Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com, 24 Oktober 2023, 06:00 WIB
Heru Dahnur ,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

BANGKA, KOMPAS.com - Negara mempersiapkan jerat hukum berlapis bagi setiap pelaku atau oknum pegawai di sektor penambangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.

Selain mempergunakan pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipkor), juga bakal dikenakan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

"Sekarang ini tidak hanya korupsinya yang ditindak, tapi juga unsur kerugian negaranya harus dipulihkan. Sehingga ada denda atau kerugian negara yang dikembalikan," kata Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Eksaminasi (UHLBEE) Jampidsus Kejaksaan Agung, Undang Mugopal, saat webinar Babel Resources Institute (BRiNTS)," Senin (23/10/2023).

Baca juga: Sorgum, Tanaman Kaya Manfaat yang Cocok di Lahan Bekas Tambang

Webinar dengan tema "Di Balik Jor-joran RKAB Timah dan Terungkapnya Korupsi SDA," itu menghadirkan Undang Mugopal dan Teddy Marbinanda (Direktur BRiNST) sebagai narasumber dan Dwi Haryadi (dosen Fakultas Hukum UBB) sebagai moderator.

Undang mengatakan, TPPU yang diselidiki tidak hanya sebatas mengkaji kerugian negara dari tindak korupsi secara langsung, tapi juga akan menghitung dampak kerugian perekonomian dari perbuatan melanggar hukum tersebut.

"Ada dua nantinya, kerugian negara dan kerugian perekonomiannya. Tentunya nanti ada ahli yang bisa melakukan kajian dan hitungannya," ujar Undang.

Dalam webinar tersebut, Undang Mugopal mengungkapkan ada sejumlah modus korupsi di bidang pertambangan.

Modus itu yakni, Tindak Pidana Melakukan Pertambangan Tanpa Izin, Tindak Pidana Menyampaikan Data Laporan Keterangan Palsu, dan Tindak Pidana Melakukan Operasi Produksi di Tahapan Eksplorasi.

Kemudian Tindak Pidana Memindahtangankan Perizinan Kepada Orang Lain hingga Tindak Pidana Tidak Melakukan Reklamasi dan Pascatambang.

Baca juga: Polisi Tanam Ribuan Pohon di Lahan Bekas Tambang Perkantoran Gubernur Babel

Selain modus itu, Undang Mugopal mengungkapkan kasus korupsi di bidang pertambangan yang terdeteksi di antaranya suap atau gratifikasi didalam izin usaha pertambangan, dan pemanfaatan hutan secara ilegal untuk pertambangan.

Selanjutnya, tidak dilakukan renegoisasi peningkatan nilai tambah dalam bentuk pengolahan dan pemurnian hasil tambang meneral dan batubara, manipulasi data ekspor sehingga berpengaruh terhadap PNBP negara.

Sementara itu, Direktur BRiNST Teddy Mabinanda mengatakan, persoalan penambangan timah di Bangka Belitung perlu mendapat perhatian serius.

Pihaknya mengapresiasi Kejaksaan Agung turun gunung melakukan penyelidikan maupun penyidikan kasus korupsi pertambangan timah.

Menurut Teddy Marbinanda, harus adanya penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.

Baca juga: Polemik Tambang dalam Kawasan Hutan Lindung

"Bagaimana dari temuan BRiNST sudah seharusnya ada penindakan hukum untuk menghindari kerugian negara karena praktik penambangan timah secara ilegal saat ini membuat semua orang leluasa mengambil timah tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian ESDM harus melakukan evaluasi dan mengkaji ulang RKAB perusahaan pertambangan timah di Indonesia," kata Teddy.

Menurut Teddy, BRiNST meragukan data yang menjadi penerbitan RKAB perusahaan timah.

"Dari riset kami, kami meragukan apakah persetujuan RKAB sudah sesuai prosedur atau tidak," kata dia.
BRiNST pun mencurigai Ekspor timah mengalir deras dari perusahaan smelter timah yang hanya memiliki IUP di bawah 10.000 hektar, bahkan ada yang di bawah seribu hektar.

Kuota ekspor yang diberikan sangat erat kaitannya dengan persetujuan RKAB yang diberikan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Mineral Batubara, Kementerian ESDM.

Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Kemenhut Resmikan Bioetanol dari Aren, Disebut Jadi Tonggak Transisi Energi
Pemerintah
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi,  Peluang 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
Indonesia Mundur dalam Transisi Energi, Peluang 19 Juta Lapangan Kerja Berpeluang Hilang
LSM/Figur
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
Pertamina NRE Terbitkan Kredit Karbon Baru, Diklaim 90 Persen Terjual
BUMN
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Terobosan Data Iklim, Studi Rilis Rekam Jejak Penyimpanan CO2 Bawah Tanah Dunia
Pemerintah
CELIOS: RI Terlalu 'Jualan' Hutan dan Laut di KTT COP30
CELIOS: RI Terlalu "Jualan" Hutan dan Laut di KTT COP30
LSM/Figur
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Konsekuensi Tunda Net Zero, Gelombang Panas akan Lebih Lama dan Sering
Pemerintah
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
Restorasi Gambut di Ketapang Cegah Karhutla Selama Satu Dekade Terakhir
LSM/Figur
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Kementerian PPN/Bappenas Apresiasi Praktik Baik Pembangunan lewat Indonesia’s SDGs Action Awards 2025
Pemerintah
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Bappenas Gelar Konferensi Utama SAC 2025, Bahas Transformasi Pembangunan
Pemerintah
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Industri Pelayaran Komitmen Atasi Krisis Polusi Plastik di Lautan
Pemerintah
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
Kritik Pedas SNDC Kedua: Cuma Lempar Beban Penurunan Emisi ke Pemerintahan Pasca 2029
LSM/Figur
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
Tropenbos: Kelompok Usaha Perhutanan Sosial Berpotensi Suplai Menu MBG
LSM/Figur
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Panel Surya Terapung Menjanjikan, tapi Dampak Lingkungannya Dipertanyakan
Pemerintah
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
Wujudkan Bisnis Berkelanjutan, Perusahaan Asia Tenggara Borong Penghargaan ESG 2025
BrandzView
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Prabowo Bagikan Panel Interaktif Digital ke 288 Ribu Sekolah untuk Pemerataan Pendidikan
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Memuat pilihan harga...
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme Jernih KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau