pengembangan ekonomi biru dan pemberdayaan komunitas lokal.
Baca juga: Jasa Marga Incar Naik Level, Wujudkan Proses Bisnis Tol Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya